Sampaikan Aspirasimu, Kawal Bersama UU Cipta Kerja

:


Oleh Norvantry Bayu Akbar, Rabu, 11 November 2020 | 13:32 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 737


Jakarta, InfoPublik - Undang-Undang (UU) Cipta Kerja telah resmi disahkan dan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo serta diundangkan pada 2 November 2020 lalu menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.

Sesuai dengan pengaturan pada Ketentuan Penutup di Pasal 185, maka peraturan pelaksanaan dari omnibus law atau UU sapu jagat ini wajib ditetapkan paling lama tiga bulan sejak diundangkan.

Pemerintah pun berkomitmen akan segera menyelesaikan semua peraturan pelaksanaan tersebut dan memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada seluruh masyarakat untuk dapat memberikan masukan dan menyampaikan usulan dalam penyiapan dan perumusan seluruh peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja.

“Sesuai arahan Bapak Presiden, pemerintah membuka ruang yang seluas-luasnya untuk berbagai masukan dan aspirasi dari masyarakat dan seluruh stakeholders, supaya dapat menampung seluruh aspirasi masyarakat dan agar sejalan dengan tujuan pembentukan UU Cipta Kerja,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (8/11/2020).

Saat ini, menurut Menko Airlangga, pemerintah tengah merampungkan seluruh rancangan peraturan pelaksanaan, yakni berupa draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan draf Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres).

Sesuai hasil inventarisasi bersama seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) terkait, terdapat 44 peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja, yang terdiri dari 40 RPP dan 4 RPerpres. Saat ini, 19 K/L yang menjadi penanggung jawab dari draf RPP dan RPerpres bersama lebih dari 30 K/L lainnya tengah menyelesaikan penyusunan 44 peraturan pelaksanaan tersebut.

Dalam rangka menampung berbagai masukan dan aspirasi, serta memberikan ruang dalam melakukan pembahasan bersama seluruh masyarakat, Kemenko Perekonomian telah menyediakan wadah melalui Portal Resmi UU Cipta Kerja yang dapat diakses oleh masyarakat secara daring pada laman https://uu-ciptakerja.go.id.

Portal tersebut sudah dapat diakses oleh masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan yang akan memberikan masukan ataupun usulan untuk penyempurnaan draf RPP dan RPerpres sebagai pelaksanaan UU Cipta Kerja.

Saat ini, sudah ada sebanyak sembilan draf RPP yang bisa diunduh secara lengkap oleh masyarakat melalui Portal Resmi UU Cipta Kerja itu.

“Melalui penyediaan Portal Resmi UU Cipta Kerja ini, pemerintah secara resmi mengundang seluruh lapisan masyarakat, publik, dan stakeholders terkait untuk menyampaikan aspirasinya terkait dengan pelaksanaan UU Cipta Kerja, agar dalam penyusunan RPP dan RPerpres transparan dan melibatkan partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat,” ujar Menko Airlangga.

Selain itu, seluruh K/L terkait secara terkoordinasi juga akan melakukan sosialisasi, publikasi, dan konsultasi publik terhadap substansi dan materi dari draf 40 RPP dan 4 RPerpres, baik yang akan dilakukan di Jakarta maupun di daerah, agar penyusunan peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja ini dapat menampung masukan semua pihak terkait secara lebih komprehensif.

Urgensi UU Cipta Kerja

Pemerintah berkeyakinan bahwa melalui UU Cipta Kerja ini, jutaan pekerja dapat memperbaiki kehidupannya dan juga penghidupan bagi keluarga mereka. Namun demikian, apabila masih ada yang merasa tidak puas terhadap UU ini, Presiden Joko Widodo mempersilakan untuk mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam UU Omnibus Law ini terdapat sebelas klaster. Secara umum, tiap klaster bertujuan untuk melakukan reformasi struktural dan mempercepat transformasi ekonomi.

Klaster tersebut antara lain peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha; ketenagakerjaan; kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah; kemudahan berusaha; dukungan riset dan inovasi; kebijakan fiskal nasional; pengadaan tanah; kawasan ekonomi; percepatan penyelenggaraan perumahan; investasi pemerintah pusat dan kemudahan proyek strategis nasional; serta administrasi pemerintahan.

Menurut Presiden, setidaknya ada tiga alasan mengapa Indonesia membutuhkan UU Cipta Kerja. Pertama, setiap tahun ada sekitar 2,9 juta penduduk usia kerja baru sehingga kebutuhan atas lapangan kerja sangat mendesak.

Apalagi di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang, terdapat kurang lebih 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja yang terdampak. Mereka membutuhkan adanya penciptaan lapangan kerja baru, khususnya di sektor padat karya.

Kedua, UU Cipta Kerja akan memudahkan masyarakat, khususnya Usaha Mikro Kecil (UMK), untuk membuka usaha baru. Regulasi yang tumpang tindih dan prosedur yang rumit yang menghambat, dipangkas.

Misalnya, perizinan usaha untuk UMK tidak diperlukan lagi dan hanya pendaftaran saja. Kemudian pembentukan Perseroan Terbatas (PT) juga dipermudah di mana tidak ada lagi pembatasan modal minimum.

Lalu pembentukan koperasi juga dipermudah. Dengan hanya sembilan orang saja nantinya koperasi sudah bisa dibentuk sehingga diharapkan akan semakin banyak koperasi-koperasi di Tanah Air.

Belum lagi UMK yang bergerak di sektor makanan dan minuman sertifikasi halalnya akan dibiayai pemerintah alias gratis. Pun izin kapal nelayan penangkap ikan nantinya hanya ke unit kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saja. Sebelumnya, harus mengajukan juga ke instansi-instansi lainnya.

Sementara alasan ketiga adalah UU Cipta Kerja akan mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Ini jelas, tegas Presiden, karena dengan menyederhanakan, memotong, dan mengintegrasikan ke dalam sistem perizinan secara elektronik dapat menghilangkan pungutan liar (pungli).

Intinya, UU Cipta Kerja diharapkan dapat mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional yang saat ini tengah dilakukan pemerintah dalam menghadapi masa pandemi Covid-19.

Di samping itu, UU Cipta Kerja juga ditujukan untuk menyiapkan perekonomian Indonesia agar mampu segera bangkit dan dalam jangka menengah panjang akan meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia di tengah persaingan global.

Percayalah! Pemerintah tidak akan membuat kebijakan dan aturan yang merugikan rakyatnya. (Foto: ANTARA)