Sanksi Mengintai Pelanggar Protokol Kesehatan

:


Oleh Norvantry Bayu Akbar, Minggu, 9 Agustus 2020 | 09:52 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 774


Jakarta, InfoPublik - Keseriusan Pemerintah dalam melandaikan kurva penularan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di Tanah Air tidaklah main-main. Sejak pasien positif pertama kali ditemukan pada Maret 2020 lalu, Pemerintah secara terus menerus bekerja memutus penularan Covid-19. Tidak bosan pula, Pemerintah mengimbau masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan agar tidak tertular virus tersebut.

Protokol kesehatan yang diberlakukan pun cukup mudah dan sederhana untuk diterapkan. Setidaknya ada empat hal yang wajib dilakukan, antara lain memakai masker saat ke luar rumah, mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer, menjaga jarak fisik minimal 1 meter, dan menghindari kerumuman.

Di samping itu, kebiasaan baru lain yang juga dianjurkan untuk mencegah penularan Covid-19 adalah memakai baju lengan panjang saat bepergian, langsung mandi saat pulang ke rumah dan cuci pakaian yang dikenakan, memakai pelindung wajah, dan lain sebagainya.

Namun demikian, fakta di lapangan menunjukan bahwa penularan masih saja terjadi sampai saat ini. Berdasarkan data Satuan Tugas (Satgas) Penangangan Covid-19 per 8 Agustus 2020, pasien terkonfirmasi positif berjumlah 123.503 di mana 79.306 di antaranya dinyatakan sembuh dan 5.658 meninggal dunia. Artinya, kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan masih belum maksimal.

Oleh karenanya, guna lebih mendisiplinkan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.

Melalui Inpres yang ditandatangani pada 4 Agustus 2020 ini, Presiden menginstruksikan kepada seluruh jajarannya di pemerintahan, baik itu pusat maupun daerah, untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing dalam menjamin kepastian hukum, serta memperkuat upaya dan meningkatkan efektivitas pencegahan dan pengendalian Covid-19.

Ada dua hal yang ditekankan dalam Inpres ini. Pertama, TNI dan Polri dilibatkan dalam upaya peningkatan disiplin penerapan protokol kesehatan, termasuk penegakan hukumnya bilamana ada yang melanggar.

Oleh karenanya, Presiden menginstruksikan Panglima TNI dan Kapolri untuk memberikan dukungan kepada kepala daerah dengan mengerahkan kekuatannya dalam melakukan pengawasan pelaksanaan protokol kesehatan, menggiatkan patroli gabungan penerapan protokol kesehatan, dan melakukan pembinaan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam upaya pencegahan dan pengendalian Covid-19.

Selain itu, ada satu tugas tambahan untuk Kapolri, yakni mengefektifkan upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan. Ini tentu menjadi salah satu wujud keseriusan pemerintah dalam mengendalikan Covid-19 di Tanah Air.

Hal kedua yang perlu digarisbawahi dalam Inpres ini adalah peran penting para kepala daerah sebagai pihak yang lebih memahami keadaan di wilayahnya masing-masing.

Maka itu, Presiden menginstruksikan kepala daerah untuk meningkatkan sosialisasi secara masif penerapan protokol kesehatan dengan melibatkan masyarakat, pemuka agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, dan unsur masyarakat lainnya.

Kemudian menyusun dan menetapkan peraturan daerah (perda) yang memuat sejumlah ketentuan, antara lain kewajiban mematuhi protokol kesehatan bagi perorangan, pelaku usaha, dan pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum.

Adapun tempat dan fasilitas umum yang dimaksud, seperti perkantoran/tempat kerja, usaha, dan industri; sekolah/institusi pendidikan lainnya; tempat ibadah; stasiun, terminal, pelabuhan, dan bandara; transportasi umum; kendaraan pribadi; toko, pasar modern, dan pasar tradisional; apotek dan toko obat; warung makan, rumah makan, cafe, dan restoran; dan pedagang kaki lima/lapak jalanan.

Kemudian perhotelan/penginapan lain yang sejenis; tempat pariwisata; fasilitas pelayanan kesehatan; area publik atau tempat lainnya yang dapat menimbulkan kerumunan massa; serta tempat dan fasilitas umum dalam protokol kesehatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Di samping itu, perda juga harus memuat sanksi terhadap pelanggaran penerapan protokol kesehatan. Sanksinya dapat berupa teguran lisan atau tertulis, kerja sosial, denda administratif, atau penghentian atau penutupan sementara penyelenggaraan usaha.

Ketentuan terkait penyediaan prasarana dan sarana serta sosialisasi berupa sarana informasi/edukasi pencegahan dan pengendalian Covid-19 juga harus termuat dalam perda tersebut.

Satu catatan yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam penyusunan dan penetapan perda, pemda harus memperhatikan dan disesuaikan dengan kearifan lokal dari masing-masing daerah. Artinya, perda antara satu daerah dan daerah lainnya bisa saja berbeda, termasuk sanksinya.

"Segala biaya yang diperlukan untuk melaksanakan Instruksi Presiden ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi Diktum KETIGA.

Dinamika Zona Risiko Tinggi

Sementara itu, Juru Bicara (Jubir) Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (6/8/2020), menyampaikan bahwa zonasi risiko tinggi pada minggu ini menurun menjadi 33 kabupaten/kota dari sebelumnya 44 kabupaten/kota pada minggu lalu.

Adapun rinciannya adalah 33 kabupaten/kota risiko tinggi, 194 kabupaten/kota risiko sedang, 163 kabupaten/kota risiko rendah, 51 kabupaten/kota tidak ada kasus baru, dan 35 kabupaten/kota tidak terdampak kasus.

“Untuk zonasi risiko tinggi pada minggu lalu ada 44 (kabupaten/kota), turun menjadi 33. Sedangkan risiko sedang naik dari 160 menjadi 194. Pada risiko rendah sebelumnya dari 178 turun menjadi 163,” ungkapnya.

Lebih lanjut Jubir Satgas Penanganan Covid-19 mengungkapkan bahwa delapan kabupaten/kota masih masuk dalam zona merah dalam kurun waktu empat minggu terakhir, yaitu Jakarta Barat dan Jakarta Pusat di DKI Jakarta; Kabupaten Banjar, Kota Banjarbaru, dan Kabupaten Tabalong di Kalimantan Selatan; Kota Semarang di Jawa Tengah; Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang di Sumatra Utara.

Maka itu, kepada masyarakat di delapan daerah tersebut, Satgas Penanganan Covid-19 meminta untuk tetap menerapkan protokol kesehatan sebagai satu-satunya cara menekan persebaran virus corona jenis baru itu.

Kemudian, ada juga 13 kabupaten/kota yang meningkat statusnya dari zona oranye atau risiko sedang menjadi zona merah atau risiko tinggi, antara lain Kabupaten Karang Asem di Bali; Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo Utara, dan Kabupaten Pahuwato di Gorontalo; Kota Depok di Jawa Barat; dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah di Kalimantan Selatan.

Selain itu Kota Ambon di Maluku; Mimika di Papua; Kabupaten Gowa di Sulawesi Selatan, Kabupaten Minahasa dan Kabupaten Minahasa Selatan di Sulawesi Utara; Kota Prabumulih di Sumatra Selatan; dan Kota Binjai di Sumatra Utara.

Sementara itu, Aceh mendapat perhatian lebih dalam penambahan jumlah kasusnya. Dari yang semula 21 kasus menjadi 259 kasus selama periode 26 Juli 2020 hingga 2 Agustus 2020.

Disebutkan, ada satu kabupaten yang semula tidak terdampak menjadi risiko rendah, ada yang semula tidak ada kasus menjadi risiko rendah, delapan kabupaten/kota dari risiko rendah menjadi risiko sedang, tiga kabupaten/kota yang semula tidak terdampak menjadi risiko sedang, dan satu kabupaten/kota yang semula tidak ada kasus menjadi risiko sedang.

Melihat dinamisnya perubahan zona risiko sebuah daerah di atas, Inpres Nomor 6 Tahun 2020 nampaknya memang mendesak untuk diterbitkan. Walaupun sebelumnya sudah ada beberapa daerah yang mengeluarkan perda terkait sanksi pelanggaran protokol kesehatan, tentu hadirnya Inpres ini akan semakin mempercepat daerah lainnya untuk segera membuat yang sama.

Namun demikian, kesukseskan Bangsa ini melawan pandemi Covid-19 kembali lagi pada kedisiplinan masing-masing masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan. Perda sudah ada pun, kalau masyarakat hanya mematuhi protokol kesehatan saat ada petugas saja, maka upaya menekan laju penyebaran Covid-19 tidak akan maksimal. (Foto: ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha)