:
Oleh MC Kab Gresik, Selasa, 26 April 2016 | 11:17 WIB - Redaktur: Kusnadi - 2K
Gresik, InfoPublik – Kupat ketheg atau ketupat ketheg demikian nama kuliner khas Gresik yang satu ini. Kekhasan kupat ketheg dipastikan tidak akan ditemukan di daerah lain di luar Gresik. Mungkin saja saat ini, kupat ketheg ini hanya bisa dijumpai dan dibeli di beberapa kios di sekitar tangga pintu keluar komplek makam Sunan Giri, itupun kalau hari Minggu. Kalau hari biasa hanya kios milik Bu Minah yang menyediakan kuliner khas Gresik ini.
Meski bentuknya sama dengan ketupat yang lazim kita jumpai, namun rasa kupat ketheg ini berbeda. Cara mengkonsumsinya juga berbeda. Kalau ketupat biasanya dikonsumsi bersama opor serta masakan berkuah yang lain. Tidak demikian dengan kupat ketheg. Makanan khas Giri ini biasanya hanya dipakai sebagai kudapan, jajanan atau makanan pelengkap.
Rasanya yang khas yaitu asin dan gurih, dan akan terasa nikmat bila dihidangkan bersama parutan kelapa muda serta sedikit gula halus. Mengkonsumsinya seperti layaknya kita akan mengkonsumsi ketupat, kupat ketheg dibelah dan dipotong sesuai kebutuhan. Setelah itu kelapa parut ditaburi diatasnya. Kalau menginginkan rasa manis, potongan kupat keteg yang akan kita makan dicelupkan dulu ke bubuk gula halus.
Sekedar membandingkan, rasa kupat ketheg hampir sama dengan jajanan pasar ketan lupis. Meski sama-sama terbuat dari beras ketan namun ketan lupis dalam pembuatannya dibungkus daun layaknya membuat lontong. Sedangkan kupat ketheg dibuat menggunakan daun pohon kebang, yaitu sejenis daun lontar yang dianyam seperti membuat ketupat.
Memang dilihat dari bentuknya sesaat setelah dipotong-potong dan dihidangkan di piring terasa kurang menarik. Bentuknya tidak seutuh ketupat atau lontong. Bahkan dilihat dari irisannya sulit sekali mendapatkan bentuk yang simetris dan menarik. Dari bentuk yang kurang mengundang selera, dipastikan akan tidak akan disentuh apabila dihidangkan bersama makanan yang lain.
Tapi ketika saya mencoba menjelaskan dan meyakinkan tentang rasa dari kupat ketheg tersebut. Salah satu orang berusaha mencicipi dengan mengambil potongan terkecil. Setelah dirasakan, lalu dia mengambil lagi dan lagi. Keadaan ini mengubah keadaan yang mulanya memandang remeh rasa kupat ketheg menjadi suka.
Dinamakan kupat ketheg karena cara memasaknya menggunakan air ketheg, yaitu air endapan minyak mentah yang keluar dari sumur minyak tua yang berwarna kehijau-hijauan.
Air ketheg atau air lantung inilah yang kemudian menjadi air utama untuk memasak ketupat ketheg sehingga berasa gurih dan asin. Selain berasa khas, bungkus kupat ketheg warnanya menjadi kuning ke emasan dan mengkilat.
Untuk memasak kupat ketheg, air lantung atau air ketheg yang baru di ambil dari sumur minyak tua tersebut, tidak bisa langsung digunakan untuk memasak, karena kondisinya masih keruh. Air sumur ketheg tersebut harus diendapkan selama tujuh hari. Pengendapan itu dilakukan agar airnya menjadi jernih dan terlihat bersih saat akan di gunakan untuk memasak.
Dahulu, sumur minyak tua sumber air ketheg masih banyak terdapat di Gresik. Dalam sepuluh tahun terakhir sumur minyak tua yang konon peninggalan Belanda yang mengeluarkan lantung hanya ada di Kelurahan Ngargosari dan Sekarkurung Kecamatan Kebomas. Menurut informasi terakhir sumur sumber air ketheg ini hanya terdapat di Sekarkurung, Kebomas.
Selain memberikan rasa khas kepada kupat ketheg. Dengan memasak menggunakan air ketheg, ketupat ini mampu bertahan hingga lebih dari 15 hari lamanya meski tanpa bahan pengawet kimiawi. Sehingga ketupat ketheg, sangatcocok untuk untuk oleh-oleh bagi pengunjung makam Sunan Giri yang datang dari luar kota.
Namun sayang keberadaan kupat ketheg ini tampaknya semakin punah. Masih menurut Minah, hanya dialah satu-satunya pemilik kios yang masih eksis menjual kupat ketheg di lokasi pemakaman Sunan Giri. “Kalau hari biasa hanya kios saya yang menjual, namun kalau hari minggu dan hari libur ada sekitar 4 (empat) kios yang ikut berjualan kupat ketheg” ungkap Minah.
Kepunahan kupat ketheg ini selain karena kurang familiar, juga diakibatkan semakin sulitnya sumber air ketheg. Pengrajin kupat ketheg sudah semakin jarang. Tehitung hanya dua orang yang mengisi ketheg di kios milik Minah yaitu ibu Nur Istiqomah (38) warga Komplek Rumah Susun Gulomantung dan ibu Umi (55) warga Dusun Kajen, Giri. “Hanya dua orang ini yang aktif mengisi kupat ketheg di kios saya” pungkas Minah. (Djauharo Windarti/Kus)