- Oleh MC PROV GORONTALO
- Senin, 18 November 2024 | 05:13 WIB
: Sidang Tim Pertimbangan Perizinan Pengangkatan Anak yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial Provinsi Gorontalo. (Foto: Owan)
Oleh MC PROV GORONTALO, Selasa, 29 Oktober 2024 | 20:02 WIB - Redaktur: Bonny Dwifriansyah - 151
Kota Gorontalo, InfoPublik - Dinas Sosial Provinsi Gorontalo merekomendasikan 12 dokumen calon orang tua angkat (COTA) menjadi 10 dokumen COTA dilanjutkan untuk diproses ke Pengadilan Negeri Gorontalo agar mendapatkan legalitas hukum yang sah.
Satu dokumen ditunda menunggu waktu yang sesuai persyaratan, yaitu pernikahan harus lima tahun dari COTA dan kemudian satu lagi tetap dilanjutkan dengan persyaratan harus melengkapi berkas, keduanya dari Kabupaten Pohuwato.
“Ini menjadi keputusan sidang PIPA pada Rabu pekan lalu,” kata Kepala Dinas Sosial Provinsi Gorontalo, Sagita Wartabone, Senin (28/10/2024).
Sagita menjelaskan bahwa sebelum sidang Tim Pertimbangan Izin Pengangkatan Anak (PIPA) ditutup, para pendamping Rehsos anak dari kabupaten/kota se-Provinsi Gorontalo memaparkan satu persatu calon orang tua angkat kepada pemimpin sidang dan para peserta sidang tim PIPA.
Tim Sidang PIPA ini terdiri atas unsur Dinas Sosial Kabupaten/Kota, Dinas Dukcapil Kabupaten/Kota, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak kabupaten/Kota, unsur UPPA Polda Gorontalo, serta perwakilan dari Kementerian Agama se-Provinsi Gorontalo untuk mendapatkan masukan dan arahan-arahan dari peserta sidang.
Sagita selaku pimpinan sidang menyampaikan bahwa yang menjadi perhatian semua, khususnya di Dinas Sosial maupun Peksos yang selalu melakukan assesment, dari hal-hal yang dibicarakan dalam sidang lalu banyak permasalahan status anak ternyata banyak hal yang ditemukan dan tidak mudah untuk menetapkannya.
Sagita Wartabone menambahkan salah satu yang menjadi kriteria keberlanjutan dalam hal sidang di pengadilan sehingga pendamping Rehsos khususnya yang melakukan pengusulan dapat melengkapi persyaratan, baik yang sudah ditetapkan dalam aturan maupun yang persyaratan yang dimintakan di pengadilan agama, karena terkait dengan risiko yang akan dihadapi.
“Yang mungkin pada saat ini risiko yang dihadapi belum ada, tetapi ketika anak sudah memahami hak dan kewajiban pasti akan menjadi risiko ke depan dan akan menyusahkan khususnya COTA,” ujar Sagita.
Menurut Sagita, kegiatan ini adalah tugas dan tanggung jawab bersama sebagai tugas mulia untuk memberi pelayanan atau terpenuhinya kebutuhan dasarnya, baik kesehatan, pendidikan, sosial, maupun ekonominya. (mcgorontaloprov/owan)