:
Oleh MC Provinsi Jawa Tengah, Jumat, 30 September 2016 | 17:22 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 390
Semarang,InfoPublik - Pelatihan menjadi salah satu upaya Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam mengentaskan masyarakat miskin yang kini jumlahnya masih lebih dari tiga juta jiwa. Pelatihan yang diberikan, diharapkan dapat membuat mereka hidup mandiri. Namun, pelatihan perlu diiringi dengan pendampingan berkelanjutan.
Saat Rapat Koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD), Rabu (28/9) di Kantor Bappeda Jateng, Staf Ahli Gubernur Bidang Pembangunan, Dra Ema Rachmawati MHum mengemukakan, pelatihan tanpa diiringi dengan pendampingan secara berkelanjutan, dipastikan tidak akan membawa hasil yang diharapkan. Sebab, biasanya setelah dilatih, ketrampilan yang diberikan akan hilang begitu saja karena pada akhirnya tidak diterapkan.
"Pendampingan adalah salah satu hal yang efektif setelah dilatih. Masalahnya kita memang jarang punya sumber daya pendampingan," tuturnya.
Pendapat Emma itu dibenarkan Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura, Ir Suryo Banendro MP. Pendampingan berkelanjutan itu mutlak dilakukan. Dia mencontohkan kesuksesan kelompok tani Al Barokah dari Sukoharjo yang mampu memeroleh pendapatan Rp 5 juta per orang/ bulan. Di balik kesuksesan itu, ada pendampingan yang dilakukan sejak 2008.
"Kami dampingi terus mulai dari monokultur sampai ke ternak, bahkan sampai mendapat sertifikat organik. Pendamping kita datangkan dari berbagai instansi terkait. Badan Ketahanan Pangan (BKP) masuk, penyuluh, dan pengamat lapangan masuk. Dan kami mendidik satu orang dalam satu kelompok tani. Kami selalu mengandalkan personel dari dalam kelompok tani itu sendiri. Kalau bisa menemukan satu atau dua orang yang eigernya bagus, sudah luar biasa," paparnya.
Untuk memenuhi tenaga pendamping, Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan, Wika Bintang mengusulkan agar menggandeng perguruan tinggi. Salah satunya dari Universitas Gadjah Mada yang beberapa kali sudah berhasil melakukan pendampingan di Jawa Tengah.
"Saya kira UGM sudah melakukan pendampingan dan beberapa terbukti hasilnya di Jateng. Salah satunya di Desa Gesikan, Klaten. Dan kita (Pemprov Jawa Tengah) tidak perlu sharing dana karena UGM sudah punya dana. Pemda hanya tinggal melakukan MoU," tuturnya.
Selain perguruan tinggi, imbuh Wika, instansi vertikal juga bisa digandeng. Seperti Bank Indonesia yang selalu terbuka ketika diminta memberi pendampingan. Bank Indonesia bahkan bersedia mendatangkan para pakar.
Wakil Gubernur Jawa Tengah Drs H Heru Sudjatmoko MSi yang juga Ketua TKPKD Jateng menambahkan, muara pelatihan dan pendampingan berkelanjutan adalah untuk peningkatan kualitas SDM, terutama di desa yang terdapat banyak penduduk miskin.
Jika kualitas SDM meningkat, maka inovasi-inovasi juga bisa tercipta di desa. Inovasi baru itulah yang akan membantu meningkatkan pendapatan masyarakat miskin. Sebaliknya, tanpa peningkatan kualitas SDM, program pemerintah yang disusun sebagus apapun, tidak akan mencapai sasaran yang optimal.
"Dengan kondisi kualitas SDM yang belum bagus, masih diperlukan program yang sifatnya mendikte, mengarahkan, top down. Tidak bisa diserahkan secara bottom up. Dan program top down lebih efektif di tingkat kabupaten karena lebih dekat dengan masyarakatnya," katanya.(Humasjateng/MCjateng/Eyv)