- Oleh MC KOTA PONTIANAK
- Sabtu, 15 Maret 2025 | 06:29 WIB
: Survei Vektor di lokasi penambangan yang ada di Kabupaten Pohuwato. (foto ist)
Oleh MC PROV GORONTALO, Senin, 17 Maret 2025 | 03:53 WIB - Redaktur: Tri Antoro - 161
Pohuwato, InfoPublik – Kabupaten Pohuwato resmi menetapkan status tanggap darurat Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria setelah lonjakan kasus yang signifikan, terutama di wilayah pertambangan. Status ini ditetapkan melalui Surat Keputusan Bupati Pohuwato Nomor 84/29/II/2025 yang berlaku selama 90 hari, mulai 10 Februari hingga 10 Mei 2025.
Penetapan status darurat ini dilakukan setelah investigasi Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo menemukan adanya penularan setempat yang memenuhi kriteria KLB. Provinsi Gorontalo sebenarnya telah mencapai eliminasi malaria sejak 2014, namun sejak 2023 terjadi peningkatan kasus di beberapa kabupaten, termasuk Pohuwato, Boalemo, Gorontalo, dan Gorontalo Utara.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, Anang S. Otoluwa, meningkatnya kasus malaria di Pohuwato terutama dipicu oleh aktivitas pertambangan yang menciptakan habitat ideal bagi nyamuk Anopheles, vektor utama malaria.
"Mayoritas kasus terjadi pada usia produktif (19-59 tahun), dengan 95 persen penderita merupakan buruh tambang. Dari 170 kasus malaria yang tercatat pada 2025, sebanyak 56 persen berasal dari tambang di Desa Hulawa, 18 persen dari tambang di Desa Puncak Jaya, dan 10 persen dari tambang di Desa Karya Baru," kata Anang melalui keterangan pers yang diterima pada Kamis (13/3/2025).
Selain itu, banyak pasien yang terlambat mendapatkan penanganan karena lebih memilih pengobatan mandiri sebelum akhirnya ke fasilitas kesehatan, sehingga mempengaruhi efektivitas penemuan dan penanganan kasus dini.
Pemerintah pusat dan daerah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengatasi KLB malaria, di antaranya:
Selain itu, Kabupaten Pohuwato telah membentuk Tim Komando Tanggap Darurat yang dipimpin oleh Wakil Bupati untuk mengorganisir penanggulangan di seluruh sektor terkait.
Meskipun berbagai langkah telah dilakukan, masih terdapat beberapa tantangan utama dalam menangani malaria di Pohuwato, seperti Minimnya tenaga entomolog (ahli serangga) untuk pengendalian vektor, keterlambatan penemuan kasus akibat pasien memilih pengobatan mandiri, kurangnya informasi dan sosialisasi terkait mekanisme tanggap darurat, dan belum optimalnya pengendalian lingkungan untuk mencegah perkembangan nyamuk Anopheles.
Pemerintah Provinsi Gorontalo berharap sinergi antara pemerintah daerah, pemerintah provinsi, dan pemerintah pusat dapat menekan angka kesakitan malaria serta menyelesaikan status tanggap darurat di Kabupaten Pohuwato.
"Dengan koordinasi yang intensif, diharapkan KLB malaria dapat ditangani dengan cepat dan mencegah penyebarannya ke wilayah lain di Provinsi Gorontalo," pungkas Anang.
(mcgorontaloprov/lani/nangsi/nancy)