- Oleh Farizzy Adhy Rachman
- Rabu, 20 November 2024 | 13:50 WIB
: Menteri LHK Siti Nurbaya (Biro Humas KLHK)
Oleh Wahyu Sudoyo, Rabu, 21 Agustus 2024 | 23:12 WIB - Redaktur: Untung S - 327
Jakarta, InfoPublik - Pemerintah Republik Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, telah berhasil menjalankan agenda iklim yang mendapat pengakuan internasional selama 10 tahun terakhir. Agenda ini meliputi berbagai komitmen penurunan emisi karbon yang disampaikan ke Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), termasuk Intended-Nationally Determined Contribution (NDC), Updated-NDC, Enhanced-NDC, hingga perancangan Second-NDC (SNDC) yang sedang digodok saat ini.
Pelaksanaan agenda ini dipimpin oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang berkolaborasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, serta berbagai pemangku kepentingan lainnya.
“Perjalanan dan tahapan penting komitmen iklim Indonesia perlu dipahami, termasuk implementasi dan keberhasilannya hingga 2024 ini,” ujar Menteri LHK, Siti Nurbaya, dalam keterangan terkait kegiatan Komunikasi Publik Second Nationally Determined Contribution (SNDC) di Jakarta, pada Rabu (21/8/2024).
Siti Nurbaya menjelaskan bahwa Indonesia telah menegaskan NDC dalam Perjanjian Paris dan menyerahkannya ke PBB di New York pada 2016, dengan target penurunan emisi sebesar 29 persen. Target ini meningkat dari era pemerintahan sebelumnya yang menetapkan penurunan emisi sebesar 26 persen di bawah rezim Protokol Kyoto.
“Saya ingin kita bisa membedakan dengan jelas antara Konvensi dalam rezim Protokol Kyoto dan Konvensi dalam rezim Perjanjian Paris, yang membawa konsekuensi berbeda bagi negara pihak, termasuk Indonesia. Dalam hampir 10 tahun ini, hasilnya diakui internasional dan dinilai cukup baik,” jelasnya.
Sebagai National Focal Point Agenda Iklim Global untuk Indonesia, lanjut Siti Nurbaya, KLHK sedang berdiskusi dengan para pemangku kepentingan untuk menyelesaikan update SNDC. Dokumen SNDC ini akan memperbarui komitmen Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim global dengan tetap memegang prinsip no-back sliding atau tidak mengurangi komitmen sebelumnya. Komitmen ini sejalan dengan Strategi Jangka Panjang untuk Emisi Karbon Rendah dan Ketahanan Iklim 2050 (LTS-LCCR 2050) untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris.
Menteri LHK juga menekankan bahwa setiap negara memiliki kewajiban untuk memenuhi komitmen penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), sesuai dengan panduan dan rambu-rambu yang ditetapkan dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC). Indonesia sendiri telah mengembangkan langkah-langkah dalam agenda iklim dengan tetap mengacu pada dasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Saya selalu meminta jajaran KLHK untuk menggunakan pisau analisis Pancasila dan UUD 1945 dalam setiap agenda internasional, termasuk komitmen global yang harus kita penuhi sebagai konsekuensi ratifikasi negara. Ini juga bagian dari upaya kita melaksanakan ketertiban dunia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945, termasuk terkait agenda perubahan iklim,” jelas Siti Nurbaya.
Dia berharap dokumen SNDC akan bersifat transformatif, mengintegrasikan aksi iklim ke dalam perencanaan pembangunan yang lebih luas, mengaktualisasi investasi untuk aksi iklim yang efektif, dan mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan.
“Hasil exercise untuk SNDC menunjukkan bahwa Indonesia dapat mencapai penurunan emisi hingga 97 persen pada tahun 2050 dan hingga 103 persen pada tahun 2060. Dengan kata lain, kita optimistis Indonesia akan mencapai net zero emission sebelum 2060,” tutup Siti Nurbaya.
Acara itu juga dihadiri oleh beberapa pejabat tinggi KLHK, termasuk Dirjen PPI KLHK Laksmi Dhewanthi, Dirjen PKTL Hanif Faisol, Dirjen PHL Dida Migfar, dan Dirjen PSKL Machfud, serta beberapa staf ahli dan penasehat senior Menteri, seperti Mas Achmad Santosa.