:
Oleh Norvan Akbar, Kamis, 19 Desember 2019 | 21:11 WIB - Redaktur: Admin - 304
JPP, JAKARTA - Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sakti Wahyu Trenggono mengingatkan pentingnya bagi Indonesia menguasai teknologi pertahanan sebagai sebuah kebutuhan pertahanan di masa depan agar menjadi bangsa yang mandiri.
“Saya melihat bahwa priode 2020-2024 adalah priode pemerintahan yang penting untuk menentukan arah pembangunan jangka panjang kekuatan pertahanan Indonesia 25 tahun yang akan datang, terutama dalam soal menguasai teknologi yang menjadi kebutuhan pertahanan di masa depan,” tuturnya.
Hal tersebut Wamenhan sampaikan saat memberikan Keynote Speech di Round Table Discussion yang diselenggarakan oleh Universitas Pertahanan dengan tema ”Prioritas Akuisisi Alutsista Strategis TNI 2020-2045”, di Jakarta, Kamis (19/12/2019).
Wamenhan lebih lanjut mengatakan bahwa perang di masa datang akan didominasi oleh kekuatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dengan konsep seperti Network Centric Warfare (NCW) dan kemampuan peperangan siber (Cyber Warfare) pada platform persenjataan.
Perpaduan antara teknologi dan konsep operasi perang yang inovatif inilah sesungguhnya merupakan pengertian paling mendasar dari apa yang kemudian disebut sebagai Revolution in Military Affairs (RMA) yang bertumpu pada kecanggihan teknologi.
“Perang ke depan itu memiliki banyak aset, seperti pesawat tempur ataupun peluru kendali tidak dengan sendirinya menjamin suatu negara memiliki kekuatan daya tangkal tanpa diimbangi kemampuan mengeksploitasi konsep-konsep perang yang inovatif dan kreatif,” kata Wamenhan.
Diingatkannya, penyelenggaraan pertahanan negara menuntut sumber daya manusia yang unggul, gagasan-gagasan cerdas yang kreatif dan inovatif, sekaligus peralatan modern yang secara keseluruhan memerlukan keterpaduan dukungan ekonomi negara yang kuat dan industri pertahanan dalam negeri yang kuat dengan didukung oleh kemampuan penelitian dan pengembangan dalam negeri yang mumpuni.
"NCW harus didukung oleh sistem yang memadukan teknologi sensor dan teknologi/manajemen informasi-komunikasi yang kuat untuk mampu menangkap dan melakukan analisis terhadap Big Data yang diperlukan dalam domain ISTAR (Intelligence, Surveillance, Target Acquisition, Reconnaissance) guna mengungkap begitu masifnya informasi strategis yang dimiliki oleh musuh atau bakal lawan, yang kemudian diperlukan dalam pengambilan keputusan selanjutnya," jelas Wamenhan.
Secara keseluruhan, NCW ini menjadi semacam Internet of Things dari medan operasi perang yang mengandalkan teknologi/sistem manajemen informasi/komunikasi dan sensor-sensor guna meningkatkan kesadaran situasi.
Analisisi Big Data Analysis dalam sistem NCW diperlukan untuk memperoleh gambaran lengkap dan akurat guna memprediksi kejadian-kejadian yang akan datang yang diperlukan untuk pengambilan keputusan.
“Konsep NCW menuntut cara berpikir baru yang koheren pada semua level operasi militer, dari taktis sampai strategis, di mana teknologi menjadi intinya. Karena itu, saya mendorong semua ekosistem di industri pertahanan nasional untuk tanggap terhadap perubahan lingkungan strategis yang tengah terjadi dan mulai berinvestasi untuk mengembangkan teknologi pertahanan yang mumpuni agar kita menjadi bangsa mandiri dan berdirikari,” tandas Wamenhan. (han)