- Oleh Wahyu Sudoyo
- Rabu, 6 November 2024 | 05:52 WIB
: Anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno atau yang dikenal sebagai Dave Laksono dalam seminar bertema "Jaminan Kemanan Siber bagi Kelompok Rentan" yang digelar Komisi I DPR RI bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Ditjen IKP Kominfo) di Tepian Rasa, Cirebon, Jawa Barat, Jumat (2/2/2024)/Djanes Nafi/InfoPublik
Cirebon, InfoPublik – Jaminan keamanan siber bagi kelompok rentan pada Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024 memiliki urgensi yang sama dengan seluruh rakyat Indonesia pada umumnya. Hal itu, untuk memastikan hak politik kelompok rentan bisa tersalurkan dalam derajat yang sama dengan warga negara lainnya.
Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno atau yang dikenal sebagai Dave Laksono dalam seminar bertema "Jaminan Kemanan Siber bagi Kelompok Rentan" yang digelar Komisi I DPR RI bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Ditjen IKP Kominfo) di Tepian Rasa, Cirebon, Jawa Barat, Jumat (2/2/2024).
“Pemilu merupakan sarana mewujudkan kedaulatan dan kesejahteraan rakyat. Sehingga pemilu harus memberi dampak bagi kualitas hidup seluruh masyarakat yang Sejahtera, termasuk kelompok rentan,” kata Dave Laksono.
Ia menjelaskan, kelompok rentan menurut Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil, orang-orang disabilitas, atau mereka yang tinggal di pulau terpencil.
“Maka kedudukan mereka memiliki hak politik yang sama seperti warga negara lain, karena itu di era digitalisasi saat ini kelompok itu cukup rentan menjadi korban terpapar informasi hoaks dan hal negatif lainnya yang merugikan,” jelas Dave.
Menurut Dave, klompok rentan sangat berpotensi besar menjadi korban adanya rekayasa hak politik, sebab teknologi komunikasi bisa dimanfaatkan untuk manipulasi data.
Karena itu, sudah menjadi kewajiban negara melindungi kelompok rentan, khususnya pada dunia siber.
Lanjut Dave, guna mengatasi hal itu perlu adanya regulasi terkait keamanan sistem siber nasional, literasi digital yang masif, pendidikan terkait teknologi informasi berikut literasinya perlu ditingkatkan, serta partisipasi masyarakat dalam memperkuat sistem keamanan siber nasional perlu diutamakan.
“Selain itu pentingnya kolaborasi lintas sektoral terkait pendidikan dan literasi digital, memberikan kesempatan yang sama kepada kelompok rentan dalam berpartisipasi kebijakan publik, serta menciptakan regulasi keamanan digital yang komperhensif untuk melindungi warga negara,” lanjut Dave.
Indonesia, kata Dave saat ini sudah cukup maju dibandingkan negera-negara lain di dunia karena sudah memiliki sejumlah regulasi terkait keamanan digital di antaranya UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) serta yang tengah digodok ada Rancangan UU Siber.
“Penguatan keamanan siber harus diwujudkan dengan pembangunan dan penguatan tim cepat tanggap keamanan siber serta penguatan infrastruktur, sumber daya manusia, juga regulasi keamanan siber,” kata Dave.
Ia berpandangan penguatan keamanan siber bisa diwujudkan dengan pembangunan dan penguatan tim cepat tanggap keamanan siber dan penguatan infrastruktur, sumber daya manusia, dan regulasi keamanan siber.
Saat ini tuturnya, pendekatan zero trust merupakan pilihan yang diambil Pemerintah dalam rangka melindungi keamanan siber negara dan melindungi kegiatan masyarakat dari ancaman serangan siber, termasuk kepada masyarakat rentan.
“Pendekatan zero trust mengombinasikan teknologi canggih, yakni autentikasi multifaktor berbasis risiko, pelindungan identitas penyedia maupun pengguna, keamanan data terbaru, dan teknologi cloud terkini dalam memverifikasi identitas pengguna,” tuturnya.
Sekitar 100 orang lebih hadir dalam seminar yang juga dihadiri narasumber Pegiat Literasi Digital, Sadjan, serta Wakil Dekan I FISIP Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) Cirebon Dr. Hj. Hery Nariyah,Dra., M.Si.