Menanti Perda Disiplin Protokol Kesehatan

:


Oleh Norvantry Bayu Akbar, Senin, 14 September 2020 | 13:54 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 1K


Jakarta, InfoPublik - Protokol kesehatan. Dua kata itu mudah diucap, namun di lapangan ternyata sulit berjalan dengan baik. Selain banyak masyarakat yang abai, sejumlah pemerintah daerah pun belum membuat arahan formal tentang itu. Padahal, pelaksanaan protokol kesehatan merupakan bagian penting dalam upaya serius Pemerintah Indonesia, melandaikan kurva penularan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

Sejak pasien positif pertama kali ditemukan di Tanah Air pada Maret 2020 lalu, Pemerintah secara terus menerus bekerja memutus penularan Covid-19. Tidak bosan pula, Pemerintah mengimbau masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan agar tidak tertular virus tersebut.

Protokol kesehatan yang diberlakukan pun cukup mudah dan sederhana untuk diterapkan. Setidaknya ada empat hal yang wajib dilakukan, antara lain memakai masker saat ke luar rumah, mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer, menjaga jarak fisik minimal 1 meter, dan menghindari kerumuman.

Di samping itu, kebiasaan baru lain yang juga dianjurkan untuk mencegah penularan Covid-19 adalah memakai baju lengan panjang saat bepergian, langsung mandi saat pulang ke rumah dan cuci pakaian yang dikenakan, memakai pelindung wajah, dan lain sebagainya.

Namun demikian, fakta di lapangan menunjukan bahwa penularan masih saja terjadi sampai saat ini. Berdasarkan data Satuan Tugas (Satgas) Penangangan Covid-19 per 13 September 2020, pasien terkonfirmasi positif berjumlah 218.382 di mana 155.010 di antaranya dinyatakan sembuh dan 8.723 meninggal dunia. Artinya, kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan masih belum maksimal.

Oleh karenanya, guna lebih mendisiplinkan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.

Melalui Inpres yang ditandatangani pada 4 Agustus 2020 ini, Presiden menginstruksikan kepada seluruh jajarannya di pemerintahan, baik itu pusat maupun daerah, untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing dalam menjamin kepastian hukum, serta memperkuat upaya dan meningkatkan efektivitas pencegahan dan pengendalian Covid-19.

Jika melihat pada peta zona risiko yang dibuat Satgas Penanganan Covid-19 per 10 September 2020, terdapat 70 kabupaten/kota berstatus zona merah (tinggi), 267 kabupaten/kota berstatus zona oranye (sedang), 114 kabupaten/kota berstatus zona kuning (rendah), dan 63 kabupaten/kota berstatus zona hijau.

Ini tentu menjadi peringatan atau aba-aba bagi pemerintah daerah (pemda) sebagai salah satu pemangku kepentingan yang juga turut disebut dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2020 untuk sesegera mungkin menekan penyebaran Covid-19.

Sesuai Inpres tersebut, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Kepala Daerah (Perkada) terkait peningkatan disiplin dan penegakan hukum protokol kesehatan. Berdasarkan catatan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) hingga 10 September 2020, saat ini masih ada 1 provinsi dan 89 kabupaten/kota yang belum menyusun Perkada.

Satu provinsi yang dimaksud adalah Papua. Sementara 89 kabupaten/kota tersebut, antara lain Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Selatan, Aceh Tengah, Aceh Utara, Gayo Lues, Naganraya, Pidie Jaya, Kota Subulussalam, Dairi, Karo, Labuan Batu, Labuan Batu Selatan, Labuan Batu Utara, Langkat, Mandailing Nias, Padang Lawas Utara, Samosir, Serdang Bedagai, Tapanuli Selatan, dan Tapanuli Tengah.

Kemudian Kota Sibolga, Kota Tanjung Balai, Bengkulu Selatan, Bengkulu Tengah, Kaur, Lebong, Mukomuko, Rejang Lebong, Seluma, Indragiri Hulu, Kepulauan Meranti, Bangka Selatan, Tanjung Jabung Barat, Banyu Asin, Empat Lawang, Lahat, Musi Rawas, Musi Rawas Utara, Pali, Ogan Ilir, Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan, dan OKU Timur.

Lalu Kota Pagar Alam, Kota Prabumulih, Bojonegoro, Jember, Jombang, Kediri, Ngawi, Pamekasan, Sumenep, Tuban, Tulungagung, Kota Kediri, Manggarai Barat, Kayong Utara, Sambas, Minahasa Utara, Morowali Utara, Parigi Moutong, Sigi, Tolitoli, Buru, Kepulauan Aru, Maluku Barat Daya, Maluku Tengah, Maluku Tenggara, Kepulauan Tanibar, dan Manokwari Selatan.

Selanjutnya Maybrat, Pegunungan Arfak, Kota Sorong, Tambrauw, Teluk Wondama, Asmat, Deiyai, Dogiyai, Intan Jaya, Keerom, Lanny Jaya, Memberamo Raya, Mamberamo Tengah, Nduga, Paniai, Pegunungan Bintang, Puncak Jaya, Sarmi, Supiori, Waropen, Yahukimo, dan Yalimo.

Ketentuan Perda

Menurut Inpres Nomor 6 Tahun 2020, peraturan daerah (perda) yang diterbitkan harus memuat sejumlah ketentuan, antara lain kewajiban mematuhi protokol kesehatan bagi perorangan, pelaku usaha, dan pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum.

Adapun tempat dan fasilitas umum yang dimaksud, seperti perkantoran/tempat kerja, usaha, dan industri; sekolah/institusi pendidikan lainnya; tempat ibadah; stasiun, terminal, pelabuhan, dan bandara; transportasi umum; kendaraan pribadi; toko, pasar modern, dan pasar tradisional; apotek dan toko obat; warung makan, rumah makan, cafe, dan restoran; dan pedagang kaki lima/lapak jalanan.

Kemudian perhotelan/penginapan lain yang sejenis; tempat pariwisata; fasilitas pelayanan kesehatan; area publik atau tempat lainnya yang dapat menimbulkan kerumunan massa; serta tempat dan fasilitas umum dalam protokol kesehatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Di samping itu, perda juga harus memuat sanksi terhadap pelanggaran penerapan protokol kesehatan. Sanksinya dapat berupa teguran lisan atau tertulis, kerja sosial, denda administratif, atau penghentian atau penutupan sementara penyelenggaraan usaha.

Ketentuan terkait penyediaan prasarana dan sarana serta sosialisasi berupa sarana informasi/edukasi pencegahan dan pengendalian Covid-19 juga harus termuat dalam perda tersebut.

Satu catatan yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam penyusunan dan penetapan perda, pemda harus memperhatikan dan disesuaikan dengan kearifan lokal dari masing-masing daerah. Artinya, perda antara satu daerah dan daerah lainnya bisa saja berbeda, termasuk sanksinya. (Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)