- Oleh Pasha Yudha Ernowo
- Senin, 2 Desember 2024 | 10:50 WIB
: Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza Ul Haq dalam acara Seminar dari Kelas ke Kehidupan: Menanamkan Nilai-Nilai Nirkekerasan dan Kesetaraan Gender di Lingkungan Pendidikan (Foto: Dok Kemendikdasmen)
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Senin, 2 Desember 2024 | 10:41 WIB - Redaktur: Untung S - 113
Jakarta, InfoPublik – Dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks, pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai media untuk mentransfer ilmu, tetapi juga sebagai sarana penguatan nilai-nilai kemanusiaan. Salah satu nilai yang perlu ditanamkan sejak dini adalah nirkekerasan, di mana setiap individu diperlakukan dengan hormat dan setara tanpa ada kekerasan, baik itu fisik, verbal, maupun emosional.
Selain itu, kesetaraan gender merupakan elemen penting dalam menciptakan pendidikan yang adil dan merata, tanpa membedakan jenis kelamin, latar belakang sosial, maupun budaya. Untuk itu, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) terus berkomitmen dalam mengimplementasikan program prioritas untuk memperkuat pendidikan karakter, yang mengedepankan nilai-nilai tersebut.
Dalam seminar bertajuk “Dari Kelas ke Kehidupan: Menanamkan Nilai-Nilai Nirkekerasan dan Kesetaraan Gender di Lingkungan Pendidikan”, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza Ul Haq, Senin (2/12/2024) mengungkapkan bahwa salah satu cara untuk mengatasi kasus kekerasan di lingkungan pendidikan adalah dengan meningkatkan komunikasi yang berkualitas antara seluruh pihak dalam ekosistem pendidikan di sekolah, termasuk guru dan orang tua.
“Untuk mengatasi kekerasan, harus ada komunikasi yang baik antara guru dan orang tua. Ketidakharmonisan yang sering terjadi sering kali disebabkan oleh kurangnya komunikasi yang efektif,” ujar Fajar.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keterlibatan orang tua dalam mendukung proses pendidikan anak.
Fajar juga menekankan bahwa dalam menanamkan nilai kedisiplinan di sekolah, batasan yang jelas harus diterapkan. Guru berhak untuk mendisiplinkan anak demi kepentingan pendidikan, namun upaya tersebut harus sejalan dan disepakati bersama dengan orang tua. Menurut Fajar, salah satu cara untuk menjalin hubungan yang harmonis antara sekolah dan orang tua adalah dengan mengadakan pertemuan periodik.
“Misalnya di sekolah swasta keagamaan, ada kajian keagamaan bersama. Ini menjadi kesempatan bagi guru dan orang tua untuk menjalin silaturahmi,” tambahnya.
Sebagai bagian dari upaya membangun karakter siswa, Kemendikdasmen juga memperkuat peran Guru Bimbingan Konseling (BK) dalam pendidikan. Fajar menjelaskan bahwa peran guru BK sangat penting dalam menanamkan nilai moral dan etika kepada siswa serta memberikan bimbingan dalam pengembangan karakter mereka. Kemendikdasmen berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas guru BK dan guru agama agar mereka dapat menyampaikan pendekatan berbasis nilai yang lebih efektif.
“Untuk sekolah yang belum memiliki guru BK, kita berikan pembekalan kepada guru agar mereka memiliki kemampuan untuk mengatasi berbagai persoalan di sekolah,” jelas Fajar.
Sri Widyastuti, seorang Guru Bidang Ekonomi di SMA Muhammadiyah Bantul, mengungkapkan bagaimana ia menerapkan praktik kesetaraan dalam proses pembelajaran. Sri memberikan penjelasan materi pelajaran secara umum kepada semua siswa, lalu mendekati siswa yang mengalami kesulitan dengan cara yang personal dan penuh perhatian. Contohnya, untuk siswa yang juga seorang atlet, ia memberi fleksibilitas dalam waktu belajar agar siswa tetap dapat mengikuti pelajaran meskipun harus berlatih.
"Saya sebagai wali kelas dan guru bidang Ekonomi, mendidik anak-anak tanpa diskriminasi. Kami memahami perbedaan kompetensi dari masing-masing anak yang berbeda-beda,” ujarnya.
Sri juga mengungkapkan bagaimana praktik nirkekerasan diterapkan di sekolah melalui pendekatan psikologis dan sosial. Sanksi yang diberikan kepada siswa disesuaikan dengan kondisi siswa, seperti memberikan pilihan aktivitas bermakna, seperti menulis ayat-ayat Al-Qur'an atau memberi khotbah. Pendekatan ini tidak hanya efektif dalam menanamkan nilai moral tetapi juga membantu siswa untuk lebih memahami makna dari setiap tindakan mereka.
Sri juga menyebutkan peran penting guru Bimbingan Konseling (BK) dalam membantu siswa mengatasi masalah pembelajaran dan mengembangkan potensi mereka. Guru BK dapat memberikan masukan tentang pengembangan bakat dan minat siswa, serta menjembatani komunikasi antara sekolah dan orang tua.
“Di sinilah peran penting guru BK dan wali kelas dalam mengembangkan potensi siswa. Wali kelas juga berperan dalam menjembatani komunikasi lebih lanjut dengan orang tua, sehingga perkembangan anak dapat terus terpantau dan selaras antara pola asuh di sekolah dan di rumah,” jelas Sri.
Sri berharap pendidikan di Indonesia semakin maju, terhindar dari kekerasan, dan lebih mengutamakan kesetaraan gender. Ia mengajak semua pihak untuk bekerja sama dalam menciptakan pola asuh yang baik, di mana guru dan orang tua saling mendukung demi masa depan anak yang lebih baik. Pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai positif akan menjadi fondasi bagi generasi penerus yang lebih bijak, adil, dan siap menghadapi tantangan zaman.
Dengan komitmen kuat dari Kemendikdasmen dan peran aktif guru, orang tua, dan seluruh pihak terkait, diharapkan Indonesia dapat mewujudkan pendidikan yang lebih inklusif, berkeadilan, dan bebas kekerasan untuk semua anak bangsa.