Frekuensi Bencana Alam di Maluku Utara Meningkat, Apa Penyebabnya?

: Ilustrasi petani di lahan padi. Padi merupakan salah satu komoditas yang bisa terancam gagal panen apabila cuaca ekstrem


Oleh MC KOTA TIDORE, Jumat, 3 Januari 2025 | 22:18 WIB - Redaktur: Tri Antoro - 154


Ternate, InfoPublik – Perwakilan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Provinsi Maluku Utara mengungkapkan dampak serius dari cuaca ekstrem dan deforestasi yang semakin meningkat di wilayah ini. Berdasarkan data terbaru, terjadi lonjakan frekuensi bencana alam sepanjang periode 2018 hingga 2023.

"Terjadi peningkatan frekuensi kejadian bencana alam di Maluku Utara, terutama banjir dan cuaca ekstrem," ujar Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Maluku Utara, Muhammad Priandi, melalui keterangan pers yang diterima pada Jumat (3/1/2025).

Menurutnya, peningkatan bencana ini tidak lepas dari faktor geografis Maluku Utara yang berada di zona Cincin Api Pasifik serta proyeksi kenaikan suhu udara global yang semakin tinggi.

Curah hujan yang tinggi di Maluku Utara telah menyebabkan penundaan panen pada beberapa komoditas pertanian, yang berdampak langsung pada kenaikan harga bahan pokok seperti beras, cabai, bawang merah, dan bawang putih.

Selain itu, aktivitas pertambangan yang masif juga telah mempercepat laju deforestasi. Data terbaru menunjukkan bahwa Maluku Utara kehilangan tutupan hutan seluas 258,9 ribu hektare dalam kurun waktu 2021–2023.

"Sebagian besar tutupan hutan hilang akibat alih fungsi lahan dari hutan dan pertanian menjadi area pertambangan dan pemukiman," jelas Priandi.

Priandi menegaskan bahwa deforestasi berkontribusi pada pemanasan global dengan meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca yang berakibat pada naiknya suhu bumi.

Fenomena ini memicu berbagai dampak negatif seperti:

  • Perubahan iklim ekstrem akibat pelepasan emisi karbon berlebih.
  • Kerusakan ekosistem yang mengancam keanekaragaman hayati.
  • Peningkatan suhu udara yang memicu kekeringan dan krisis air.
  • Menurunnya sumber nafkah masyarakat akibat pencemaran lingkungan dan berkurangnya hasil pertanian.

"Jika tidak ada langkah mitigasi yang serius, Maluku Utara akan terus menghadapi ancaman besar terhadap lingkungan dan perekonomian masyarakat," tegas Priandi.

Pemerintah daerah dan masyarakat diimbau untuk lebih peduli terhadap upaya pelestarian lingkungan dan mitigasi bencana guna mencegah dampak yang lebih parah di masa depan.

MC Tidore

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh MC KOTA TIDORE
  • Selasa, 7 Januari 2025 | 12:06 WIB
Kepala Kemenag Malut: Informasi yang Jelas dan Akurat Kunci Kepercayaan Publik
  • Oleh MC KOTA TIDORE
  • Senin, 6 Januari 2025 | 23:58 WIB
Sekda Tidore: Pendidikan Adalah Pilar Utama Dalam Pembangunan Bangsa
  • Oleh MC KOTA TIDORE
  • Selasa, 7 Januari 2025 | 00:18 WIB
Pemprov Maluku Utara Akan Lunasi Utang Rp 114 Miliar di 2025
  • Oleh MC KOTA TIDORE
  • Selasa, 7 Januari 2025 | 00:23 WIB
Polres Kepulauan Sula Hadirkan Pojok Digital di Polsek Mangoli Timur
  • Oleh MC KOTA TIDORE
  • Senin, 6 Januari 2025 | 20:23 WIB
Pemkot Ternate Lakukan Mitigasi untuk Cegah Banjir
  • Oleh MC KOTA TIDORE
  • Senin, 6 Januari 2025 | 17:54 WIB
BPS Catat Penurunan NTP Malut pada Desember 2024
  • Oleh MC KOTA TIDORE
  • Senin, 6 Januari 2025 | 16:06 WIB
Apel Awal Tahun di Maluku Utara, Pj Sekprov: Program Harus Berdampak Nyata
  • Oleh MC KOTA TIDORE
  • Senin, 6 Januari 2025 | 16:00 WIB
Sengketa Pilkada 2024 di Maluku Utara: KPU Terima 19 Permohonan ke MK