Stranas PK untuk Indonesia Bebas Korupsi

:


Oleh Norvantry Bayu Akbar, Kamis, 27 Agustus 2020 | 18:07 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 740


Jakarta, InfoPublik - Penegakan hukum memang penting dalam upaya pemberantasan korupsi. Tapi perlu diingat, pencegahan juga sama pentingnya. Seperti sebuah pepatah yang kerap kita dengar, yakni mencegah lebih baik daripada mengobati. Inilah yang dalam beberapa tahun terakhir ini kerap ditekankan Presiden Joko Widodo terkait pemberantasan korupsi.

Hal itu kembali ditegaskan Kepala Negara saat memberikan sambutan dalam acara Aksi Nasional Pencegahan Korupsi (ANPK) yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui konferensi video dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (26/8/2020).

Presiden Joko Widodo menyebutkan, ada tiga agenda besar yang harus diwujudkan pemerintah dalam aksi pencegahan korupsi. Pertama ialah pembenahan regulasi nasional. Sudah menjadi rahasia umum bahwa permasalahan ini memang menjadi salah satu perhatian Presiden sejak dirinya memimpin Indonesia pada 2014.

"Regulasi yang tumpang tindih, tidak jelas, dan tidak memberikan kepastian hukum yang membuat prosedur berbelit-belit, yang membuat pejabat dan birokrasi tidak berani melakukan eksekusi dan inovasi, ini yang harus kita rombak dan kita sederhanakan," tegasnya.

Semangat pembenahan regulasi tersebut salah satunya tengah dimulai oleh pemerintah melalui penyusunan omnibus law atau undang-undang sapu jagat yang menyinkronisasikan puluhan undang-undang secara serempak sehingga antarundang-undang bisa selaras memberikan kepastian hukum serta mendorong kecepatan kerja dan inovasi dan akuntabel.

Namun, Kepala Negara juga mengingatkan kepada para penegak hukum dan pengawas untuk tidak memanfaatkan regulasi yang saat ini belum sinkron untuk menakut-nakuti pengambil kebijakan dan pelaksana sehingga agenda pembangunan nasional yang seharusnya bisa dikerjakan secara cepat kemudian menjadi lamban dan bahkan tidak bergerak.

Agenda besar yang kedua adalah reformasi birokrasi. Presiden mengatakan, organisasi birokrasi yang terlalu banyak jenjang dan divisi harus segera disederhanakan tanpa mengurangi pendapatan dan penghasilan dari para birokrat.

"Karena terlalu banyak eselon akan semakin memperpanjang birokrasi, memecah anggaran dari unit-unit kecil yang sulit pengawasannya, dan anggaran akan habis digunakan untuk rutinitas saja," imbuhnya.

Lebih lanjut Presiden mengingatkan, reformasi birokrasi juga erat kaitannya dengan perizinan dan tata niaga yang juga harus memperoleh perhatian khusus. Sebab, yang berkepentingan terhadap perizinan bukan hanya pelaku usaha besar, tetapi juga pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang jumlahnya lebih dari 60 juta dan menjadi penopang utama perekonomian nasional.

Maka itu, sistem perizinan dan tata niaga yang memberi kesempatan bagi para pengambil rente harus segera dirombak dengan salah satunya menerapkan penyederhanaan birokrasi dan pemanfaatan teknologi informasi yang semakin meningkatkan transparansi dan kemudahan bagi masyarakat.

Adapun kampanye terhadap literasi antikorupsi, yang menjadi agenda besar ketiga, harus bersama-sama digalakkan. Menurut Presiden, masyarakat juga harus diedukasi sehingga memahami apa itu korupsi, gratifikasi, hingga kepatutan dan kepantasan yang kemudian menjadi budaya keseharian.

"Takut melakukan korupsi bukan hanya terbangun atas ketakutan terhadap denda dan penjara. Takut melakukan korupsi juga bisa didasarkan pada ketakutan kepada sanksi sosial, takut dan malu kepada keluarga, tetangga, dan kepada Allah SWT," ucapnya.

Oleh karenanya, Kepala negara pun mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama menyamakan visi dan menyelaraskan langkah untuk melaksanakan tiga agenda besar tersebut dan membangun pemerintah yang efektif, efisien, inovatif, sekaligus bebas dari korupsi.

Stranas PK

Pembentukan Tim Nasional Pencegahan Korupsi (Timnas PK) sesuai amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2018 Tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) merupakan salah satu bentuk keseriusan pemerintah dalam upaya pencegahan korupsi.

Timnas PK, menurut Perpres ini, terdiri atas Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional(PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Kantor Staf Presiden (KSP), dan KPK.

Penyusunan Stranas PK dan pembentukan Timnas PK tersebut dimaksudkan untuk mendorong upaya pencegahan korupsi yang lebih efektif dan efisien dengan terfokus pada sektor yang strategis dan mempengaruhi performa pembangunan serta kepercayaan publik kepada pemerintah.

Selain itu, pencegahan korupsi juga akan semakin efisien apabila beban administrasi dan tumpang tindih dapat dikurangi secara signifikan melalui kolaborasi yang lebih baik antara kementerian, lembaga, pemerintah daerah, pemangku kepentingan lainnya, dan KPK.

Adapun upaya sinergi dalam rangka pencegahan korupsi ini berfokus pada tiga sektor, yakni perizinan dan tata niaga, keuangan negara, dan penegakan hukum dan reformasi birokrasi.

Sektor perizinan dan tata niaga menjadi salah satu fokus Stranas PK karena bersentuhan langsung dengan masyarakat dan pelaku usaha. Korupsi di sektor perizinan dapat menghambat usaha dan investasi, pertumbuhan ekonomi, serta lapangan kerja. Sedangkan korupsi di sektor tata niaga dapat berdampak tingginya biaya ekonomi pada komoditas pokok sehingga menjadi beban, terutama bagi masyarakat golongan ekonomi lemah.

Pada sektor ini, setidaknya ada lima aksi yang dijalankan Timnas PK, di antaranya peningkatan pelayanan dan kepatuhan perizinan dan penanaman modal; perbaikan tata kelola data dan kepatuhan sektor ekstraktif, kehutanan, perkebunan; dan penerapan manajemen antisuap di pemerintah dan swasta.

Kemudian integrasi dan sinkronisasi data impor pangan strategis, serta utilisasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk perbaikan tata kelola pemberian bantuan sosial dan subsidi.

Sementara sektor keuangan negara pada prinsipnya menyangkut dua sisi utama, yakni penerimaan (revenue) dan belanja (expenditure).

Korupsi di sisi penerimaan negara menjadi fokus karena berdampak pada tidak tercapainya target penerimaan negara serta pelayanan publik dan pembangunan menjadi tidak optimal dan tidak tepat sasaran. Sedangkan korupsi di sisi belanja, terutama proses perencanaan, penganggaran, serta pengadaan barang dan jasa pemerintah, berdampak pada tidak tercapainya target pembangunan nasional.

Aksi yang dijalankan pada sektor ini ada tiga, yaitu integrasi sistem perencanaan dan penganggaran berbasis elektronik, peningkatan profesionalitas dan modernisasi pengadaan barang dan jasa, serta optimalisasi penerimaan negera dari penerimaan pajak dan nonpajak.

Sektor terakhir, penegakan hukum dan reformasi birokrasi, menjadi fokus Stranas PK karena korupsi terkait penegakan hukum dan birokrasi sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan publik kepada negara.

Untuk sektor ini, Timnas PK akan fokus pada tiga aksi, antara lain penguatan pelaksanaan reformasi birokrasi, implementasi grand design strategi pengawasan keuangan desa, dan perbaikan tata kelola sistem peradilan pidana.

Capaian Stranas PK 2019-2020

Berdasarkan laporan Timnas PK hingga triwulan pertama 2020, dalam hal sektor perizinan dan tata niaga, capaian aksi pelayanan dan kepatuhan perizinan dan penanaman modals adalah 61,3 persen; perbaikan tata kelola data dan kepatuhan sektor ekstraktif, kehutanan, perkebunan 39,4 persen; dan penerapan manajemen antisuap di pemerintah dan swasta 48,2 persen.

Kemudian integrasi dan sinkronisasi data impor pangan strategis 60,84 persen, serta utilisasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk perbaikan tata kelola pemberian bantuan sosial dan subsidi 55,57 persen. Sehingga secara keseluruhan capaian sektor ini adalah 53,06 persen.

Sementara pada sektor keuangan negara, capaian aksi integrasi sistem perencanaan dan penganggaran berbasis elektronik adalah 43,36 persen, peningkatan profesionalitas dan modernisasi pengadaan barang dan jasa 43,2 persen, serta optimalisasi penerimaan negera dari penerimaan pajak dan nonpajak 59,4 persen. Sehingga secara keseluruhan capaian sektor ini adalah 48,65 persen.

Sedangkan pada sektor penegakan hukum dan reformasi birokrasi, capaian aksi penguatan pelaksanaan reformasi birokrasi adalah 57,2 persen, implementasi grand design strategi pengawasan keuangan desa 63,33 persen, dan perbaikan tata kelola sistem peradilan pidana 55,61 persen. Sehingga secara keseluruhan capaian sektor ini adalah 58,71 persen.

Adapun targetnya adalah seluruh aksi di ketiga sektor tersebut sudah rampung 100 persen pada akhir 2020. Menurut Pasal 5 Perpres Stranas PK, seluruh aksi yang dijalankan pada masing-masing sektor hanya berlaku untuk jangka waktu dua tahun dan akan disusun ulang selaras dengan kebijakan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan KPK terbaru.

Hadirnya Stranas PK ini merupakan penyempurnaan dari Stranas Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK) Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 sebagaimana tertuang dalam Perpres nomor 55 Tahun 2012 yang dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan pencegahan korupsi sehingga perlu diganti.

Maka itu, komitmen pemerintah dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak perlu diragukan lagi.

Selain Stranas PK, berbagai upaya juga telah dilakukan oleh pemerintah, seperti penataan kebijakan dan regulasi, baik berupa instruksi/arahan maupun peraturan perundang-undangan; perbaikan tata kelola pemerintahan; pembenahan proses pelayanan publik; serta transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, termasuk penyelamatan keuangan/ aset negara.

Seluruh upaya tersebut pun membuahkan hasil yang positif. Berdasarkan data Transparency International Indonesia, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia dalam lima tahun terakhir terus mengalami kenaikan.

Pada 2015, nilai IPK Indonesia sebesar 36 dan berada di peringkat 88 dari 168 negara. Kemudian naik menjadi 37 pada 2016, 37 pada 2017, 38 pada 2018, dan 40 pada 2019 yang menempatkan Indonesia di peringkat 86 dari 180 negara.

Di samping itu, indeks Survei Penilaian Integritas (SPI) instansi pemerintah juga terus mengalami kenaikan. Sebagai informasi, SPI merupakan upaya pemetaan integritas, risiko korupsi, dan capaian upaya pencegahan korupsi pada Kementerian/Lembaga/Daerah (K/L/D) yang menjadi target kegiatan pencegahan korupsi oleh KPK.

Pada 2019, SPI dilakukan pada 127 K/L/D dengan rincian 100 pemerintah daerah yang terdiri atas 15 provinsi dan 85 kabupaten/kota, serta 27 kementerian/lembaga. Adapun respondennya adalah pegawai (internal), pengguna layanan (ekstrenal), dan ahli/pakar (eksper).

Hasilnya, dalam rentang 0-100, indeks SPI 2019 berada pada angka minimal 63,6 dan angka maksimal 89,3, dengan rata-rata 76. Angka rata-rata tersebut mengalami kenaikan dibandingkan dengan 2017 dan 2018 yang hanya berkisar 66 dan 68. (Foto: RRI)