Manajemen Krisis Era Pandemi

:


Oleh Norvantry Bayu Akbar, Jumat, 17 Juli 2020 | 22:04 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 1K


Jakarta, InfoPublik - Bekerja lebih keras. Bekerja dengan cara luar biasa. Dua pesan tegas itu kerap disampaikan Presiden Joko Widodo selama satu bulan terakhir ini. Tidak hanya untuk dirinya, arahan tersebut juga berlaku bagi seluruh jajaran di pemerintahan, baik pusat maupun daerah.

Mengapa perlu bekerja lebih keras dengan cara luar biasa? Alasan Presiden sangat jelas. Data di lapangan membuktikan laju penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di Indonesia semakin kencang. Setidaknya, per hari ada penambahan pasien positif lebih dari seribu orang. Sementara, jajaran pemerintahan dinilainya masih bekerja secara biasa-biasa saja.

Berdasarkan catatan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 per 17 Juli 2020 pukul 12.00 WIB, sampai saat ini ada sebanyak 83.130 orang terkonfirmasi positif Covid-19, di mana 41.834 orang di antaranya dinyatakan sembuh dan 3.957 orang meninggal dunia. Dalam data terakhir ini saja, penambahan jumlah pasien positif mencapai 1.462.

Makanya, wajar jika Presiden berkali-kali menegaskan bahwa sebagai pelayan dan pelindung masyarakat, para abdi negara yang bekerja di dalam pemerintahan harus memiliki sense of crisis yang sama mengingat pandemi Covid-19 belum ada tanda-tanda berakhir dan penyebarannya juga semakin masif.

Terakhir, Presiden menyampaikan arahan tegas tersebut saat memberikan pengantar pada pertemuan dengan kepala daerah seluruh Indonesia yang membahas "Percepatan Penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2020", di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (15/07/2020).

Pasalnya, orang nomor satu di Indonesia itu menerima laporan bahwa anggaran pemerintah daerah yang masih mengendap di bank saat ini sebesar Rp170 triliun. Menurutnya, jumlah tersebut masih tergolong besar. Presiden mengaku, kini dirinya sendiri ikut langsung memantau penyerapan anggaran kementerian dan pemerintah daerah.

"Uang pemda yang ada di bank itu masih Rp170 triliun. Besar sekali ini. Saya sekarang cek harian. Kementerian saya cek harian, berapa realisasi, ketahuan semuanya. Harian pun sekarang ini saya pegang, provinsi, kabupaten, dan kota," ungkapnya.

Melihat banyaknya anggaran yang belum terserap, Presiden pun meminta para kepala daerah untuk mempercepat belanja pemerintah daerah untuk menggerakkan perekonomian di tengah pandemi ini. Sebab, menurutnya, pembelanjaan anggaran pemerintah, baik pusat maupun daerah, merupakan satu-satunya cara untuk dapat bertahan sekaligus memulihkan ekonomi nasional.

"Kita tidak bisa mengharapkan lagi yang namanya investasi, itu pasti minus pertumbuhannya. Yang bisa diharapkan sekarang ini yaitu belanja pemerintah," katanya. "Birokrasi kita harus kita ajak agar ada speed (cepat) di sini. Hati-hati, ini kalau tidak kita ingatkan, belanja modalnya masih rendah-rendah semuanya," sambung Presiden.

Sama halnya dengan apa yang disampaikan kepada jajaran di Kabinet Indonesia Maju, Kepala Negara juga mengingatkan bahwa dalam situasi saat ini, manajemen pemerintahan yang harus digunakan ialah manajemen dalam konteks krisis.

Maka itu, diperlukan kerja-kerja luar biasa pemerintah daerah untuk dapat menangani dampak pandemi di daerahnya masing-masing, baik dari sisi kesehatan maupun ekonominya.

"Ini situasinya betul-betul situasi yang luar biasa sulitnya. Mengendalikan dua hal ini, ekonomi dan kesehatan, betul-betul harus terjaga dengan baik. Enggak bisa lagi kita kerja dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) normal, enggak bisa. Kita harus kerja dengan SOP yang ada terobosannya. Anak buah ajak untuk masuk ke sana, biar cepat kerja kita," tegasnya.

Namun demikian, Presiden dalam kesempatan yang sama juga mengapresiasi sejumlah kepala daerah yang terbukti berhasil dalam upaya penanganan dan pengendalian Covid-19 di wilayahnya. Daerah itu antara lain DI Yogyakarta, Bangka Belitung, Aceh, Sumatra Barat, dan Gorontalo.

Satu hal yang Presiden tekankan kepada seluruh kepala daerah dalam upaya menekan angka penyebaran Covid-19, yaitu pelaksanaan 3T atau testing (pengujian), tracing (pelacakan), dan treatment (perawatan) secara masif, khususnya di beberapa provinsi yang masih tinggi angka penambahan kasus positif Covidf-19, seperti Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Sumatra Utara, dan Papua.

Di samping itu, Presiden juga akan segera mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) yang akan menjadi payung hukum bagi para kepala daerah untuk mengeluarkan peraturan gubernur terkait sanksi bagi masyarakat yang melanggar protokol kesehatan. Adapun bentuk sanksi tersebut nantinya akan diserahkan kepada kepala daerah untuk menyesuaikan kearifan lokal masing-masing.

Seperti sudah disampaikan di awal, bukan sekali ini saja Presiden menyatakan seluruh jajaran pemerintahan harus memiliki sense of crisis yang sama.

Sebelum ini, Presiden juga sudah menyampaikannya saat memberikan arahan terkait penangangan Covid-19 pada 9 Juli 2020 dalam kunjungan kerjanya di Kalimantan Selatan. Kemudian saat rapat kabinet di Istana Negara, Jakarta, pada 7 Juli 2020. Lebih jauh sebelumnya lagi, yakni saat sidang paripurna kabinet pada 18 Juni 2020 yang videonya sempat menjadi perhatian publik.

Dalam berbagai kesempatan itu, satu pesan dan arahan yang sama adalah Presiden mengajak semua pihak, baik pemerintah pusat dan daerah, untuk memiliki sense of crisis atau perasaan yang sama bahwa pandemi yang dihadapi Indonesia dan juga dunia ini merupakan krisis yang tidak mudah.

Penggunaan kata "perasaan yang sama" yang disampaikan Presiden itu, setidaknya mencerminkan permintaan tulus Kepala Negara kepada semua pihak untuk serius dan berjuang bersama dalam satu koordinasi terkait penanganan pandemi ini. (Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)