BPOM Terbitkan Peraturan Baru Batas Cemaran dalam Kosmetik

: Foto: Badan POM


Oleh Putri, Minggu, 27 Oktober 2024 | 20:09 WIB - Redaktur: Untung S - 566


Jakarta, InfoPublik – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menetapkan Peraturan BPOM (PerBPOM) Nomor 16 Tahun 2024 mengenai Batas Cemaran Dalam Kosmetik. Regulasi ini menggantikan PerBPOM Nomor 12 Tahun 2019 yang sebelumnya mengatur batas cemaran dalam kosmetik, yang kini dianggap tidak lagi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kosmetik.

Salah satu pembaruan penting dalam regulasi ini adalah penurunan kadar cemaran 1,4-dioxane, senyawa kimia yang bersifat karsinogenik, dari 25 part per million (ppm) menjadi 10 ppm, menyesuaikan dengan standar yang disepakati di ASEAN. Ketentuan lengkap terkait batas cemaran dalam kosmetik dapat diakses melalui situs resmi BPOM di www.jdih.pom.go.id.

Dalam keterangan resminya pada Sabtu (27/10/2024), BPOM menyampaikan bahwa penyesuaian ini dilakukan setelah melalui berbagai kajian di tingkat Asia Tenggara untuk memberikan perlindungan yang lebih baik kepada konsumen. “Bahan kimia 1,4-dioxane adalah cemaran kimia yang tidak dapat dihindari dalam kosmetik, namun perlu dibatasi dan diawasi kadarnya,” ujar BPOM dalam kutipan tersebut.

Sebelum diundangkan, PerBPOM ini telah melalui proses konsultasi publik pada 10 November 2023 dan dilanjutkan dengan harmonisasi bersama Kementerian Hukum dan HAM pada 25 Juli 2024. Peraturan ini akhirnya mendapat persetujuan Presiden pada 17 September 2024, menjadikannya secara resmi berlaku dan wajib dipatuhi oleh industri kosmetik di Indonesia.

Dengan berlakunya peraturan ini, industri kosmetik diwajibkan untuk memenuhi batas cemaran mikroba, logam berat, dan cemaran kimia, memastikan produk kosmetik yang beredar aman dan berkualitas bagi konsumen. Pelaku usaha diharapkan aktif dalam pemenuhan regulasi ini sebagai bentuk komitmen terhadap keamanan dan mutu produk.

Pentingnya Pengujian dan Kepatuhan Regulasi

BPOM menjelaskan bahwa cemaran adalah bahan yang tidak sengaja masuk ke dalam kosmetik, bisa berasal dari proses pengolahan, penyimpanan, atau terbawa dari bahan baku, dan dapat membahayakan kesehatan jika tidak terkontrol. Oleh karena itu, pengujian cemaran dalam kosmetik harus dilakukan di laboratorium yang terakreditasi atau di laboratorium internal industri yang memenuhi standar Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB).

Pengujian wajib menggunakan metode analisis yang tervalidasi atau terverifikasi, dan hasilnya harus didokumentasikan sebagai bagian dari dokumen informasi produk kosmetik. Bagi pelaku usaha yang melanggar, BPOM telah menetapkan sanksi administratif mulai dari peringatan tertulis hingga pencabutan nomor notifikasi serta penutupan akses daring pengajuan notifikasi.

Pelaku usaha yang melanggar regulasi ini dapat dikenakan sanksi berupa:

  • Peringatan tertulis,
  • Larangan sementara mengedarkan kosmetik (maksimal 1 tahun),
  • Penarikan dan pemusnahan produk dari peredaran,
  • Penghentian sementara produksi atau impor kosmetik (maksimal 1 tahun),
  • Pencabutan nomor notifikasi,
  • Penutupan sementara akses daring untuk pengajuan notifikasi (maksimal 1 tahun).

BPOM menegaskan komitmennya untuk terus memastikan keamanan, khasiat, dan mutu produk kosmetik di Indonesia melalui inovasi regulasi yang mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi. BPOM juga mengajak seluruh pelaku usaha untuk bekerja sama dalam mematuhi peraturan ini, demi melindungi konsumen dari risiko kesehatan dan meningkatkan daya saing produk kosmetik Indonesia di pasar global.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Putri
  • Jumat, 22 November 2024 | 09:48 WIB
Kemenkes Minta Perkuat Pengawasan pada Distribusi Antibiotik
  • Oleh Putri
  • Kamis, 21 November 2024 | 15:39 WIB
Pemerintah Fokus Percepat Penanganan Dampak Erupsi Gunung Lewotobi