- Oleh MC PROV JAWA TIMUR
- Kamis, 28 November 2024 | 17:29 WIB
: Ketua Relawan TIK Jatim, Muhajir Sulthonul Aziz saat menyampaikan materinya di Forum Komunitas Pegiat TIK dalam gelaran Jatim Digifest 2024 di Kabupaten Tuban, Kamis (24/10/2024). Foto : Meidi / JNR
Oleh MC PROV JAWA TIMUR, Kamis, 24 Oktober 2024 | 14:48 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 144
Surabaya, InfoPublik - Kegiatan Forum Komunitas Pegiat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang diadakan Dinas Kominfo Jatim dalam gelaran Jatim Digifest 2024, memasuk hari kedua pada Kamis (24/10/2024) di Kabupaten Tuban.
Di hari kedua ini, pembicaranya adalah Ketua Relawan TIK Jawa Timur, Muhajir Sulthonul Aziz yang membawakan materi berjudul 'Kolaborasi Komunitas Pegiat TIK Jawa Timur'.
Dalam paparan materinya, Ketua Relawan TIK Jatim, Muhajir menjelaskan, unsur pegiat TIK di Jawa Timur terdiri dari tiga hal yakni, praktisi individu/komunitas TIK, akademisi/startup teknologi, dan relawan TIK. Tujuan kolaborasi pegiat TIK di Jawa Timur adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengembangan teknologi, memperkuat jaringan dan berbagi sumber data antar pelaku teknologi, dan menghadapi tantangan yang ada dalam perkembangan digital, seperti literasi digital dan inklusi teknologi. "Kolaborasi itu penting karena dapat meningkatkan efisiensi dan inovasi, dan memungkinkan dapat berbagi sumber daya dan pengetahuan," ujar Muhajir.
Oleh karena itu, Muhajir menerangkan, apabila kolaborasi diterapkan dalam komunitas pegiat TIK ada dampak positif yang dirasakan. "Dampak positif itu ialah, solusi yang dihasilkan dari kolaborasi lebih mudah diterapkan di berbagai sektor dan daerah, kolaborasi mendorong tumbuhnya ekosistem inovasi yang kuat dan berkelanjutan di Jawa Timur,"imbuhnya.
Meski begitu, Muhajir juga menyampaikan, ada dua tantangan dalam kolaborasi, yaitu, hambatan teknis dan kendala sosial, seperti keterbatasan infrastruktur. "Meskipun Jawa Timur memiliki potensi besar, beberapa daerah masih menghadapi keterbatasan dalam akses internet cepat dan infrastruktur teknologi. Selain itu, kurangnya akses ke teknologi mutakhir, beberapa komunitas atau daerah mungkin tidak memiliki akses ke teknologi canggih seperti cloud computing, AI, atau 5G, yang dapat membatasi potensi kolaborasi," paparnya.
Untuk tantangan selanjutnya, Muhajir menyebutkan, kendala sosial, yakni kurangnya partisipasi dan kesadaran serta kurangnya sinergi antar aktor. "Tidak semua pihak memahami pentingnya kolaborasi atau merasa memiliki kepentingan yang sama, sehingga partisipasi dalam inisiatif kolaborasi terkadang rendah. Kurangnya Sinergi Antar Aktor, kurangnya koordinasi antara pemerintah, komunitas, dan sektor swasta sering menjadi kendala. Perbedaan prioritas di antara aktor-aktor ini dapat memperlambat proses kolaborasi,"jelasnya.
Sehingga, untuk mengatasi tantangan kolaborasi tersebut, Muhajir mengatakan ada beberapa solusi yang bisa dilakukan. "Solusi itu yakni, meningkatkan literasi digital, dukungan dari pemerintah, pembinaan dan fasilitasi komunitas, dan membuat saluran komunikasi bersama yang diketahui oleh Dinas Kominfo Jatim bahkan Gubernur Jatim,"tambahnya. (MC Prov Jatim /hjr-vin/eyv)