Cara Efektif Cegah Kontraksi Ekonomi

:


Oleh Endang Kamajaya Saputra, Selasa, 1 September 2020 | 05:10 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 1K


Jakarta, InfoPublik -  Kinerja perekonomian Indonesia tertekan di tengah pandemi. Namun menurut seorang ekonom menilai kinerja pemerintah di bidang ekonomi pada masa pandemi Covid-19 tak terlalu buruk. Apalagi jika dibandingan negara-negara lain yang aami kotraksi ekonomi cukup besar.

Menurut ekonom Rosdiana Sijabat, perekonomian semua negara mengalami pelemahan akibat pandemi yang dipicu virus corona jenis baru itu.  “Dalam kondisi di mana hampir semua negara mengalami pelemahan kinerja perekonomian, lalu kita bandingkan dengan pencapaian pemerintahan kita, maka kita juga harus fair mengatakan kinerja kita tidak terlalu buruk,” kata Rosdiana dalam diskusi bertema Evaluasi Perppu Corona dan Ancaman Resesi Ekonomi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (25/8/2020).

Ia menjelaskan produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal kedua 2020 (II-2020) memang mengalami kontraksi negatif -5,32 persen. Namun, kata dia, hal itu masih lebih baik dibandingkan negara-negara lain, paling tidak negeri tetangga. Padahal negara-negara lain di sekitar kita melaporkan kontraksi yang jauh lebih besar daripada Indonesia.

Rosdiana menambahkan, memang jurus pemerintah menangani dampak pandemi Covid-19 terhadap dunia usaha maupun perbaikan daya beli masyarakat belum terlalu efektif. Namun, dosen Universitas Katolik Atma Jaya itu melihat pemerintah mampu mencegah kontraksi ekonomi tidak terlalu besar. 

“Negara-negara di sekitar kita itu kontraksinya cukup besar,  apalagi kalau kita agak luas ke benua lain itu cukup besar. Di ASEAN sendiri, negara yang agak lebih baik dari kita itu paling tidak Vietnam,” kata dia.  Peraih gelar PhD dari Flinderd University, Australia itu menilai pemerintah relatif berhasil dalam menjaga perekonomian pada kuartal II-2020 meski PDB tumbuh minus 5,32 persen. Oleh karena itu Rosdiana mendorong pemerintah menggenjot penyerapan anggaran pada kuartal III-2020.

Dalam pandangannya, Indonesia  kehilangan momentum memanfaatkan nilai ekonomi dari dana PEN (pemulihan ekonomi nasional). Menurut dia, kalau penyerapan PEN pada Agustus atau jelang September bisa di atas 75 persen,  publik bisa berharap kontraksi ekonomi kuartal III-2020 sampai nol persen.

Menurut dia, ada kemungkinan ancaman resesi terjadi. Sebab, secara teknis jika kinerja perekonomian terkontraksi dalam dua kuartal bertutur-turut, berarti sudah mengalami resesi. Walaupun ada berbagai indikator lainnya untuk menyebut perekonomian mengalami resesi. “Namun, itu ada di depan mata,” tukasnya.

Optimisme Para Menteri di Tengah Pandemi

Sementara itu, banyak pihak pun memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal kembali negatif pada kuartal III mendatang. Artinya, Indonesia bakal terperosok pada jurang resesi lantaran pada kuartal II lalu pertumbuhan ekonomi telah mengalami kontraksi cukup dalam, yakni -5,32 persen.

Namun demikian, jajaran kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo masih optimistis dalam memandang kinerja perekonomian RI ke depan.

salah satunya adalah pendapat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, yang mengatakan pemerintah siap menghadapi resesi karena memiliki persiapan infrastruktur dan program yang kuat. Luhut menjelaskan pertumbuhan ekonomi diharapkan bisa tumbuh nol persen atau positif 0,5 persen dan kemungkinan terburuk mencapai negatif 0,5 persen. Seandainya terjadi resesi pun maka Indonesia akan menjalaninya secara comportable (nyaman).

Luhut menjelaskan, istilah comfortable bukan merupakan opini pribadinya. Namun, hal itu muncul lantaran banyak institusi internasional, mulai dari IMF, Bank Dunia hingga berbagai lembaga pemeringkat kredit internasional. Ia menuturkan secara rutin memberikan paparan mengenai kondisi ekonomi dan penanganan Covid-19 ke lembaga-lembaga tersebut.

Hal itu dilakukan juga sebagai upaya mendapatkan masukan atas kebijakan-kebijakan yang dilakukan Indonesia dalam upaya memulihkan ekonomi di tengah pandemi. "Mereka selalu katakan program kita itu program yang sangat komprehensif, maybe some extend the best among emerging market (beberapa bagian yang terbaik diantara negara berkembang lainnya). Jadi, sebenarnya eksekusi kita ini yang paling penting. Program sudah begitu bagus disusun," kata dia.

Selanjutnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto Airlangga membandingkan kinerja perekonomian Indonesia dengan beberapa negara lain. Menurut Airlangga, meski terkontraksi atau tumbuh negatif 5,32 persen pada kuartal II tahun ini, kinerja perekonomian Indonesia tidak seburuk negara lain.

"Dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia baru saja mengumumkan, mereka turun sangat dalam 17,1 persen, Filipina -16,5 persen, kemudian Singapura -12 persen, Jerman -11 persen dan Prancis -19 persen," ujar Airlangga dalam konferensi pers RAPBN dan Nota Keuangan 2021 secara virtual. "Jadi di antara negara lain (meski minus 5,32 persen) kondisi Indonesia relatif tidak sedalam yang lain," sambungnya.

Airlangga pun mengatakan, tren kinerja perekonomian Indonesia saat ini sudah mulai menunjukkan arah positif. Misalnya saja kinerja pasar saham yang mulai membaik, indeks kinerja faktur yang ditunjukkan melalui indeks manufaktur (PMI) juga bergerak ke arah positif, serta harga minyak yang kembali naik beberapa waktu belakangan. "Harga tembaga, alumunium juga sudah naik, kemudian CPO juga membaik, ini sudah relatif baik," kata dia.

Sedangkan Menteri BUMN Erick Thohir setali tiga uang dengan Airlangga, Erick menilai kinerja perekonomian RI lebih baik jika dibandingkan dengan negara lain. Menurut dia, hal itu terjadi didukung dengan keputusan Presiden Jokowi yang tidak melakukan kebijakan lockdown atau karantina total. Menurut dia, jika berkaca kepada negara-negara lain yang telah menerapkan lockdown, kondisi perekonomiannya cenderung anjlok lebih dalam.

"Kita bandingkan pertumbuhan ekonomi kita dengan negara tetangga dulu. Kalau kita 5,32 persen minusnya. Tetapi kalau kita lihat tetangga sebelah itu seperti Singapura minus 13 persen, Filipina 16 persen, Malaysia 17 persen. Jadi menurut saya kita lebih baik daripada mereka," ujarnya dalam acara Milenial Fest Conference 2020, yang disiarkan secara virtual. Oleh sebab itu dia meminta agar semua kalangan termasuk milenial untuk optimistis dengan perekonomian Indonesia.

Erick menyebutkan berdasarkan data IMF dan Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2021 diproyeksikan 4,3 persen hingga 6,1 persen. Angka ini juga jauh lebih baik jika dibandingkan di negara lain. "Jadi kita baik. Ini yang kita minta terutama bagi generasi muda harus bisa optimistis, karena berdasarkan datanya baik," ungkapnya.

Erick mengatakan, kondisi akibat pandemi Covid-19 harus bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Sebab menurut dia Indonesia memiliki faktor pendukung untuk berubah ke arah yang lebih baik. "Kita punya jumlah penduduk yang banyak, punya SDM yang berlimpah. Tapi dalam arti sumber manusia harus kita perbaiki. Makanya kita dorong terus agar manusia-manusianya bisa di-upgrade khususnya seperti anak milenial sekarang yang bisa menjadi potensi kita," kata Erick.

Selanjutnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati Hal yang sedikit berbeda tercermin dari sikap Sri Mulyani dalam memandang kondisi perekonomian ke depan. Bendahara Negara itu menilai, Indonesia mesti waspada lantaran pada kuartal II yang lalu, kontraksi perekonomian lebih dalam dibandingkan dengan proyeksi pemerintah. Pihaknya pun kembali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2020.

Agak berbeda dengan tiga koleganya, Menkeu Sri Mulyani mengatakan, pertumbuhan ekonomi pada tahun ini diperkirakan berada di kisaran -1,1 persen hingga porsitif 0,2 persen. Angka tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya yang diperkirakan masih bisa tumbuh di kisaran -0,4 persen hingga 2,3 persen.

"Untuk Indonesia, pertumbuhan ekonomi tahun 2020 yang mengalami tekanan akibat Covid-19 kita melakukan revisi dari yang sebelumnya kita sampaikan pada Maret-April pada pembahasan DPR ," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers RAPBN dan Nota Keuangan 2021 secara virtual.

"Tadinya pemerintah memperkiran tahun ini petumbuhan akan di kisaran -0,4 persen sampai 2,3 persen, perkiraan terakhir setelah realisasi kuartal II dan angka di Juli, tahun 2020 pertumbuhan ekonomi diperkirakan di -1,1 persen hingga 0,2 persen. Agak bergeser ke arah negatif atau mendekati 0," sambungnya.

Menkeu Sri Mulyani mengatakan, revisi pertumbuhan ekonomi 2021 dilakukan lantaran tekanan terhadap perekonomian di kuartal II tahun ini cukup dalam. Pada kuartal II-2020, kinerjea perekonomian RI mengalami kontraksi alias minus 5,32 persen. Jika kuartal III kembali minus, maka Indonesia akan bergabung dengan negara lain yang telah masuk ke jurang resesi.

"Melihat tekanan kuartal II yang sangat dalam, kuartal III harus diusahakan tidak hanya dari pemerintah, meski pemerintah pemegang peran besar dalam pemulihan ekonomi," pungkasnya. (*)

Sumber foto: Antara