Catatan Positif Presidensi RI di DK PBB

:


Oleh Norvantry Bayu Akbar, Selasa, 8 September 2020 | 05:45 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 720


Jakarta, InfoPublik - Indonesia baru saja menyelesaikan tugasnya sebagai Presidensi Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Agustus lalu. Di bawah Presidensi Indonesia, DK PBB telah melaksanakan sebanyak 50 kegiatan, baik dalam format pertemuan virtual maupun secara langsung.

Hingga hari terakhir Presidensi, yakni 31 Agustus 2020, Indonesia setidaknya telah memimpin 12 pertemuan terbuka, 12 pertemuan tertutup, 5 agenda tambahan, dan 12 pertemuan Badan Subsider DK PBB.

Selain itu, Presidensi Indonesia juga telah menyelenggarakan tiga signature events di mana Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi memimpin dua pertemuan High-Level Open Debate hasil prakarsa Indonesia mengenai pembangunan perdamaian dalam masa pandemi dan keterkaitan antara terorisme dan kejahatan terorganisir, serta satu pertemuan Arria Formula mengenai serangan siber terhadap infrastruktur vital.

Tidak hanya pertemuan formal, Indonesia juga memprakarsai dan memimpin berbagai pertemuan penting lainnya yang bersifat informal.

Di antaranya, Indonesia memimpin breakfast meeting dan Sofa Talks dengan para Duta Besar DK PBB di Kantor Perutusan Tetap RI untuk PBB di New York, Amerika Serikat, pertemuan dengan Sekretaris Jenderal PBB, briefing kepada anggota PBB di awal dan akhir Presidensi, serta briefing kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan media yang khusus meliput mengenai PBB.

Selama memegang Presidensi, Indonesia terus berupaya memainkan peran sebagai jembatan atau bridge builder, memberikan kontribusi bagi perdamaian dunia di tengah pandemi Covid-19, dan menjaga prinsip-prinsip hukum internasional.

Oleh karenanya, di bawah Presidensi Indonesia, DK PBB telah menghasilkan empat resolusi dan tiga Pernyataan Pers.

Adapun keempat resolusi tersebut adalah resolusi perpanjangan mandat misi pemeliharaan perdamaian di Lebanon (UNIFIL), resolusi perpanjangan mandat misi pemeliharaan perdamaian di Somalia (UNSOM), resolusi perpanjangan rezim sanksi di Mali, dan resolusi tentang personel penjaga perdamaian perempuan yang diprakarsai Indonesia.

Di samping itu, sebetulnya ada satu lagi resolusi usulan Indonesia mengenai penanggulangan terorisme yang telah mendapat dukungan dari 14 negara anggota DK PBB. Namun, resolusi tersebut tidak dapat disahkan karena veto oleh satu negara. Seluruh negara anggota DK PBB pun menyesalkan penggunaan veto terhadap resolusi tersebut.

Resolusi Pertama

Dari berbagai catatan positif di atas, satu hal yang paling menonjol adalah pengesahan Resolusi DK PBB mengenai personel penjaga perdamaian perempuan. Mengapa? Karena resolusi yang disahkan secara konsensus pada 28 Agustus 2020 ini merupakan resolusi pertama hasil prakarsa Indonesia yang berhasil lolos dalam sejarah diplomasi bangsa ini di DK PBB.

“Resolusi 2538 (2020) ini merupakan resolusi pertama dalam sejarah diplomasi Indonesia di DK PBB. Hal ini sekaligus merupakan wujud sumbangsih Indonesia dalam meningkatkan peran perempuan sebagai agen perdamaian, khususnya dalam misi pemeliharaan perdamaian PBB,” kata Menlu Retno Marsudi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (29/8/2020).

Menurutnya, ini merupakan suatu terobosan penting karena untuk pertama kalinya DK PBB meloloskan resolusi yang secara khusus mengangkat peran personel perempuan penjaga perdamaian dunia.

Di samping itu, resolusi ini juga tergolong langka karena disponsori bersama oleh seluruh anggota DK PBB. Tidak main-main, resolusi yang digagas Indonesia ini disponsori oleh 97 negara PBB, termasuk seluruh anggota DK PBB.

Dukungan yang luar biasa dari negara-negara PBB tersebut tidak lepas dari konsistensi Indonesia dalam memperjuangkan diplomasi perdamaian dan pemberdayaan peran perempuan dalam perdamaian sejak awal keanggotaannya di DK PBB pada 2019.

"Hal ini sekaligus merupakan bukti peran aktif Indonesia sebagai bridge builder, yang tidak hanya berhasil jembatani perbedaan posisi, tetapi juga mempersatukan anggota DK PBB," ujar Menlu Retno Marsudi.

Beberapa elemen utama yang termuat dalam Resolusi 2538 (2020) ini, antara lain perlunya peningkatan jumlah personel perempuan dalam misi PBB, kerja sama pelatihan dan pengembangan kapasitas, pembentukan jejaring dan database personel perempuan, peningkatan keselamatan dan keamanan, penyediaan sarana dan fasilitas khusus bagi personel perempuan, serta kerja sama PBB dengan organisasi kawasan.

Pasukan perdamaian perempuan Indonesia selama ini memang diakui perannya dalam mendekatkan diri dengan masyarakat setempat di wilayah konflik, khususnya dalam perlindungan perempuan dan anak.

Saat ini, personel perempuan penjaga perdamaian PBB berjumlah 5.327 atau hanya 6,4% dari total 82.245 personel. Indonesia sendiri merupakan salah satu kontributor personel perempuan terbesar dengan 158 personel yang bertugas di tujuh misi pemeliharaan perdamaian (MPP) PBB.

Ketujuh MPP tersebut adalah MPP di Lebanon, Republik Demokratik Kongo, Republik Afrika Tengah, Sudan Selatan, Darfur, Mali, dan Sahara Barat. Sementara sejak 1999, Indonesia telah mengirim lebih dari 570 personel perempuan ke berbagai MPP.

Presidensi 2019

Sebelum ini, Indonesia juga menjabat Presidensi DK PBB pada Mei 2019. Selama kurun waktu tersebut, Indonesia juga menorehkan berbagai capaian positif terkait upaya pemeliharaan perdamaian dunia, yang selaras dengan amanah UUD 1945 untuk melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. ​

Bagi Indonesia, konsep perdamaian lebih luas dari sekadar ketiadaan perang, namun juga mencakup aspek pembangunan ekonomi, pemberdayaan masyarakat, perlindungan Hak Asasi Manusia, dan demokrasi.

Tema besar "Investing in Peace" atau "Menabur Benih Perdamaian" yang diangkat Indonesia pada Presidensi pertama ini merupakan esensi dari kepemimpinan intelektual Indonesia selama pelaksanaan Presidensi. Melalui serangkaian kegiatan utama, Indonesia telah menegaskan bahwa perdamaian bersifat multidimensional dan harus diupayakan secara menyeluruh.

Berapa kegiatan utama itu di antaranya Sidang Terbuka DK PBB mengenai Misi Pemeliharaan Perdamaian (MPP) PBB. Sidang terbuka bertajuk "Investing in Peace: Improving Safety and Performance of UN Peacekeeping" tersebut berlangsung pada 7 Mei 2019 dan dihadiri oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan 60 negara anggota PBB. Sidang ini menghasilkan Presidential Statement sebagai dokumen pertama DK PBB mengenai penguatan pelatihan dan peningkatan kapasitas MPP PBB.

Kemudian Indonesia juga memimpin Sidang Terbuka mengenai Perlindungan Warga Sipil dalam Konflik Bersenjata pada 23 Mei 2019. Pertemuan ini merupakan wujud nyata komitmen Indonesia untuk mendukung pemajuan HAM dan hukum humaniter internasional di dunia, sekaligus memperingati 20 tahun dimulainya pembahasan perlindungan penduduk sipil oleh DK PBB, serta 70 tahun Konvensi Jenewa mengenai hukum humaniter internasional.

Tak kalah penting, selama Presidensi, Indonesia mengukuhkan komitmen dukungannya yang tulus bagi perjuangan rakyat Palestina. Indonesia terus memastikan bahwa isu Palestina tetap menjadi perhatian DK PBB dan mengedepankan nilai kemanusiaan dan keadilan dalam penyelesaian konflik Israel dan Palestina. Karenanya, Indonesia menyelenggarakan diskusi informal dalam format Arria Formula mengenai pembangunan pemukiman ilegal Israel di wilayah Palestina pada 9 Mei 2019.

Selanjutnya, Indonesia juga memimpin sidang DK PBB dalam format briefing mengenai situasi di Timur Tengah pada 22 Mei 2019.

Yang juga layak dicatat adalah keberhasilan Indonesia menghadirkan nuansa Indonesia yang kental dalam tata persidangan DK PBB. Berbagai motif dan corak kain Batik mewarnai berbagai persidangan DK PBB sepanjang Mei 2019.

Menandai akhir dari Presidensinya, Indonesia menggelar resepsi diplomatik pada 30 Mei 2019 dengan menyuguhkan penampilan Tari Saman Gayo Aceh. Resepsi tersebut sekaligus dimanfaatkan untuk menggalang dukungan internasional bagi pencalonan keanggotaan Indonesia untuk Dewan HAM periode 2020-2022.

Di samping berbagai pencapaian yang bersifat kegiatan utama di atas, Indonesia juga telah menahkodai pembahasan berbagai persidangan reguler DK PBB, antara lain memfasilitasi pengesahan empat resolusi DK PBB mengenai MPP PBB di UNISFA (Sudan Selatan), UNAMI (Irak), AMISOM (Somalia), dan perpanjangan resolusi mengenai Sanksi Sudan Selatan.

Kemudian Indonesia juga mengeluarkan tiga Press Statement mengenai perkembangan terkini MPP PBB di UNAMID (Darfur, Sudan), MINUSMA (Mali), dan peranan negara-negara di kawasan Sahel, Afrika Utara, dalam mendukung stabilitas kawasan melalui G5 Sahel Joint Force.

Semua capaian ini tentunya mencerminkan bahwa Presidensi DK PBB oleh Indonesia terlaksana secara terencana, sistematis, dan terarah, yang didasarkan pada kepentingan nasional sekaligus membawa dampak nyata bagi masyarakat dunia. (Foto: Kemlu)