Membedah PP Manajemen PNS Terbaru

:


Oleh Norvantry Bayu Akbar, Selasa, 19 Mei 2020 | 08:24 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 2K


Jakarta, InfoPublik - Presiden Joko Widodo pada awal tahun ini telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Maksud dan tujuan dari adanya perubahan ini tak lain dan tak bukan adalah untuk semakin meningkatkan pengembangan karier PNS, pemenuhan kebutuhan organisasi, dan pengembangan kompetensi PNS.

Adapun perubahan dan penambahan aturan dalam beleid ini ada sebanyak 30 hal, di antaranya terkait pendelegasian kewenangan Presiden, kedudukan Jabatan Fungsional (JF), mutasi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT), penugasan PNS, pengembangan kompetensi, Batas Usia Pensiun (BUP) Pejabat Fungsional yang diberhentikan sementara, dan ketentuan penyetaraan jabatan akibat dari penataan birokrasi.

Berikut rincian perubahan dan penambahan aturan dalam PP 17/2020 yang diteken Presiden Joko widodo dan diundangkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly pada 28 Februari 2020.

Presiden Bisa Cabut Pendelegasian Kewenangan

Dalam Pasal 3 ditambahkan satu ayat, yakni ayat (7), yang menyebut Presiden dapat menarik kembali pendelegasian kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS dalam hal pelanggaran prinsip sistem merit yang dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) atau untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.

Calon PNS Harus Lulus Pelatihan Prajabatan

Di antara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan satu pasal, yakni Pasal 34A, yang berbunyi "Dalam hal pelaksanaan pelatihan prajabatan (pendidikan dan pelatihan terintegrasi) bagi calon PNS tidak dapat dilaksanakan dalam masa percobaan karena kondisi tertentu, pengangkatan calon PNS menjadi PNS dapat dilakukan setelah calon PNS mengikuti dan lulus pelatihan prajabatan.

"Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri berdasarkan pertimbangan ketersediaan anggaran, sarana, dan prasarana pelatihan, sumber daya manusia pelatihan, dan/atau kebijakan strategis nasional," bunyi Pasal 34 ayat (2).

Perubahan Definisi Pangkat

Dalam Pasal 46 PP 11/20017, pangkat didefinisikan sebagai kedudukan yang menunjukkan tingkatan jabatan berdasarkan tingkat kesulitan, tanggung jawab, dampak, dan persyaratan kualifikasi pekerjaan yang digunakan sebagai dasar penggajian. Dalam PP 17/2020, defisini pangkat berubah menjadi kedudukan yang menunjukkan tingkatan jabatan.

JF di Bawah JPT Madya

Dalam Pasal 67 PP 11/2017, JF berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab secara langsung kepada JPT pratama, pejabat administrator, atau pejabat pengawas yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan tugas JF. Dalam PP 17/2020, JF juga berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab secara langsung kepada JPT Madya.

"Penentuan berkedudukan dan bertanggung jawab secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan struktur organisasi masing-masing instansi pemerintah," bunyi Pasal 67 ayat (2).

JF Bisa Diangkat Melalui Promosi

Ketentuan ayat (1) Pasal 74 ditambahkan satu huruf, yakni huruf d, di mana pengangkatan PNS ke dalam JF keahlian dan JF keterampilan kini bisa dilakukan melalui pengangkatan promosi. Sebelumnya, pengangkatan hanya melalui pengangkatan pertama, perpindahan dari jabatan lain, atau penyesuaian.

Pengangkatan JF Tidak Perlu Lulus Uji Kompetensi

Dalam Pasal 75 ayat (1) dan Pasal 78 ayat (1) PP 11/2017, salah satu syarat pengangkatan JF keahlian dan JF keterampilan melalui pengangkatan pertama harus mengikuti dan lulus uji kompetensi teknis, kompetensi manajerial, dan kompetensi sosial kultural sesuai standar kompetensi yang telah disusun oleh instansi pembina. Dalam PP 17/2020, ketentuan tersebut dihapus.

Tambahan Tugas Instansi Pembina JF

Dalam Pasal 99 ayat (3) PP 17/2020 ditambahkan satu huruf, yakni huruf s, di mana tugas Instansi pembina juga menyusun informasi faktor jabatan untuk evaluasi jabatan. Selain itu, ditambahkan juga satu ayat, yakni ayat (8), yang menyebutkan ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan informasi faktor jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf s tersebut diatur dengan Peraturan Menteri.

JPT Bidang Tertentu Bisa dari Kalangan Non-PNS

Ketentuan Pasal 106 diubah sehingga kini JPT utama dan JPT Madya tertentu di bidang rahasia negara, pertahanan, keamanan, pengelolaan aparatur negara, kesekretariatan negara, dan pengelolaan sumber daya alam dapat diisi dari kalangan non-PNS sepanjang mendapatkan persetujuan dari Presiden setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Menteri Keuangan.

Syarat Pengangkatan JPT Dapat Dikecualikan atas Persetujuan Presiden

Ketentuan Pasal 107 dan 108 diubah sehingga pengangkatan JPT dari kalangan PNS (JPT utama, JPT madya, dan JPT pratama) maupun non-PNS (JPT utama dan JPT madya) dapat dilakukan dengan mengecualikan persyaratan dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Presiden.

Mutasi JPT Bisa Dilakukan Antarinstansi

Ketentuan Pasal 132 diubah sehingga pengisian JPT melalui mutasi kini dapat dilakukan dari satu JPT ke JPT yang lain dalam satu instansi maupun antarinstansi dengan melakukan uji kompetensi di antara pejabat pimpinan tinggi lainnya dan berkoordinasi dengan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

TNI-Polri Tidak Bisa Mengisi JPT Pratama

Ketentuan Pasal 159 huruf c dihapus sehingga kini prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Kepolisian RI (Polri) hanya dapat diangkat menjadi JPT utama dan madya. Sebelumnya, dalam PP 11/2017, prajurit TNI dan anggora Polri juga bisa menjadi JPT pratama.

Pengembangan Karier PNS Tidak Perlu Penugasan Khusus

Ketentuan Pasal 178 diubah sehingga selain mutasi dan/atau promosi, pengembangan karir PNS dapat dilakukan hanya dengan melalui penugasan, tanpa ada penugasan khusus seperti yang diatur dalam PP sebelumnya.

Selain itu, masih terkait penugasan, di antara Pasal 202 ayat (1) dan ayat (2) disisipkan satu) ayat, yakni ayat (1a), yang menjelaskan bahwa penugasan sebagaimana dimaksud pasal 178 dilaksanakan dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas dan pencapaian kinerja organisasi.

Pengembangan Kompetensi Melalui Corporate University

Di antara Pasal 203 ayat (4) dan ayat (5) disisipkan satu ayat, yakni ayat (4a), yang menyebutkan bahwa hak dan kesempatan mendapatkan pengembangan kompetensi bagi PNS dilaksanakan melalui pendekatan sistem pembelajaran terintegrasi (corporate university).

Pelatihan Struktural Kepemimpinan Diatur Peraturan LAN

Ketentuan Pasal 217 diubah dengan menghapus ayat (4), (5), dan (6), di mana ketiga ayat tersebut dipisahkan menjadi dua pasal sendiri, yakni pasal 217A dan 217B. Dalam kedua pasal tersebut dijelaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pelatihan struktural kepemimpinan madya dan akreditasi pelatihannya diatur dengan Peraturan Lembaga Administrasi Negara (LAN)

Ketentuan PNS Diberhentikan Tidak Hormat

Dalam Pasal 250 PP 11/2017, salah satu alasan PNS diberhentikan tidak dengan hormat adalah dipidana dengan pidana penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum. Dalam PP yang baru, frasa "dan/atau pidana umum" dihapus.

Selain itu, ketentuan Pasal 254 juga diubah, khususnya pada ayat (4), yang menyatakan bahwa bila PNS melanggar kewajiban mengundurkan diri sebagai PNS saat ditetapkan sebagai calon peserta Pemilihan Umum (Pemilu) atau Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), yang bersangkutan diberhentikan tidak dengan hormat. Dalam PP sebelumnya, pelanggaran kewajiban ini masih diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.

Pemberhentian PNS Sementara karena Hukum

Ketentuan Pasal 280 diubah sehingga pemberhentian sementara PNS akibat ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana berlaku sejak yang bersangkutan ditahan. Dalam PP sebelumnya, pemberhentian sementara berlaku akhir bulan sejak ditahan.

Guru dan Dosen Dapat Cuti Tahunan

Ketentuan Pasal 315 diubah sehingga PNS yang menduduki jabatan guru pada sekolah dan jabatan dosen pada perguruan tinggi yang mendapat liburan menurut peraturan perundang-undangan berhak mendapatkan cuti tahunan. Dalam PP sebelumnya, atau guru atau dosen yang mendapat libur menurut peraturan perundang-undangan disamakan dengan PNS yang telah menggunakan hak cuti tahunan.

Ketentuan Cuti Sakit

Ketentuan Pasal 320 diubah sehingga persyaratan pengajuan cuti sakit tidak lagi dibagi menjadi dua berdasarkan lama sakit. Dalam PP sebelumnya, apabila sakit lebih dari 1 hari sampai 14 hari, PNS wajib melampirkan surat keterangan dokter. Sementara bila sakit lebih dari 14 hari, PNS wajib melampirkan surat keterangan dokter pemerintah.

"PNS yang sakit berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan PNS yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan surat keterangan dokter, baik di dalam maupun luar negeri, yang memiliki izin praktek yang dikeluarkan oleh pejabat/instansi yang berwenang," bunyi Pasal 320 ayat (1) PP 17/2020.

Pemberi Hak Cuti yang Dijalankan di Luar Negeri

Di antara Pasal 339 ayat (1) dan ayat (2) disisipkan satu ayat, yakni ayat (1a), yang menyatakan bahwa selain PPK, pejabat yang mendapatkan kuasa dari PPK juga dapat memberikan hak atas cuti yang akan dijalankan di luar negeri.

Ketentuan PNS Diangkat Menjadi Pimpinan Nonstruktural

Dalam Pasal 349 ayat (1) ditambahkan satu huruf, yakni huruf k, di mana PNS juga dapat diberhentikan dengan hormat ketika diangkat menjadi jabatan lain pada lembaga selain kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, pada saat mencapai BUP selama masa jabatannya.

Selain itu, ketentuan ayat (2) juga diubah, yakin BUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 58 tahun dikecualikan bagi PNS yang menduduki JF. Dalam PP sebelumnya, pengecualian hanya diberikan kepada PNS yang menduduki JF diplomat yang diangkat menjadi kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh.

Kemudian ada juga penambahan satu ayat, yakni ayat (3), yang menyebut BUP bagi PNS yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sesuai dengan BUP pada JF terakhir yang diduduki.

Penyetaraan Jabatan PNS karena Penataan Birokrasi

Ketentuan BAB XIII ditambahkan satu bagian, yakni Bagian Kelima tentang Penyetaraan Jabatan PNS karena Penataan Birokrasi. Pada bagian ini terdiri atas dua pasal baru, yakni Pasal 350A dan Pasal 350B.

Pasal 350A ayat (1) menyatakan dalam hal diperlukan penataan birokrasi, penyesuaian jabatan ke dalam JF dapat dilakukan penyetaraan jabatan. Kemudian pada ayat (2) dijelaskan penyetaraan jabatan tersebut diatur dengan Peraturan Menteri.

Sedangkan Pasal 350B ayat (1) menyatakan dalam hal terjadi perubahan kebijakan pemerintah mengenai penataan birokrasi yang berdampak terhadap perubahan pengaturan manajemen aparatur sipil negara pada instansi pemerintah, maka Presiden dapat menerbitkan Peraturan Presiden.

"Penerbitan Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan pertimbangan teknis dari Menteri,” bunyi Pasal 350B ayat (2).

Ketentuan Peralihan PNS

Ketentuan Pasal 352 diubah sehingga berbunyi, "Pangkat dan golongan ruang PNS yang sudah ada pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, tetap berlaku sampai dengan diberlakukannya ketentuan mengenai pangkat PNS berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai pangkat, gaji, dan tunjangan PNS sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.”

Selanjutnya, di antara Pasal 352 dan Pasal 353 juga disisipkan satu pasal, yakni Pasal 352A, yang menjelaskan bahwa pangkat dan golongan ruang masih dipergunakan sebagai syarat pengangkatan dalam jabatan sampai dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pangkat.

Tunjangan JF

Terakhir, di antara Pasal 360 dan Pasal 361 disisipkan satu pasal, yakni Pasal 360A, yang menyebutkan bahwa tunjangan JF tetap dapat dibayarkan sampai dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang gaji, tunjangan, dan fasilitas. (FOTO: setkab)