Cara Mencetak Abdi Negara Cerdas

:


Oleh Norvantry Bayu Akbar, Senin, 13 Juli 2020 | 21:32 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 839


Jakarta, InfoPublik - Persaingan global saat ini masuk ke dalam ranah digital. Tidak terkecuali pada sistem pemerintahan. Indonesia, mau tidak mau, juga ikut dalam arus revolusi industri 4.0 tersebut. Setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) harus adaptif terhadap teknologi agar kinerja pelayanan lebih cepat, akurat, dan efisien. Digitalisasi birokrasi untuk pelayanan yang optimal adalah hal yang tak bisa disanggah.

Dilansir gtcistudy.com, Senin (13/07/2020), hingga kuartal pertama tahun ini, Indonesia berada di peringkat ke-65 dari 132 negara dalam Global Talent Competitiveness Index (GTCI) dengan nilai 41,81. Peringkat tersebut naik dari tahun 2019 yang berada di posisi 77 dengan nilai 38,61.

Sebagai upaya untuk terus memperbaiki indeks tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mulai tahun ini menerapkan Human Capital Management Strategy menuju Smart ASN 2024 atau disebut juga Grand Design Pembangunan ASN 2020-2024

Salah satu programnya adalah 6P. Program tersebut melingkupi perencanaan; perekrutan dan seleksi; pengembangan kapasitas; penilaian kinerja dan penghargaan; promosi, rotasi, dan karier; serta peningkatan kesejahteraan. Sebuah jalan utama untuk mencapai birokrasi Indonesia berkelas dunia.

Dengan adanya desain besar itu, maka 2019 merupakan tahun penutupan penerapan sistem merit. Artinya, setiap instansi pemerintah sudah tidak asing lagi dengan sistem ini dan harus benar-benar menerapkannya dalam setiap tahapan seleksi.

Perlu diingat, sistem merit adalah kebijakan dan manajemen sumber daya manusia (SDM) aparatur negara yang berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar. Adil dan wajar berarti tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, ataupun kondisi kecacatan.

Penerapannya pun sudah dimulai dari tahap rekrutmen, yakni penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang kini sudah menggunakan sistem digital. Harapannya, dengan sistem rekrutmen yang berhasil menekan angka kecurangan itu, pemerintah bisa mendapatkan orang-orang terpilih yang akan menggerakkan sistem pemerintahan Indonesia. Merekalah yang diharapkan menjadi Smart ASN 2024.

Adapun profil Smart ASN yang disiapkan pemerintah untuk menghadapi era disrupsi dan tantangan dunia yang semakin kompleks meliputi integritas, nasionalisme, profesionalisme, berwawasan global, menguasai teknologi informasi dan bahasa asing, berjiwa melayani (hospitality), berjiwa kewirausahaan (entrepreneurship), dan memiliki jaringan luas.

Menteri PANRB Tjahjo Kumolo mengakui upaya mencetak abdi negara yang cerdas memang merupakan sebuah tantangan tersendiri. Namun demikian, cita-cita mulia tersebut harus terwujud karena ASN yang cerdas memiliki modal untuk menjadi pemimpin bangsa yang baik di masa depan.

Mantan Menteri Dalam Negeri ini ingin agar birokrasi Indonesia nantinya dipimpin ASN yang lebih banyak mendengar, memahami orang lain, serta berempati. Selain itu juga memiliki kemampuan memprediksi segala kemungkinan yang timbul dan memiliki pengendalian diri yang baik dalam menghadapi berbagai persoalan yang datang menerpa.

"Misalnya, terjadi persoalan internal seperti ketidakcocokan serta tindakan indisipliner, atau yang datang dari eksternal seperti globalisasi dan persaingan serta tuntutan publik," jelasnya saat menjadi pembicara dalam pelepasan Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat I angkatan XLIV tahun 2020 di Lembaga Administrasi Negara, Jakarta, Kamis (09/07/2020).

Lebih lanjut Menteri Tjahjo menyebut Smart ASN juga harus mampu membangun kekuatan persuasif sejak dini sehingga ketika nanti merancang konsep, mereka mampu mengomunikasikannya dengan baik dan dapat membentuk lingkungan kerja yang kondusif.

Birokrasi 4.0

Smart ASN yang tidak gagap teknologi atau gaptek dinilai akan menggiring sistem pemerintahan Indonesia ke birokrasi 4.0, beriringan dengan revolusi industri 4.0. Semua jenis layanan publik yang diselenggarakan pemerintah nantinya akan berbasis digital dan terintegrasi. Tentu, digitalisasi sistem pemerintahan ini juga akan diimbangi dengan keamanan siber yang mumpuni.

Setidaknya birokrasi 4.0 memiliki empat indikator, yakni percepatan layanan, efisiensi layanan, akurasi layanan, fleksibilitas kerja, dan berdampak sosial.

Dengan fleksibilitas waktu kerja, maka pekerjaan tidak lagi harus dikerjakan di kantor. Di masa mendatang, beberapa pekerjaan bisa saja dikerjakan melalui gawai seperti ponsel pintar, yang tentu akan lebih efisien dan memperpendek alur birokrasi.

Toh, tak perlu lama menunggu masa mendatang pun, saat ini potensi itu sudah terlihat. Di masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) seperti sekarang ini, bekerja dari rumah atau work from home (WFH) merupakan sebuah kenormalan baru, termasuk di lingkungan pemerintahan.

Sebagai akibat dari penerapan protokol kesehatan jaga jarak (physical distancing), mau tidak mau ASN yang bekerja di kantor harus dikurangi dengan sebagian bekerja dari rumah. Namun demikian, pemerintah memastikan pelayanan publik tetap berjalan normal. Jika nantinya pandemi berakhir, maka fleksibilitas waktu kerja tidak akan asing lagi bagi para abdi negara.

Selanjutnya, pemerintah juga tengah menggodok sistem manajemen talenta nasional. Dengan manajemen talenta, semua kompetensi setiap individu ASN akan terpetakan sehingga tercipta struktur ideal di mana talenta terbaik ditempatkan pada jabatan strategis.

Nantinya, manajemen talenta institusional dari seluruh instansi diintegrasikan untuk membentuk talent pool nasional untuk kemudian diselaraskan dengan manajemen talenta korporasi. Hal ini pun memungkinkan mobilisasi talenta lintas sektor, baik publik maupun swasta, yang fokus dan prioritas meningkatkan pembangunan pusat maupun daerah.

Berdasarkan data Kementerian PANRB per 30 Juni 2020, saat ini tercatat ada 4.286.918 ASN di seluruh Indonesia. Komposisinya, pelaksana administrasi 1.675.981 orang (39%), guru 1.517.654 orang (35%), tenaga kesehatan 310.370 orang dan teknis 322.846 orang (15%), dan struktural 460.067 orang (11%).

Sementara jika dilihat dari jenis kelamin, komposisi ASN terdiri dari perempuan sebesar 51,29% dan laki-laki sebesar 48,71%. Persebarannya sendiri lebih banyak di pemerintah daerah (77,4 persen) daripada pemerintah pusat (22,6%).

Sedangkan berdasarkan tingkat pendidikan, ASN di Indonesia terbanyak adalah lulusan Sarjana (S-1) sebanyak 2.291.695 orang di mana lebih dari separuhnya berprofesi sebagai guru. Disusul kemudian lulusan SMA sebanyak 821.875 orang, Diploma-3 sebanyak 415.736 orang, Pascasarjana (S-2) sebanyak 400.491 orang, lulusan Diploma-2 sebanyak 155.772 orang, Diploma-4 sebanyak 59.716 orang, SMP sebanyak 50.631 orang, Diploma-1 sebanyak 41.331 orang, SD sebanyak 27.637 orang, dan Doktoral (S-3) sebanyak 22.034 orang.

Harus diakui, proporsi ASN saat ini memang belum berimbang. Melihat data di atas, proporsi ASN saat ini masih didominasi oleh jabatan pelaksana yang bersifat administratif, yakni mencapai 1,6 juta orang atau 39% dari total jumlah ASN.

Sementara untuk mendukung terwujudnya visi Indonesia Maju, seperti yang dipaparkan Presiden Joko Widodo saat pelantikan pada 20 Oktober 2019 lalu, diperlukan SDM yang berkeahlian. Oleh karenanya, restrukturisasi komposisi ASN dengan mencetak abdi negara yang cerdas pun tidak bisa ditawar-tawar lagi dan merupakan sebuah keniscayaan. (Foto: Kementerian PANRB)