- Oleh Farizzy Adhy Rachman
- Selasa, 12 November 2024 | 10:36 WIB
: Atraksi peserta maskot peragaan busana dari Desa Tingkohubu Timur, Kabupaten Bone Bolango, pada kegiatan Kumpul Komunitas Karawo yang dilaksanakan oleh Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XVII. (Foto: Rosyid Azhar)
Oleh MC PROV GORONTALO, Minggu, 30 Juni 2024 | 18:12 WIB - Redaktur: Bonny Dwifriansyah - 322
Bone Bolango, InfoPublik – Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XVII Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Tekhnologi menggelar Kumpul Komunitas Karawo yang berlangsung di Danau Perintis Kecamatan Suwawa, Minggu (30/6/2024).
Kegiatan ini diikuti oleh sejumlah Komunitas Karawo dari berbagai kabupaten dan kota di Provinsi Gorontalo. Mereka memamerkan produk Karawo mulai dari bahan baju, sapu tangan, kipas, gaun, hingga kemeja yang sudah dihiasi sulaman Karawo.
Kumpul Komunitas Karawo ini mengambil tema "Maju Berkarya Merdeka Berbudaya Masyarakat Sejahtera". Sejumlah atraksi disajikan dalam kegiatan ini, antara lain lomba desa, lomba Mokarawo, pameran, pentas seni, peragaan adibusana Karawo, bazar, dan pertunjukan musik.
“Kumpul Komunitas Karawo ini diikuti enam Komunitas Karawo yang terpilih dari kabupaten dan kota di Provinsi Gorontalo. Bentuk kegiatan berupa praktik atau workshop proses pembuatan sulaman Karawo,” tutur Sri Sugiharta, Kepala BPK Wilayah XVII yang membawahi Provinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo.
Para pengunjung objek wisata Danau Perintis sangat antusias mengikuti kegiatan ini. Mereka mendapat suguhan adibusana Karawo dalam bentuk minikarnaval yang diikuti enam kelompok desa perajin Karawo. Setiap desa menyajikan busana Karawo yang dikenakan oleh peserta dan seorang maskot yang mengenakan baju dengan tema tertentu.
BPK Wilayah XVII juga menyajikan seni pertunjukan Tuja'i yang disuguhkan para siswa sekolah dasar (SD) saat menyambut tamu. Tuja'i adalah puisi bersajak dalam bahasa Gorontalo, tapi tidak terikat oleh jumlah baris. Tuja'i berisi pujian, nasihat dan petuah yang sering diucapkan pada prosesi adat setempat, seperti acara lamaran, perkawinan, pemberian gelar adat, penobatan raja, dan dan acara penting lainnya.
Para siswa juga menyusuhkan tarian Sulaman Karawo yang unik. Tiga orang penari membawa midangan yang menjepit kain Karawo. Dengan gemulai, mereka bergerak seperti para perajin mengiris dan menyulam Karawo.
Tidak ketinggalan, tradisi Tangomo juga disajikan oleh seorang siswa. Tanggomo adalah sastra lisan bahasa Gorontalo yang diungkap secara berirama, berbentuk puisi naratif dan tidak terikat oleh baris. Arti kata 'tanggomo' bila ditinjau dari makna katanya adalah 'tampung'. Kata ini dalam pembentukan verba menjadi dua jenis kata yang berbeda makna.
“Kami juga menggelar lomba menyulam Karawo, mulai dari membuat desain dan pola, mengiris serat kain dan menyulamnya. Kegiatan ini bertujuan untuk menunjukkan kepada masyarakat bagaimana proses penyulaman Karawo dilakukan,” ujar Sri Sugiharta.
Sri Sugiharta menambahkan bahwa Kumpul Komunitas Karawo ini juga bertujuan untuk mewariskan pengetahuan dan teknologi tradisional kepada generasi muda.
Sejumlah pengunjung mengapresiasi kegiatan ini. Salah satunya adalah Andris Modamba Saleh, warga Bone Bolango. Andris mengaku senang melihat para perajin Karawo mempraktikkan proses pembuatan kain Karawo dari awal hingga akhir. Ini menjadi pengetahuan yang unik karena prosesnya sangat lama, membutuhkan kesabaran dan ketelitian.
"Kami mengapresiasi penyelenggaraan Kumpul Komunitas Karawo ini. Semoga kegiatan BPK XVII ke depan lebih banyak yang dibuat di Gorontalo," ujar Andris.
Bagi masyarakat Gorontalo, Karawo memiliki makna budaya yang menjadi ciri khas dan identitas Gorontalo. Karawo juga menjadi kekuatan ekonomi yang mampu menopang kehidupan ribuan orang yang terlibat dalam proses produksinya, mulai dari desain pola, pengirisan serat kain, penyulaman, hingga perdagangan. (mcgorontaloprov/rosyid)