Organisasi Pekerja Ragukan Penurunan Jumlah Kasus PHK

:


Oleh H. A. Azwar, Selasa, 23 Agustus 2016 | 08:53 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 2K


Jakarta, InfoPublik - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah merilis data jumlah tenaga kerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) periode semester 1 tahun 2016, yang tercatat penurunan jumlah pekerja ter-PHK sebanyak 7,24 persen dibandingkan tahun 2015.

Namun, organisasi pekerja meragukan rilis Kemnaker tersebut. "Kalau Kemnaker mengklaim terjadi penurunan,  saya meragukan data tersebut, karena faktanya masih banyak terjadi PHK di semester I tahun ini," kata Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) di Jakarta, Selasa (23/8) menanggapi rilis Kemnaker yang mengklaim jumlah pekerja ter-PHK menurun 7,24 persen pada semester 1 tahun 2016.

Menurut Timboel, kalau melihat data dari Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker, pekerja yang ter PHK semakin banyak. “Justru saya menduga PHK di Semester I tahun 2016 relatif meningkat,” ujarnya.

Hal ini, dijelaskannya, bisa didekati dengan data pencairan jaminan hari tua (JHT) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan semester I tahun 2016.

Dalam semester I 2016 jumlah iuran yang diterima BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp15.3 triliun tetapi jumlah yang dicairkan Rp9.79 triliun. Jadi, hampir 2/3 iuran yang masuk dicairkan. Pencairan yang besar ini merupakan bukti PHK masih besar, jelas Timboel.

Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker merilis, hingga satu semester tahun 2016, tercatat dari 1.494 kasus, dengan sebanyak 7.954 tenaga kerja yang mengalami PHK. Jumlah angka PHK tersebut jelas menurun dibanding tahun sebelumnya di semester yang sama, dengan 8.575 tenaga kerja di PHK, dari 126 kasus.

Berdasarkan data sementara, terjadi penurunan jumlah pekerja yang ter-PHK di tahun 2016 sebanyak 621 pekerja atau sekitar 7,24 persen dibandingkan tahun 2015 dengan periode yang sama, kata Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Muhammad Hanif Dakhiri di Jakarta, Senin (22/8) kemarin.

Hanif merincikan dalam satu semester 2016, bulan Juni merupakan bulan terbanyak yang terPHK yakni 3.933 pekerja dengan 770 kasus, disusul bulan Januari sebanyak 1.414 jumlah pekerja terPHK dan diikuti Pebruari (1,305 pekerja/422 kasus). Menyusul di peringkat berikutnya bulan Maret (1.076/12), April (213/69) dan Mei (13/13).

Sedangkan di periode yang sama tahun 2015 lalu, tercatat bulan April terbesar jumlah yang terPHK yakni 2.256 pekerja dari 25 kasus, disusul bulan Mei (1.991/21), Juni (1.334/25), Maret (1.294/20), Februari (1.201/20) dan Januari (499/15).

Para pekerja yang ter-PHK terdiri dari berbagai sektor kerja yaitu sektor pertanian/perikanan, sektor perdagangan, jasa dan investasi, pendidikan, pertambangan, infrastruktur, transportasi, keuangan dan industri.

Menurut Hanif, pemerintah terus melakukan berbagai upaya dan strategi dalam mencegah terjadinya (PHK) terhadap pekerja/buruh serta terus melakukan perluasan kesempatan kerja dan mengurangi pengangguran.

Pemerintah terus mengupayakan langkah preventif untuk mencegah PHK terus bertam­bah. Selain itu, kita juga mengimbau pengusaha dan pekerja untuk mengefektifkan forum bipartit dan dialog di perusahaan, ujarnya.

Hanif menyebut, selama ini pihak Kemnaker melakukan klarifikasi terhadap semua informasi rencana PHK yang diterima. Informasi mengenai PHK itu, lanjutnya, bisa diperoleh dari laporan dinas ketenagakerjaan, serikat pekerja/serikat buruh, pengusaha maupun dari pemberitaan media massa.

Kita juga terus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk menghindari terjadinya PHK. Jangan sampai terjadi PHK, usahakan dulu dialog secara bipartit. Kita bersama Dinas Ketenagakerjaan di daerah juga akan bantu mediasi untuk mencari jalan keluar terbaik, beber Hanif.

Hanif secara tegas menyatakan, posisi pemerintah tidak menghendaki adanya PHK terhadap pekerja. “Kita juga meminta kepada Dinas Tenaga Kerja Provinsi, Kabupaten maupun Kota untuk melakukan beberapa hal yaitu mengefektifkan LKS (lembaga kerja sama) Tripartit Provinsi dan Kabu­paten atau Kota. Intinya kita mengefektifkan de­teksi dini terjadinya PHK terutama yang terjadi di daerah-daerah,” tegas Hanif.