Kemenkes: Tes PCR Berfungsi untuk Deteksi Virus, Bukan hanya Cek Asidosis

: Sesworang sedang melakukan tes PCR/Foto: Kemenkes


Oleh Putri, Rabu, 23 Oktober 2024 | 14:01 WIB - Redaktur: Untung S - 247


Jakarta, InfoPublik – Beredar narasi yang menyebutkan bahwa reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR), metode yang digunakan untuk mendeteksi virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19, hanya berfungsi untuk mengecek asidosis. Klaim tersebut dinyatakan keliru oleh Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril, melalui keterangan resminya pada Selasa (22/10/2024).

Syahril menegaskan bahwa tes PCR diakui secara internasional sebagai salah satu metode diagnostik paling andal dalam mendeteksi keberadaan virus, termasuk COVID-19. "Tes PCR digunakan untuk mengetahui keberadaan patogen penyebab infeksi penyakit. Ini adalah alat diagnostik yang sangat penting, termasuk untuk COVID-19," ujar Syahril.

Metode PCR adalah bentuk Tes Amplifikasi Asam Nukleat (NAAT) yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai standar emas (gold standard) dalam mendeteksi virus, seperti SARS-CoV-2. Tes ini bekerja dengan mendeteksi materi genetik virus (RNA) atau fragmen yang terurai dari virus tersebut.

Syahril menjelaskan bahwa tes PCR memiliki tingkat akurasi yang tinggi dalam mendeteksi infeksi aktif, termasuk dalam kasus COVID-19 dan penyakit infeksi lainnya seperti Monkeypox (Mpox). "Tes PCR bisa mendeteksi patogen penyebab Mpox sejak awal infeksi," katanya.

Selain itu, tes PCR memerlukan waktu beberapa jam untuk mendapatkan hasil, meskipun ada juga versi yang lebih cepat.

Whole Genome Sequencing untuk Deteksi Varian Virus

Jika hasil tes PCR menunjukkan positif COVID-19, langkah selanjutnya untuk mengetahui jenis varian virus adalah dengan melakukan Whole Genome Sequencing (WGS). Pemeriksaan WGS ini digunakan untuk mengurutkan genom virus SARS-CoV-2 dan memetakan penyebaran varian seperti Delta dan Omicron.

"Untuk melihat varian virus, kita menggunakan WGS, setelah PCR menunjukkan hasil positif," jelas Syahril.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2023 Tentang Pedoman Penanggulangan COVID-19, tes PCR dan WGS termasuk dalam upaya surveilans untuk memantau epidemiologi dan virologi, serta mendeteksi varian virus baru.

Syahril juga menegaskan bahwa asidosis bukanlah kondisi yang terdeteksi melalui tes PCR. Asidosis terjadi ketika kadar asam dalam tubuh meningkat secara berlebihan, dan hal ini dapat mengakibatkan gangguan kesehatan serius. Pemeriksaan asidosis biasanya dilakukan dengan tes darah dan urine untuk mengukur kadar pH tubuh, serta melibatkan paru-paru dan ginjal dalam mengatur keseimbangan keasaman tubuh.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Putri
  • Jumat, 22 November 2024 | 09:48 WIB
Kemenkes Minta Perkuat Pengawasan pada Distribusi Antibiotik
  • Oleh Putri
  • Kamis, 21 November 2024 | 15:39 WIB
Pemerintah Fokus Percepat Penanganan Dampak Erupsi Gunung Lewotobi