:
Oleh Baheramsyah, Kamis, 19 Mei 2016 | 15:50 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 646
Jakarta, InfoPublik - Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbang) Kementerian Pertanian berhasil mengembangkan teknik pembuatan kopi luwak dalam jumlah besar.
Proses ini dilakukan dengan cara fermentasi melalui mikroba probiotik dari hewan luwak. Kopi ini berbeda dengan kopi luwak pada umumnya.
Kepala Balitbang Kementan Muhammad Syakir mengatakan, pengembangan kopi luwak probiotik didasari dengan semakin banyaknya minat penikmat kopi luwak, membuat produsen kopi luwak mulai kewalahan untuk melakukan produksi kopi ini.
Melihat potensi tersebut, Balitbang kemudian berinisiatif untuk membuat kopi luwak probiotik yang rasanya sama dengan kopi luwak konvensional.
"Ini dibuat agar keberadaan kopi luwak semakin banyak. Apalagi minat masyarakat dalam negeri dan wisatawan asing terus meningkat untuk mendapat kopi luwak," ujar Syakir, dalam konperensi pers di kantor Badan Litbang Pertanian Jakarta, Kamis (19/5).
Syakir menjelaskan, rasa kopi luwak probiotik yang difermentasi dengan mikroba yang berperan dalam pencernaan luwak, tidak memiliki rasa berbeda. Artinya kopi luwak probiotik ini memiliki cita rasa hampir setara dengan kopi luwak yang dihasilkan melalui proses pencernaan secara alami.
Sejauh ini, lanjut Syakir, permintaan kopi luwak memang semakin meningkat. Sayang produsen kopi luwak tidak bisa mengharapkan produksi dari kotoran hewan liar. Hal ini membuat perkembangan usaha budidaya binatang luwak guna memproduksi kopi tersebut.
Namun teknik budidaya luwak untuk menghasilkan kopi justru membuat harga kopi melambung. Sebab adanya biaya tambahan seperti pemelihataan luwak yang membutuhkan dana lebih karena konsumsi mereka yang cukup mahal. Ditambah dengan persoalan kesejehateraan luwak yang dianggap terlalu mengintimidasi mereka menjadi hewan penghasil kopi, produksi kopi luwak bisa saja semakin anjlok.
"Dengan sistem ini, biaya produksi kopi luwak bisa lebih murah dibandingkan dengan penggunaan luwak hidup. Produksi juga lebih mudah dan bisa disesuaikan kebutuhan," paparnya.
Selain memiliki rasa kopi yang setara dengan kopi luwak yang dibuat konvensional, kopi luwak probiotik ini juga bisa diproduksi dengan cita rasa bervariasi sesuai dengan jenis luwak dan kopinya. Kopi ini pun lebih ramah lingkungan dan dapat menghilangkan perasaan jijik pada sebagain penikmat kopi.
Sementara peneliti dari Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian (BPTP) Bali Suprio Guntoro mengatakan, penemuannya ini diawali saat dirinya melihat hewan luwak yang banyak memakan kopi. Namun pada saat masa panen kopi selesai, produsen kopi luwak kesulitan mencari pakan luwak selain kopi. Hal ini kemudian berdampak pada anggaran pembuatan kopi luwak yang bertambah.
Berangkat dari ide tersebut, Guntoro kemudian mencari cara agar produsen bisa memproduksi kopi lebih terjangkau tapi cita rasa kopi luwak tidak hilang. Akhirnya kopi luwak dengan proses fermentasi menggunakan mikroba probiotik luwak pun didapat.
"Setelah melakukan ujicoba walaupun tidak alami, kita bisa menghasilkan kopi arabika dan robusta. Dengan varian arabika, kopi ini bisa diekspor karena disenangi oleh negara-negara luar seperti Amerika dan Eropa," katanya.
Setelah melakukan berbagai upaya untuk hak paten dan promosi, kopi luwak probiotik ini akhirnya bisa dikenal banyak wisatawan asing khususnya yang berada di Bali. Sebab produsen yang baru melakukan kerja sama terdapat di Bali, yaitu Taman Ayu Wisata Agro Techno Park.