- Oleh Wahyu Sudoyo
- Rabu, 11 Desember 2024 | 22:30 WIB
: Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutia Hafid, menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah dan perguruan tinggi untuk membumikan pemanfaatan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Hal tersebut diungkapkan Menkodigi dalam diskusi bertajuk Komdigi Menjangkau: Campus, We’re Coming!, yang berlangsung di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Rabu (11/12/2024). (Dit PM Komdigi)
Oleh Wahyu Sudoyo, Rabu, 11 Desember 2024 | 23:08 WIB - Redaktur: Untung S - 110
Jakarta, InfoPublik — Pemerintah menerapkan sejumlah strategi dalam mengoptimalkan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI), termasuk sinergi antara pemerintah dan perguruan tinggi untuk membumikan pemanfaatan dan pendekatan bertahap.
“Biasanya, sesuatu untuk kemajuan perlu kita perbincangkan terlebih dahulu dengan para pihak. Setelah ada kesepahaman, barulah kita bisa mengambil manfaat sebesar-besarnya,” kata Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, dalam diskusi bertajuk Komdigi Menjangkau: Campus, We’re Coming!, yang berlangsung di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, pada Rabu (11/12/2024).
Menurut Meutya, masyarakat harus memahami dan merasa nyaman terlebih dahulu dengan teknologi baru sebelum sepenuhnya mengadopsinya.
Pemerintah sendiri memandang AI bukan sebagai ancaman, melainkan sebuah peluang besar sekaligus tantangan.
Hal ini didasarkan data yang menunjukkan bahwa AI akan menggantikan sekitar 85 juta pekerjaan pada 2025, tetapi di saat yang sama akan menciptakan 90 juta pekerjaan baru di bidang seperti pengembangan AI, data sains, dan kolaborasi manusia dengan AI.
“Artinya, ada yang hilang, tetapi lebih banyak yang datang. Ini adalah peluang yang harus kita manfaatkan, terutama oleh generasi muda,” jelasnya.
Meutya menekankan pentingnya etika dan tanggung jawab dalam pengembangan AI, yang terwujud ketika Indonesia menjadi negara pertama yang mendorong AI etik, sejalan dengan panduan UNESCO.
“Etika dan kreativitas harus berjalan seiring. Teknologi memiliki batasan, dan etika adalah pengendali utama agar manfaatnya tetap optimal,” ujar dia.
Selain itu, pemerintah telah mengeluarkan panduan etik dalam bentuk surat edaran. dan mulai 2025, serial diskusi dengan para pemangku kepentingan akan digelar untuk meningkatkan regulasi agar lebih kuat dan inklusif.
“Kami tidak akan menghambat inovasi teknologi, tetapi mendorong penggunaannya untuk berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi,” tegas Meutya.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi), Nezar Patria, menambahkan, penguasaan teknologi memerlukan peningkatan kapasitas manusia.
“AI hanya bisa bekerja dengan data. Tetap manusia yang mengendalikan, sehingga kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi kunci utama,” ujar Nezar seraya menambahkan bahwa perkembangan pesat AI yang kini mendekati kecerdasan buatan umum (artificial general intelligence).