:
Oleh MC Kab Garut, Jumat, 15 April 2016 | 07:49 WIB - Redaktur: Tobari - 814
Garut, InfoPublik - Minat warga Kabupaten Garut terhadap usaha budidaya jamur kayu terbilang cukup tinggi. Budidaya baik dalam penyediaan media tempat tumbuh jamur, pembibitan, pemeliharaan pembesaran, maupun pengolahan pasca panen.
“Selain cepat menghasilkan, peluang pasar hasil budidaya jamur juga masih terbuka lebar,” kata Kepala Dishut Kabupaten Garut Sutarman, di kantornya, belum lama ini .
Data di Dinas Kehutanan (Dishut) Kabupaten Garut menunjukkan bahwa produksi log media jamur kayu pada 2012 mencapai sebanyak 50.751 botol. Jumlahnya meningkat pada 2013 menjadi sebanyak 223.926 log. Pada 2014, produksi log melonjak lagi menjadi sebanyak 745.205 log.
Demikian juga produksi jamur kayu dihasilkan meningkat tajam. Pada 2012, produksi jamur kayu mencapai sebanyak 25.375,89 kg, dan jumlahnya meningkat pada 2013 menjadi sebanyak 39.721,90 kg. Pada 2014, jumlah produksinya meningkat lagi.
Kepala Dishut Kabupaten Garut Sutarman, didampingi Kepala Bidang Pemanfaatan Usaha Hasil Hutan Dadang Wandara, menyebutkan, hingga saat ini, pelaku usaha budidaya jamur kayu di Kabupaten Garut tercatat sebanyak 49 pelaku usaha.
Rata-rata-rata produksi jamur segar dihasilkan mencapai sekitar 7.750 kilogram (kg) per bulan, atau setara Rp62 juta/bulan. Log media tempat tumbuh jamur mencapai sekitar 22.000 botol/bulan, atau setara Rp66 juta/bulan.
Bibit FO sebanyak 20 botol/bulan, bibit F1 sebanyak 200 botol/bulan, atau setara Rp3 juta/bulan, bibit F2 sebanyak 1.400 botol/bulan, atau setara Rp2,4 juta/bulan. Juga berbagai variasi produk jamur olahan berupa kerupuk, krispi, rendang, dan bakso jamur.
Dadang menuturkan, budidaya jamur kayu sendiri merupakan salah satu dari tiga komoditas budidaya Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) unggulan Kabupaten Garut, selain sutera alam, dan lebah madu. Hal itu sesuai Keputusan Bupati Garut Nomor 522/Kep.617-DISHUT/2010 tentang HHBK Unggulan Kabupaten Garut.
Menurut Dadang, budidaya jamur kayu cukup prospektif. Bahan baku untuk log jamur kayu yaitu serbuk gergaji kayu alba di Garut banyak tersedia. Waktu usaha jamur kayu pun singkat, dan cepat menghasilkan. Memelihara bibit jamur sampai panen hanya memakan waktu sekitar empat bulan.
“Pasar untuk jamur masih terbuka lebar. Sampai saat ini, kebutuhan Garut terhadap jamur segar baru terpenuhi produksi lokal sekitar sepuluh persen. Sebagian besar lainnya masih dipasok dari luar Garut. Tapi, sebaliknya, log untuk tempat tumbuh jamur dihasilkan di Garut justru banyak dipasok ke luar Garut,” kata Dadang.
Sebagai catatan, banyaknya ketersediaan bahan baku log dari serbuk kayu di Garut ditunjukkan dari cukup besarnya potensi industri penggergajian kayu telah mendapatkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) di Garut yang mencapai kapasitas sebanyak 2.000 m3 per tahun dari 19 unit industri yang ada.
Juga terdapat 2 unit industri penggergajian kayu berkapasitas 2.000-6.000 m3 per tahun, ditambah 190 unit usaha penggergajian kayu berkapasitas 2.000 m3 per tahun.
“Kelebihan lain budidaya jamur kayu yaitu tidak ada energi limbah terbuang melainkan justru terbangun siklus ekonomis. Log bekas pemeliharaan jamur dapat diolah menjadi pupuk organic,” ujar Dadang.
Ditambahkan, penyediaan bibit jamur yang semula harus didatangkan dari luar Garut kini sudah mulai teratasi. Sebab sejumlah petani budidaya jamur di Garut juga sudah mulai bisa menghasilkan bibit jamur sendiri. (mc kab garut/toeb)