UU Tax Amnesty Pilihan Sulit Menolong Keuangan Negara

:


Oleh Masfardi, Jumat, 1 Juli 2016 | 11:29 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 749


Jakarta, InfoPublik - Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno menjelaskan UU Tax Amnesty  dikeluarkan untuk menolong keuangan negara yang mengalami defisit, meski  pengampunan pajak ini  merupakan pilihan sulit.

“Kami mengakui UU ini sangat berat, sehingga untuk mengesahkan memerlukan pembahasan yang cukup alot, dilakukan secara maraton, yang tujuannya untuk mereformasi UU Perpajakan,” kata Hendarawan di Jakarta, Sabtu(2/7).

Dia mengatakan  keuangan negara  tidak bisa mengandalkan utang yang akan membebani generasi mendatang. Sementara, kebutuhan dana untuk mengurangi defisit sangat mendesak. Tujuan sebenarnya dari UU Tax Amnesy adalah untuk perluasan objek pajak. "Dengan tawaran yang diberikan, tujuannya untuk bagaimana  mendapatkan cash money tahun 2016," jelasnya.

Saat ini,  bagaimana kesiapan dari Dirjen Pajak  menambahan pemasukan negara dari pajak, karena pemerintah telah melakukan deklarasi perluasan basis pajak.

"Diakui instrumen investasi kita masih terbatas di bidang keuangan untuk kemudahan yang didapat bagi penungak pajak tersebut sangat banyak, sehingga investasi yang  akan dikembangkan  untuk investasi jangka menengah dan panjang sekitar tiga tahunan seperti di sektor infrastruktur dan  rill," katanya.

Sementara itu, Anggota Komisi XI yang lain Misbakhun mengatakan jangka waktu penanam modal bagi yang mendapat fasilitas tax amnesty minimal tiga tahun. Mereka  bisa di sektor rill, pasar modal, obligasi pemerintah dan swasta. "Kita juga mendorong pihak OJK  meberikan pengawasan terhadap dana mereka yang masuk ke dalam negeri," katanya.

Pemberlakukan UU Tax Amnesty dilanjutkan Presiden pada 1 Juli 2016  meluncurkan implementasinya. Presiden akan menandatangani UU  pada tanggal tersebut. Selanjutkan, pemerintah akan mempersiapkan segala hal untuk menyukseskan implementasi UU  dengan mempersiapkan peraturan pemerintah dan menteri.

"Kita tertolong dengan ada momentum bulan Ramadhan dan Lebaran, sehingga dunia usaha ada jeda untuk menyesuaikan diri dengan UU tersebut," katanya.

Mengenai target penerimaan negara Rp165 trilun, menurut Misbakhun,  itu tergantung sambutan masyarakat dan  dunia usaha.  Gubernur BI sudah menyambut baik dengan perkiraan  pertumbuhan bisa mencapai 5,2-5,3 persen. "Ini merupakan angin segar, tapi bagaimana implementasinya,  aparat pajak harus siap menyambutnya," katanya.