:
Oleh Baheramsyah, Rabu, 18 Mei 2016 | 12:19 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 433
Jakarta, InfoPublik - Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo, selama ini dikenal sebagai sentra jagung. Namun, Bupati Boalemo ingin mengubah wajah Kabupaten Boalemo menjadi sentra kakao, karena secara ekonomi perkebunan kakao lebih menyejahterakan petani dibanding dengan tanaman jagung.
Bupati Boalemo Rum Pagau membenarkan bahwa dengan merubah daerahnya dari sentral tanaman jagung ke tanaman kakao justru dapat menarik investasi asing. Hal ini karena dinilai kebutuhan akan biji kakao oleh negara luar sangat besar. Adapun ide untuk mengubah menjadi sentral tanaman kakao karena terinspirasi pada pengembangan kakao di daerah Sulawesi Selatan (Sulsel) yang sukses membangun daerahnya dengan perkebunan kakao.
“Sebelumnya, yang saya ketahui Sulsel juga merupakan sentra pengembangan pangan. Sehingga kita mengenal seperti Kabupaten Maros sebagai pusat penelitan jagung, Kabupaten Bantaeng sebagai lumbung beras. Namun ekonomi Sulsel ternyata jauh lebih berkembang ketika pemerintahnya melakukan pengembangan perkebunan khususnya pada tanaman kakao” jelas Rum Pagau di Boalemo, Rabu (18/5).
Tidak hanya itu, menurut Rum Pagau, melalui pengalamannya dengan melihat rombongan haji menggunakan sarung di Bandara Hassanuddin yang akan pergi ke tanah suci, ternyata mayoritas adalah petani kakao. “Sehingga konon katanya, yang menghabiskan kuota haji adalah petani kakao,” ucap Rum Pagau.
Artinya melalui budidaya tanaman kakao, maka ekonomi masyarakat akan jauh lebih baik, hal ini dapat dilihat dari pola hidupnya. Terbukti masyarakat bisa melakukan ibadah haji dengan hasil biji kakao yang dibudidayakannya. Hal tersebut berbanding terbalik jika masyarakat melakukan budidaya tanaman pangan seperti jagung , apdi ataupun tanaman pangan lainnya.
Sebab di Kabupaten Boalemo hampir tidak ada masyarakat yang bisa melakukan ibadah haji karena budidaya jagung. Hal ini karena nilai jual dari biji jagung kering jauh lebih rendah daripada penjualan biji kakao. Melihat hal ini maka tidaklah heran jika masyarakat yang melakukan budidaya tanaman kakao lebih baik ekonominya daripada masyarakat yang melakukan budidaya tanaman jagung.
“Setelah saya melakukan kajian ternyata saya temukan bahwa margin keuntungan jagung per kg sangat rendah yakni 200/kg,” keluh Rum Pagau.
Melihat fakta tersebut, Rum Pagau segera merubah kebiasaan masyarakatnya dari yang semula berbudidaya jagung menjadi budidaya tanaman kakao. Sehingga sejak tahun 2012 sampai dengan 2017 mencanangkan gerakan sejuta kakao. Diantaranya dengan target pengembangan kakao seluas 8.000 hektar, dengan paket bantuan berupa bibit, pupuk organik. Pemerintah daerah juga menyediakan tenaga penyuluh bagi petani kakao.
“Kami laksanakan program ini dengan mengandalkan APBD, dan saat ini sudah terealisasi seluas 5.800 hektar tersebar di beberapa kecamatan antara lain Kecamatan Mananggu, Botumoito, Tilamuta, Dulupi, Paguyaman dan Wonosari,” kata Rum Pagau.
Lebih dari itu, menurut Rum Pagau, melalui pengembangan kakao di Kabupaten Boalemo ini ternyata tidak saja berhasil menggairahkan ekonomi lokal, namun juga berhasil menarik perusahaan asing untuk melirik Kabupaten Boalemo. Diantaranya perusahaan seperti Tokyo Food, Cargill yang tertarik untuk mendapatkan supply (pasokan) biji kakao dari Kabupaten Boelemo.
Sementara ICRAF, dan Kanetmasu-JICA asal Jepang telah melakukan kajian terhadap pengembangan kakao dalam kaitan dengan konservasi. “Ketertarikan perusahaan dan lembaga tersebut terhadap kakao boalemo adalah karena pengembangan yang kami lakukan berbasis organic,” papar Rum Pagau.
Hal ini karena jika melihat catatan Rum Pagau, untuk tanaman kakao tersebut pada musim panen awal atau tanaman menghasilkan (TM1) sudah menembus angka 700 kg per hektar per tahun. Angka ini akan semakin terus meningkat di tahun berikutnya. Bahkan diprediksi bisa menembus angka 1 ton per hektar per tahun.
Artinya dengan harga biji kakao yang cenderung stabil atau bahkan bisa meningkat jika kebutuhan terus tinggi ditambah dengan meningkatnya produktivitas maka bukan tidak mungkin keuntungan petani kakao akan terus meingkat. Hal ini berbeda kondisinya dengan harga jagung yang terkadang menurun dan sulit untuk merangkak naik.
“Saya bisa mendapatkan penghasilan menarik dari kakao. Apalagi ketika ada program dari daerah yaitu Program Sejuta Kakao. Melalui program tersebut petani mendapatkan bantuan sarana pertanian produksi, dan didukung dengan adanya tenaga penyuluh sehingga kami bisa bertanya kalau ada masalah di lapangan. Hasilnya produktivitas kami meningkat dan pendapatan kami pun meningkat,” jelas petani kakao asal Bupati Boalemo, Provinsi Gorontalo Abdul Rahman.
Sekadar catatan, terobosan lainya yaitu, pengembangan Boelemo Agroteknopark di atas lahan seluas 50 ha di desa Pangi Kecamatan Dulupi. Dimana di sana nanti akan didirikan pabrik mini yang pembangunanya dimulai tahun ini, lembaga research, perkebunan kakao yang juga berfungsi sebagai kebun contoh yang saat ini sudah terbangun seluas 4 ha, serta terintegrasi dengan peternakan.