Mengawal Kepulangan Pekerja Migran

:


Oleh Norvantry Bayu Akbar, Rabu, 13 Mei 2020 | 12:09 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 574


Jakarta, InfoPublik - Benteng kesehatan di sejumlah negara pun jebol. Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), pertama kali muncul di Wuhan - China akhir 2019, menyebar cepat dan tidak terbendung. Kini, per 12 Mei 2020, sebanyak 212 negara dan wilayah telah terjangkit dengan total 4,2 juta kasus terkonfirmasi. 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun menetapkan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) sebagai sebuah pandemi per 12 Maret 2020. Saat itu, virus corona jenis baru tersebut baru menjangkit 114 negara dan wilayah dengan 118.000 kasus terkonfirmasi.

Merespons situasi yang kian memburuk, sejumlah negara menerapkan sejumlah kebijakan. Diantaranya adalah melakukan pembatasan sosial. Tujuannya adalah untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 di wilayahnya masing-masing. Kebijakan tersebut, tak hanya berdampak pada warga negara mereka sendiri, tetapi juga warga negara asing yang sedang berada di negara itu, termasuk warga negara Indonesia (WNI).

Akibat adanya kebijakan pembatasan sosial di negara tempat mereka berada, banyak WNI, baik yang berstatus sebagai pekerja migran (PMI), mahasiswa/pelajar, jemaah tablig, dan lain sebagainya, memutuskan untuk pulang ke Tanah Air.

Maka itu, Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat terbatas secara virtual dari Istana Merdeka, Jakarta, Senin (11/05/2020), meminta jajarannya untuk menyiapkan skema khusus terkait kepulangan WNI tersebut. Pasalnya, dari sisi PMI saja diperkirakan terdapat 34.000 orang yang akan kembali ke Indonesia pada Mei dan Juni mendatang.

"Kepulangan pekerja migran Indonesia agar betul-betul berjalan dengan baik di lapangan. Saya menerima laporan bahwa pada bulan Mei dan Juni ada kurang lebih 34.000 pekerja migran Indonesia yang kontraknya akan berakhir," ungkap Presiden.

Adapun para pekerja migran tersebut terbesar berasal dari daerah Jawa Timur sebanyak 8.900 orang, disusul Jawa Tengah sebanyak 7.400 orang, Jawa Barat sebanyak 5.800 orang, Nusa Tenggara Barat sebanyak 4.200 orang, Sumatra Utara sebanyak 2.800 orang, Lampung sebanyak 1.800 orang, dan Bali sebanyak 500 orang.

"Ini agar betul-betul diantisipasi, disiapkan, dan ditangani proses kedatangan mereka di pintu-pintu masuk yang telah kita tetapkan dan ikuti pergerakan sampai ke daerah," tegas Kepala Negara.

Pemerintah sendiri telah menyiapkan pintu masuk bagi para pekerja migran ini melalui sejumlah jalur, yakni melalui jalur udara di Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Jakarta) dan Ngurah Rai (Bali), jalur laut melalui Pelabuhan Benoa (Bali) dan Tanjung Priok (Jakarta), serta melalui Batam dan Tanjung Balai bagi pekerja migran dari Malaysia.

Presiden pun menekankan bahwa skema kepulangan mereka semua harus melalui protokol kesehatan yang ketat dan diikuti dengan kesiapan fasilitas karantina yang diperuntukkan khusus bagi para PMI tersebut.

Tiga Klaster Utama

Sementara itu, dalam keterangan pers usai rapat terbatas, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengungkapkan bahwa PMI yang telah kembali ke Tanah Air dari Malaysia saja selama periode 18 Maret sampai 10 Mei 2020 sebanyak 72.966 orang, di mana 65% menggunakan jalur laut, 20% jalur darat, dan 15% jalur udara.

"Kenapa kita pakai tenggat 18 Maret? Karena di situlah MCO (Movement Control Order) diberlakukan," jelasnya.

Menurut Menlu, pemerintah Malaysia sendiri telah mengumumkan kembali perpanjangan pemberlakuan MCO dari yang seharusnya berakhir pada 12 Mei menjadi 9 Juni 2020. Namun, kali ini kebijakan pembatasan sosial tersebut berubah menjadi Conditional Movement Control Order (CMCO) di mana ada sedikit kelonggaran.

Ini merupakan perpanjangan MCO yang keempat dan terpanjang karena diperpanjang hingga satu bulan ke depan. Dengan pemberlakuan CMCO, menurut informasi yang dihimpun Kemlu, ada beberapa kegiatan/sektor-sektor yang mulai dibuka, antara lain adalah industri, pertanian, perdagangan, jasa, dan konstruksi.

Selain klaster PMI dari Malaysia, kepulangan WNI dari luar negeri yang bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) merupakan klaster lain yang juga jadi perhatian pemerintah. Berdasarkan catatan Kemlu per 10 Mei 2020, jumlah ABK yang sudah kembali ke Indonesia adalah sebanyak 14.244 orang.

Terakhir, yakni klaster jamaah tablig, Menlu Retno menyebut pemerintah terus berusaha hingga saat ini untuk menangani mereka yang sedang berada di India. Mengingat jamaah tablig di sana tidak hanya WNI, pemerintah pun terus melakukan koordinasi dengan negara-negara lain, seperti Bangladesh, Malaysia, Kyrgyzstan, Thailand, dan lain-lain.

Menlu Retno pun memastikan bahwa gelombang kedatangan WNI dari luar negeri ini masih akan terus berlangsung. “Pemberlakuan protokol kesehatan ini juga perlu dilakukan secara seragam di semua pintu masuk bandara, maupun pelabuhan, maupun dari darat, di semua pintu masuk di Indonesia,” tegasnya.

Sesuai protokol kesehatan, setibanya di pintu masuk Indonesia, WNI wajib mengisi Health Alert Card (Kartu Kewaspadaaan Kesehatan) yang telah disiapkan Kementerian Kesehatan.

Bagi yang menunjukkan gejala, maka akan ditangani lebih lanjut dan dilakukan karantina secara terpisah. Sementara bagi yang tidak menunjukkan gejala, maka akan langsung masuk kategori Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan sangat dianjurkan melakukan karantina mandiri selama 14 hari.

Bantuan Logistik

Selain mengawal kepulangan WNI dari luar negeri, pemerintah sejak awal Covid-19 mewabah juga terus melakukan perlindungan kepada mereka yang memutuskan untuk tidak pulang ke Tanah Air. Pemerintah, kata Menlu Retno, melalui semua Perwakilan RI di luar negeri terus melakukan komunikasi dengan WNI yang berada di bawah akreditasi masing-masing.

Hotline kita sudah dari sejak awal berfungsi sehingga jika ada warga negara Indonesia yang memerlukan bantuan dari perwakilan kita di luar negeri maka tentunya merupakan kewajiban dari perwakilan untuk membantu mereka,” ujarnya.

Salah satu bentuk perlindungan itu adalah dengan mendistribusikan bantuan logistik berupa sembako maupun bantuan-bantuan dalam bentuk lainnya yang diperlukan oleh para WNI terdampak Covid-19 di negara orang.

Berdasarkan data per 10 Mei 2020, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) bersama dengan sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) di Indonesia telah membagikan sembako dengan jumlah 334.369 paket kepada WNI di Malaysia yang paling terdampak dengan pemberlakuan MCO.

“Misalnya banyak mahasiswa kita atau beberapa warga negara kita yang memerlukan bantuan untuk hand sanitizer, kemudian masker, dan lain-lain, sehingga ini juga kita bantu. Misalnya di wilayah Timur Tengah, ini tidak hanya masalah sembako, kemudian kebutuhan kesehatan yang diperlukan,” ujarnya.

Jadi, bentuk bantuan dari pemerintah berbeda-beda sesuai dengan keperluan dari WNI. “Di Timur Tengah kita sudah mendistribusikan 19.083 paket bantuan, kemudian di Eropa 3.350, di Asia dan Pasifik 5.240, di Amerika 13.015, dan Afrika 105,” imbuh Menlu Retno.

Intinya, ia menegaskan bahwa apapun yang bisa dilakukan pemerintah akan dilakukan untuk membantu WNI. “Belum lagi yang sifatnya fasilitasi untuk repatriasi mandiri kepulangan warga negara kita,” pungkas Menlu Retno.

Adapun jumlah WNI di luar negeri yang terjangkit Covid-19 hingga Minggu (10/5/2020) ada sebanyak 734 orang, di mana 372 orang di antaranya telah dinyatakan sembuh dan 41 orang meninggal dunia. Mereka tersebar di 33 negara dan wilayah, serta 20 kapal pesiar. (FOTO: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)