Berburu Artefak Bojonegoro Di Museum Tropen Belanda (I): Tersimpan di Depo

:


Oleh MC Kabupaten Bojonegoro, Selasa, 1 Maret 2016 | 16:55 WIB - Redaktur: Tobari - 1K


Bojonegoro, InfoPublik – Nove Zain Wisuda, seorang pegawai negeri sipil (PNS) di RSUD Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, berkunjung ke Museum Tropen di Harleem, Belanda, Senin (29/2) untuk berburu artefak yang berbau Bojonegoro, setelah tiba di negeri kincir angin itu sehari sebelumnya.

PNS di RSUD Pemerintah Kabupaten Bojonegoro tersebut, memperoleh bea siswa belajar tentang kesehatan di Kolonial Institut (KIT) di Belanda, pada 27 Februari sampai 11 Maret 2016.

Selain, mengikuti kegiatan pendidikan di KIT, ia juga menyempatkan membuat laporan kepada kanalbojonegoro.com, terkait kegiatannya selama di Belanda, terutama mencari artefak yang berbau Bojonegoro.

Ia berangkat dari Tanah Air, melalui Bandara Juanda, Sidoarjo, pada 27 Februari dan sampai di Sanchen, Belanda, sehari kemudian.

Meskipun masih kelelahan setelah lama dalam perjalanan dari Tanah Air ke Belanda, setelah berkoordinasi dengan  pihak lembaga KIT, maka di waktu sela ia berangkat menuju Museum Tropen.

Tidak banyak waktu yang bisa dimanfaatkan untuk ngubek-ubek Museum Tropen di Harleem, Belanda, untuk mencari artefak berbau Bojonegoro, Jawa Timur, karena padatnya kegiatan kuliah di KIT.

Di lantai dua, yang menjadi ajang pameran berbagai artefak dari negara tropis yang menjadi negara jajahan Belanda itu, ia mengaku tidak berhasil menemukan satupun artefak yang berbau Bojonegoro.

Termasuk artefak Ki Samin Surosentiko, yang juga ditokohkan masyarakat Bojonegoro, selain Blora, Jawa Tengah, karena kegigihannya melawan penjajah Kolonial Belanda.

Terkait artefak Samin Surosentiko , informasinya Tim Sejarah Bojonegoro, juga menelusuri Makam Ki Samin Surosentiko, di Sawahlunto, Sumatera.

“Banyak artefak yang saya ambil gambarnya dari berbagai daerah di Tanah Air, yang dipamerkan di Museum Tropen, antara lain, foto wajah sejumlah warga Semarang, foto panen tembakau di Deli, Sumatera, peralatan candu, juga berbagai artefak lainnya dari berbagai daerah di Tanah Air,” kata Nove Zain Wisuda, dalam laporannya .

Padahal, sebelum berangkat ke Belanda, ketika masih di Bojonegoro dari hasil googling di web tropenmuseum, ia berhasil menemukan artefak berbau Bojonegoro, antara lain, rel kereta api (KA) di Stasiun Kapas, Bojonegoro.

Selain itu, juga tempat air minum dari tanah liat atau kendi, yang disebut produksi Bojonegoro. Tidak hanya itu, ia juga memperoleh gambar sejumlah warga Kecamatan Malo, yang beternak babi dan memiliki anjing.

“Saya pun memberanikan diri bertanya kepada petugas Museum Tropen, dan memperoleh jawaban sedikit melegakan. Kemungkinan artefak Bojonegoro ada di depo," ucap penjaga Museum, seperti dituturkan Nove Zain Wisuda.

Depo yang dimaksud disini adalah ruangan yang menyimpan banyak artefak dari berbagai negara daerah tropis yang berada di lantai bawah juga di Museum Tropen, tapi tidak terbuka untuk umum.

Di Museum Tropen ini, banyak ribuan cerita, karya menarik dari seni dan benda-benda menarik membawa budaya yang berbeda untuk hidup. Di Museum Tropis, kita bisa melakukan perjalanan melalui dunia dan melalui waktu dengan melihat artefak yang dipamerkan.

KIT dalam bahasa inggris “The Royal Tropical Institute” berdiri, pada 1864. Didirikan oleh Colonial Museum di kota Harleem, dengan tujuan untuk pengembangan ilmu dan pendidikan. Semula, KIT berisi koleksi artefak budaya dan antropologi dari wilayah Hindia Belanda.

Selain itu, museum juga melakukan penelitian dengan tujuan peningkatan produksi dan pengolahan hasil tropis seperti kopi, rotan, paraffin. Pada 1910 didirikan “Colonial Institute” yang merupakan pengabungan dengan “Colonial Museum”, di Amsterdam. 

Pembangunan gedung,  dimulai 1915, didesain dengan memperlihatkan keanekaragaman budaya daerah koloni Belanda, dengan masa waktu pembangunan selama 11 tahun. (MC Bojonegoro/toeb)