Televisi Diminta Siarkan Iklan Layanan Masyarakat tentang Bahaya Rokok

:


Oleh Dian Thenniarti, Rabu, 18 Mei 2016 | 11:06 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 568


Jakarta, InfoPublik - Sebanyak 16 organisasi pengendalian tembakau, kesehatan, perlindungan anak, dan pengawasan media pada Selasa (17/5), meminta 10 stasiun TV yang kini sedang memproses perpanjangan izin bersedia memproduksi dan menyiarkan iklan layanan masyarakat tentang bahaya rokok. Ke-10 stasiun TV dimaksud adalah ANTV, GlobalTV, Indosiar, MetroTV, MNCTV, RCTI, SCTV, TransTV, Trans7, dan TVOne.

Stasiun TV diminta untuk menayangkan iklan bahaya rokok terutama pada jam-jam berklasifikasi SU (Semua Umur), A (Anak), dan R (Remaja), di samping pada siaran D (Dewasa). Selain itu, TV juga diminta menyiarkan iklan layanan masyarakat tentang bahaya rokok yang disampaikan badan-badan publik secara cuma-cuma sesuai ketentuan.

Ketua Umum Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad (K), salah satu lembaga yang mengajukan permintaan tersebut, menyatakan apresiasi kepada TV yang dalam proses perpanjangan izin menampilkan iklan layanan masyarakat yang positif, seperti bahaya narkoba, bahaya terorisme, semangat nasionalisme, dan nilai-nilai budi pekerti. Namun, pihaknya juga meminta agar iklan itu ditambah dengan yang membawa pesan bahaya rokok.

Dalam proses perpanjangan izin, 10 stasiun TV diminta komitmennya oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk memenuhi ketentuan mengenai siaran iklan layanan masyarakat. Karenanya, permintaan organisasi ini juga diajukan kepada KPI.

Sementara itu, B. Guntarto, Ketua Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA), lembaga yang juga mengajukan permintaan tersebut, mengatakan, KPI Pusat dan KPI Daerah diharapkan meminta komitmen 10 TV untuk menayangkan iklan bahaya rokok sebagai salah satu bentuk nyata tanggungjawab sosial mereka. Tak hanya itu, KPI sepatutnya kemudian melakukan pengawasan untuk pelaksanaan komitmen tersebut.

Permintaan 16 organisasi tersebut telah diajukan melalui surat kepada 10 stasiun TV, KPI Pusat dan seluruh KPI Daerah, dan Asosiasi TV Swasta (ATVSI). Surat juga ditembuskan ke Presiden, Komisi 1 DPR, Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, dan beberapa kementerian.

Permintaan tersebut diajukan berdasarkan beberapa pertimbangan, sebagai berikut, Pertama, Indonesia adalah negara dengan jumlah perokok tertinggi ketiga di dunia setelah Cina dan India. Prevalensi perokok tertinggi ada pada kelompok umur muda (15-19 tahun) dan terjadi kecenderungan meningkatnya anak 5-14 tahun untuk mulai merokok. Di Indonesia lebih dari 200.000 orang meninggal dunia tiap tahun akibat penyakit karena mengkonsumsi rokok.

Kedua, beban ekonomi akibat rokok sangat besar, seperti: kerugian ekonomi akibat hilangnya waktu produktif terkait meningkatnya kematian, kesakitan, dan disabilitas terkait merokok berjumlah Rp105,3 Trilliun, biaya pembelian rokok mencapai Rp138 Trilliun, biaya rawat inap akibat penyakit terkait merokok Rp1,85 Trilliun, dan biaya rawat jalan akibat penyakit terkait merokok Rp0,26 Trilliun.

Ketiga, selama ini TV banyak sekali menayangkan iklan rokok, termasuk 10 TV yang memproses perpanjangan izin. Iklan rokok membawa pesan yang manipulatif tentang rokok, mengesankan bahwa rokok adalah produk normal. Iklan rokok menciptakan kesan bahwa penggunaan tembakau adalah sesuatu yang baik dan biasa, bahkan hebat. Iklan rokok menampilkan penyesatan informasi yang meremehkan dampak kesehatan. TV juga kerap kali menampilkan isi siaran yang merupakan strategi promosi produsen rokok (berbentuk siaran olahraga, siaran budaya, iklan layanan masyarakat, dsb).

Keempat, Iklan menjadi salah  satu  faktor  yang  mempengaruhi  anak  untuk  merokok.  Berbagai penelitian  menunjukkan terpaan  iklan  dan  promosi  rokok  sejak  usia  dini  pada anak  meningkatkan  persepsi  positif  akan  rokok,  keinginan  untuk  merokok,  bahkan mendorong mereka untuk kembali merokok setelah berhenti. Penelitian Komnas Perlindungan Anak 2013 menunjukkan iklan rokok di TV adalah iklan yang paling menarik perhatian.

Kelima, UU Kesehatan menyatakan tembakau dan produk yang mengandung tembakau adalah termasuk zat adiktif. Seharusnya, zat adiktif tidak boleh dipromosikan, sebagaimana dinyatakan dalam UU Penyiaran Pasal 46 Ayat (3) huruf  b.

"lklan bahaya rokok di TV kami harapkan dapat memberikan kesadaran kepada khalayak, terutama anak dan remaja, agar bukan saja menyadari tentang dampak negatif rokok bagi kesehatan, tetapi juga agar mereka kritis terhadap iklan dan promosi rokok yang sangat menyesatkan, yang selama ini sebenarnya diwadahi oleh stasiun TV. Kami harapkan penayangan iklan tersebut adalah wujud tanggung jawab sosial TV," ujar Ketua Lentera Anak Indonesia, Lisda Sundari, lembaga yang juga bergabung mengajukan permintaan ini.

Ke-16 organisasi yang mengajukan permintaan iklan layanan masyarakat tentang bahaya rokok adalah

1.  Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)
2.  Komisi Nasional Pengendalian Tembakau
3.  Tobacco Control Support Center – IAKMI
4.  Smoke Free Jakarta
5.  Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
6.  Lentera Anak
7.   Forum Warga Jakarta
8.   Center of Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI)
9.   Indonesia Institute for Social Development (IISD)
10. Raya Indonesia
11. Remotivi
12. Yayasan Pengembangan Media Anak
13. Yayasan Pusaka Indonesia
14. Ruandu Foundation
15. Yayasan Gagas
16. Satunama