APD Mewarnai Pesta Demokrasi

:


Oleh Norvantry Bayu Akbar, Rabu, 17 Juni 2020 | 20:08 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 828


Jakarta, InfoPublik - Bila tidak ada penundaan lagi, maka dapat dipastikan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020 akan digelar pada 9 Desember 2020. Itu sesuai keputusan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Pilkada.

Oleh karenanya, agar hari pemungutan suara dapat dilaksanakan sesuai rencana, mulai Senin (15/06/2020) lalu Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melanjutkan kembali tahapan pilkada yang sebelumnya sempat ditunda akibat pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

Perlu diingat, keputusan melanjutkan tahapan pilkada ini diambil bukan serta merta. Melainkan setelah berkonsultasi dengan seluruh pemangku kepentingan, seperti Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan para pakar, mengingat negara harus melanjutkan kehidupan kebangsaannya, termasuk kehidupan politik.

Sebagai referensi perbandingan, saat ini ada kurang lebih 60 negara di dunia yang sedang atau akan melaksanakan pemilihan umum (pemilu), termasuk pemilu lokal. Bahkan, sebagian besar di antara negara-negara tersebut ada pula yang sudah selesai melaksanakannya.

Contohnya yang terjadi di Korea Selatan. Di sana telah selesai dilakukan pemilu pada Maret lalu, yakni justru saat puncak pandemi Covid-19 di negara tersebut.

Ada pula yang melakukan penjadwalan ulang dan sebagainya. Tetapi, hampir seluruh penyelenggaraan pemilu, baik nasional maupun lokal, di berbagai negara itu juga tetap dilanjutkan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Pertanyaannya, bagaimana kira-kira pilkada digelar di tengah pandemi? Satu hal yang pasti, alat pelindung diri (APD) akan mewarnai pesta demokrasi ini. Pasalnya, berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, dari 261 kabupaten/kota yang akan melaksanakan pilkada, sebanyak 40 daerah di antaranya masuk dalam risiko tinggi atau zona merah penyebaran virus corona.

Sementara sebanyak 99 kabupaten/kota masuk zona orange atau risiko sedang, 72 kabupaten/kota masuk zona kuning atau risiko ringan, dan 43 kabupaten/kota masuk zona hijau atau tidak terdampak penyebaran Covid-19.

Namun demikian, ini adalah data sementara dan dinamis. Bisa saja daerah yang masuk zona merah jelang Pilkada berubah menjadi zona kuning, atau sebaliknya zona kuning bisa menjadi zona orange, bahkan jadi zona merah. Maka itu, protokol kesehatan wajib dijalankan dalam seluruh tahapan pilkada. Salah satunya adalah penggunaan APD.

Terkait itu, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah ketok palu untuk menyuntik tambahan anggaran pilkada serentak 2020 sebesar Rp1,411 triliun dari Anggaran Penerimaan Belanja Negara (APBN) untuk pengadaan APD bagi penyelenggara maupun pemilih.

Secara rinci, tambahan anggaran itu terbagi dua, yaitu anggaran yang didistribusikan kepada Penyelenggara Pemilu Pusat, yakni KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), sebesar Rp391 miliar dan anggaran yang didistribusikan untuk Penyelenggara Pemilu Daerah sebesar Rp1,02 triliun.

Adapun rincian suntikan tambahan anggaran Rp391 miliar untuk Penyelenggara Pemilu Pusat antara lain untuk KPU sebesar Rp129 miliar, Bawaslu sebesar Rp323 miliar, dan DKPP sebesar Rp39 miliar.

Sama halnya dengan pusar, anggaran Rp1,02 triliun untuk Penyelenggara Pemilu Daerah juga terbagi menjadi tiga pos, yaitu KPU Daerah sebanyak Rp908,44 milyar, Bawaslu Daerah sebanyak Rp76,36 miliar, dan pengamanan sebesar Rp35,78 miliar.

Sebelumnya, total anggaran pilkada 2020 yang sudah dianggarkan pemerintah dari APBN pada tahun lalu adalah sebesar Rp14,98 triliun, di mana yang sudah dicairkan untuk lima tahapan awal pilkada sebelum pandemi adalah sebesar Rp5,78 triliun. Dengan demikian, masih ada sisa kurang lebih Rp9,2 triliun yang telah dibekukan menyusul adanya Keputusan KPU untuk menunda seluruh sisa tahapan pilkada akibat pandemi pada April lalu.

Sementara itu, menurut Ketua KPU Arief Budiman, pihaknya akan menyediakan 13 juta lembar masker kain, 304.927 boks masker sekali pakai untuk petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dengan asumsi per Tempat Pemungutan Suara (TPS) mendapat jatah dua boks, 609.854 boks masker sekali pakai cadangan untuk pemilih di TPS, serta hand sanitizer, desinfektan, vitamin, dan lain sebagainya.

Rincian tersebut disampaikan Ketua KPU dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menkeu, Bawaslu, DKPP, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) secara virtual, Kamis (11/6/2020) pekan lalu.

Sebagai bagian dari protokol kesehatan, KPU akan memastikan petugas yang bertugas di TPS harus memakai masker sejak dari rumah hingga di TPS. Selain itu, KPU juga akan menyediakan masker bagi pemilih, sabun cair untuk cuci tangan, dan gentong air pada setiap TPS, serta menerapkan larangan bersalaman dan berdekatan guna mematuhi aturan jaga jarak.

Berdasarkan data terakhir KPU pada 9 Juni 2020, jumlah pemilih dalam pilkada serentak 2020 mencapai 106.774.112 orang. Dengan asumsi menggunakan batasan maksimal 500 pemilih per TPS, maka berdasarkan data tersebut KPU memperkirakan jumlah TPS untuk pilkada kali ini akan sebanyak 304.927 di seluruh Indonesia.

Banyak Penyesuaian

Mengingat pilkada akan digelar di tengah pandemi, KPU pun akan melakukan sejumlah penyesuaian dalam setiap tahapannya. Salah satunya termasuk mengoptimalkan sosialisasi pemilu pada era new normal atau adaptasi kebiasaan baru dengan memfokuskan pada kreativitas melalui konten digital untuk mencegah kerumunan dan penularan Covid-19

Selain itu, KPU juga akan membatasi aktivitas petugas di lapangan untuk melakukan pertemuan tatap muka langsung dengan masyarakat. Kalaupun ada kegiatan sosialisasi ke lapangan, maka petugas hanya akan mendatangi warga dengan tetap menjaga jarak dan menerapkan protokol kesehatan, serta tidak bersalaman dan berlama-lama dalam melakukan sosialisasi.

Seperti telah disebutkan di atas, penambahan anggaran, menurut KPU, menjadi salah satu hal yang berat tapi harus dilakukan. Pasalnya, selain pengadaan APD, penambahan anggaran juga merupakan konsekuensi dari adanya penyesuaian jumlah TPS. Bila sebelumnya per TPS maksimal 800 orang, kini dengan keputusan maksimal hanya 500 orang maka dipastikan akan ada penambahan jumlah TPS dan berimbas pada anggaran.

Selain itu, saat ini KPU juga tengah memikirkan penggunaan alat coblos di era adaptasi kebiasaan baru. Apakah tetap menggunakan paku, menggunakan alat lain yang sekali pakai, atau alternatif lain degan tetap menggunakan paku namun pemilih diberikan sarung tangan dan paku dibersihkan dalam jangka beberapa pemilih.

Kemudian penggunaan tinta juga menjadi pertimbangan karena jika sistemnya masih seperti biasanya, dikhawatirkan setiap mencelup tinta maka pemilih akan mudah tertular Covid-19. Ini masih menjadi pembahasan bersama seluruh pemangku kepentingan dan akan dicarikan jalan keluarnya, apakah menggunakan tinta dengan sistem semprot, tetes, atau oles.

Satu hal yang juga tak luput dari perhatian KPU adalah para pasien Covid-19. Terkait ini, KPU memastikan akan tetap menjamin hak pilih mereka saat pilkada serentak 2020 yang akan digelar pada 9 Desember 2020 mendatang. Mekanismenya, petugas akan mendatangi rumah sakit tempat pasien Covid-19 dirawat dengan memakai apd lengkap.

Tidak hanya itu, KPU juga akan menyediakan satu bilik khusus mencoblos bagi masyarakat dengan keluhan kondisi kesehatan yang mengarah pada gejala Covid-19 di setiap TPS. Dengan demikian, harapannya seluruh pemilih dapat menggunakan hak pilihnya apa pun kondisi mereka dan di mana pun mereka berada.

Kurang lebih begitulah gambaran bagaimana pilkada serentak kali ini akan berjalan di tengah pandemi. Kedisiplinan penyelenggara dan pemilih dalam menjalankan protokol kesehatan merupakan kunci agar pesta demokrasi ini dapat berjalan sukses dan tetap demokratis meskipun banyak dilakukan penyesuaian di sana sini. (Foto: ANTARA FOTO/Irfan Anshori)