:
Oleh MC Provinsi Jawa Tengah, Kamis, 18 Februari 2016 | 09:48 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 406
Semarang, InfoPublik - Selama tiga tahun terakhir, penerimaan dari sektor pajak di Jawa Tengah mengalami peningkatan signifikan. Bahkan sepanjang sejarah ini pendapatan pajak menyentuh angka Rp 30 miliar. Namun, masih banyak wajib pajak yang mengabaikan kewajibannya, termasuk pajak usaha sektor pertambangan.
"Jateng masih banyak wajib pajak yang belum terdaftar, adapula yang sudah terdaftar tapi belum bayar pajak, termasuk pengenaan pajak pertambangan," ujar Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah I Dasto Ledyanto, saat memberikan sambutan pada Rapat Direksi Kanwil DJP Jateng I dan II di Ruang Rapat Gedung Kanwil DJP Jateng, Selasa, (16/2).
Ia mencontohkan, salah satunya penggalian pengenaan PPh dan PPN usaha pertambangan di beberapa kecamatan yang tersebar di Kabupaten Rembang, ditemukan 210 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan entitas sebanyak 150 entitas objek pribadi maupun badan. Dari 150 entitas tercatat 120 entitas sudah mengantongi NPWP sedangkan sisanya atau 30 entitas tidak memiliki NPWP.
"Dari 120 entitas yang ber-NPWP, teridentifikasi 40 wajib pajak bayar PPh dan PPN Rp 15,5 miliar, sementara 80 wajib pajak dalam proses penelitian lebih lanjut,"ujarnya.
Dalam paparannya Dasto menjelaskan, hasil penggalian potensi pajak sektor pertambangan di Rembang menggunakan citra satelit yang diarahkan ke kawasan-kawasan potensi tambang di Rembang ditemukan sebanyak 210 IUP. Dari jumlah tersebut terdapat 176 IUP operasi produksi dan 169 IUP diantaranya masih berlaku. Kemudian teridentifikasi 119 IUP operasi produksi, sehingga ditetapkan sebanyak 129 SPPT terhadap 90 wajib pajak.
Selain optimalisasi potensi pajak sektor pertambangan, DJP Jateng juga melakukan berbagai upaya untuk mencapai terget penerimaan pajak di semua sektor. Antara lain peningkatan pelayanan melalui ATM mini, mobil pajak keliling untuk menjangkau wilayah pelosok, e-SPT, dan pojok pajak yang ditempatkan di beberapa mall, edukasi dan kerjasama, sosialisasi pajak, kelas pajak menanyakan berbagai hal tentang pajak, serta dialog perpajakan dengan asosiasidan tokoh agama dan tokoh masyarakat.
"Upaya lainya adalah perluasan basis perpajakan, intensifikasi melalui penggalian potensi sektor unggulan, pengawasan bendahara, penggalian penegakan hukum dengan penagihan dan penyidikan," imbuhnya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah, H. Ganjar Pranowo SH MIP menyatakan, penambangan liar galian C dan jenis tambang liar lainnya membuat “pinggang patah”. Meski aktivitas penambangan kelasnya kecil, termasuk tambang rakyat yang tanpa alat berat, namun tetap merusak lingkungan dan merugikan negara. Bahkan jalan hancur akibat lalu lintas kendaraaan berat memuat bahan tambang yang kerap melebihi tonase.
"Sesuai laporan yang dipaparkan tadi, bahwa sebagian besar penambang tidak membayar pajak. Ini berarti saya mendapat teman untuk menertibkan penambang ilegal. Saya mencoba membersihkan karena saya tidak ada niatan mengganggu bisnis orang, tapi penambangan ilegal di depan mata," terangnya.
Menurutnya, Pemprov sudah melakukan beragam upaya menertibkan. Diantaranya melalui pendekatan dengan berbagai pihak dan berteriak-teriak agar pengelola tambang mengurus izin pertambangan, baik memakai nama pribadi maupun organisasi tidak masalah. Sehingga pemerintah juga bisa membantu dengan cara yang legal.
"Dengan temuan-temuan potensi pajak tambang, saya justru terinspirasi pintu penertiban dari pintu pajak. Karena bisa membikin mereka gedhek-gedhek. Saya akan serius untuk ESDM," katanya.
Ia menegaskan, bisnis galian C angkanya bukan lagi ratusan juta atau miliaran rupiah, tapi puluhan triliun rupiah. Kalau kemudian penegakan hukum penambang ilegal hanya dengan peraturan daerah itu tidak akan mempan. Sehingga harus ada payung hukum lain yang mengatur penambangan supaya penambang hanya dihadapkan pada dua pilihan, pengusaha tambang sanggup membayar pajak atau berurusan dengan hukum. (humas jateng/MCjateng/eyv)