PEN Naik Ekonomi Positif

:


Oleh Endang Kamajaya Saputra, Senin, 31 Agustus 2020 | 16:00 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 654


Jakarta, InfoPublik - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, realisasi anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) terus meningkat. Hingga Agustus 2020 realisasi menjadi Rp 173,98 triliun atau naik 18 persen. Ekonomi pun bergerak ke arah positif.

“Dibanding semester pertama kemarin Rp 124,6 triliun. Per Agustus sudah naik menjadi Rp 173,98 triliun atau naik 18 persen,” katanya dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta (26/8/2020).

Airlangga menegaskan, perekonomian bisa kembali ke jalur positif asal penyerapan anggaran PEN gencar dilakukan. Agar perekonomian kembali masuk dalam jalur positif, maka dorongan anggaran harus terus dilakukan, baik itu program kementerian dan lembaga atau PEN.

Kemudian, beberapa program yang akan terus didorong terutama terkait bantuan langsung tunai yang dalam waktu dekat ini adalah bantuan presiden produktif.

Selain itu, pemerintah juga melihat dari sisi kinerja perusahaan yang melantai di bursa. Airlangga menyebut, hampir 36 persen perusahaan-perusahaan tersebut membukukan profitabilitas yang lebih baik dari tahun lalu. Seperti sektor keuangan, informasi komunikasi juga terkait dengan pertanian dan perkebunan masih positif. Apalagi didukung harga komoditas yang sudah membaik. Baik harga minyak, harga nikel, logam mulia, atau kelapa sawit.

Sedangkan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kendala pemerintah terkait penyerapan program PEN karena adanya usulan program baru. Padahal, datanya belum tersedia dan mekanisme penyaluran pun belum siap. Selain itu, kata Sri, perlu menambah dan revisi regulasi rumit karena berbenturan dengan berbagai aturan.

Sementara, perlu proses penganggaran uang cepat. Untuk itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum bisa mencairkan anggaran begitu saja. Apalagi yang mau dicairkan program yang diajukan atau di bawah kementerian atau lembaga belum komprehensif.

Menurutnya, jika belum ada program usulan baru yang betul-betul menantang maka eksekusinya mungkin membutuhkan waktu. Karena itu Presiden Jokowi meminta kepada kementerian lembaga agar membuat program sesederhana mungkin, namun tetap akuntabel.

Nah, kondisi tersebut berbeda dengan, beberapa program di pemulihan ekonomi yang sebelumnya sudah lebih dahulu berlanjut. Program yang desainnya simpel dan sudah existing seperti Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako bisa dilakukan secara cepat.

Menkeu memaparkan secara detil bahwa realisasi program PEN di bidang kesehatan hanya Rp 7,36 triliun atau 8,4 persen dari pagu anggaran Rp 87,5 triliun.

Realisasi sektor ini terdiri dari insentif kesehatan pusat dan daerah Rp 1,86 triliun, santunan kematian tenaga kesehatan yang meninggal Rp 21,6 miliar, gugus tugas Covid-19 Rp 3,22 triliun dan insentif bea masuk dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kesehatan Rp 2,26 triliun.

Sementara untuk perlindungan sosial, realisasinya mencapai Rp 93,18 triliun atau 49,7 persen dari pagu Rp 203,91 triliun. Ini terdiri dari PKH Rp 26,6 triliun, Kartu Sembako Rp 26,3 triliun dan bantuan sembako Jabodetabek Rp 3,4 triliun.

Selain itu, bantuan tunai non Jabodetabek Rp 18,6 triliun, Kartu Pra Kerja Rp 5,3 triliun, diskon listrik Rp 3,5 triliun dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa Rp 9,6 triliun.

Menurutnya, pemerintah akan terus mendukung, terutama beberapa sektor seperti pariwisata yang masih akan diusulkan hibah pariwisata usulan pinjaman Rp 12,25 triliun untuk pemda. Dan percepatan anggaran dan eksekusi dua program baru, akan diluncurkan presiden pekan ini yaitu bantuan produktif dan subsidi gaji yang sudah disiapkan.

Untuk anggaran sektoral kementerian atau lembaga dan pemda sudah terealisasi Rp 12,4 triliun atau 13,1 persen dari pagu Rp 106,05 triliun. Realisasi terdiri dari program padat karya kementerian dan lembaga Rp 9,01 triliun, dana insentif daerah pemulihan ekonomi Rp 654,9 miliar, Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik Rp 328,8 miliar dan bantuan produktif untuk satu juta usaha mikro Rp 2,4 triliun.

Di sektor insentif usaha, realisasi anggarannya baru Rp 17,23 triliun atau 14,3 persen dari pagu Rp 120,61 triliun. Rincian realisasi anggarannya adalah PPh 21 ditanggung pemerintah Rp 1,35 triliun, pembebasan PPh 22 impor Rp 3,36 triliun, pengurangan angsuran PPh 25 Rp 6,03 triliun, pengembalian pendahuluan PPN Rp 1,29 triliun, dan penurunan tarif PPh Badan Rp 5,2 triliun.

Selanjutnya, realisasi anggaran dukungan untuk UMKM mencapai Rp 44,63 triliun atau 37,2 persen dari pagu Rp 123,47 triliun. Ini terdiri dari penempatan dana pemerintah di bank Rp 41,2 triliun, pembiayaan investasi LPDB Rp 1 triliun, PPh Final UMKM ditanggung pemerintah Rp 0,27 triliun dan subsidi bunga UMKM Rp 2,16 triliun.

Terakhir, pembiayaan korporasi belum ada yang terealisasi. Namun dari pagu Rp 53,57 triliun, sebanyak Rp 15,5 triliun sudah masuk dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Rp3,4 triliun tanpa DIPA, serta Rp 34,7 triliun belum masuk di DIPA.

“Untuk pembiayaan korporasi belum realisasi, karena untuk beberapa penyertaan modal negara (PMN) BUMN sudah terbit dan dalam proses final dan diikuti pencairan, sehingga akan terjadi pelaksanaan. Terutama untuk PMN BUMN untuk penjaminan kredit korporasi padat karya sudah diluncurkan dan monitor pelaksanaan di perbankan,” tuturnya.

Pemerintah berupaya mempercepat penyerapan APBN 2020 baik APBN secara umum maupun anggaran program PEN guna memperbaiki pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi hingga -5,32% (yoy) pada kuartal II/2020.

Melalui percepatan penyerapan dari seluruh anggaran yang ada, diharapkan belanja pemerintah mampu menjadi instrumen untuk memperbaiki kinerja konsumsi rumah tangga dan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi. 

Seperti diketahui, kinerja konsumsi pemerintah pada kuartal II/2020 masih mengalami kontraksi hingga -6,9% (yoy), tidak berjalan countercyclical sebagaimana yang terus didengungkan oleh pemerintah.

Meski demikian, Sri Mulyani mencatat masih terdapat hambatan dalam merealisasikan belanja pemerintah, terutama untuk merealisasikan belanja barang dan belanja modal.

Realisasi belanja barang dari berbagai kementerian dan lembaga (K/L) banyak yang terhambat akibat pola kerja baru di tengah pandemi Covid-19 yakni work from home (WFH).

Akibat pola kerja baru ini, belanja barang yang kebanyakan berupa belanja perjalanan dan belanja penyelenggaran event tidak bisa dieksekusi. Oleh karena itu, belanja barang pun bakal dialihkan untuk mendukung digitalisasi birokrasi.

Belanja modal juga masih sulit dieksekusi di tengah pandemi. Karena itu, sambung Sri Mulyani, K/L yang berkontribusi besar terhadap realisasi belanja modal seperti Kementerian PUPR bakal digenjot realisasi belanja modalnya.

"Kami bantu seluruh K/L agar anggaran PEN dan belanja KL ini bisa cepat, termasuk perubahan DIPA. Kami juga bekerja sama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk mempercepat pengadaannya," pungkasnya.(*)

Foto: Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww)