Kemenkes Tingkatkan Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit

: Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Azhar Jaya/Foto: Kemenkes


Oleh Putri, Jumat, 6 September 2024 | 21:57 WIB - Redaktur: Untung S - 194


Jakarta, InfoPublik – Pengendalian resistensi antimikroba (AMR) di rumah sakit (RS) terus ditingkatkan, sejalan dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) di RS.

Melalui regulasi tersebut, pengendalian resistensi antimikroba bertujuan untuk mencegah dan menurunkan kejadian mikroba resisten. Resistensi antimikroba terjadi ketika bakteri, virus, jamur, dan parasit tidak lagi merespons obat antimikroba, sehingga meningkatkan risiko penyebaran penyakit atau penyakit parah.

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Azhar Jaya, melalui keterangan resmi yang disampaikan pada Jumat (6/9/2024), mengatakan ada dua kegiatan pokok yang dilakukan dan dilaporkan dalam PPRA.

"Pertama, mengendalikan berkembangnya mikroba resisten melalui penggunaan antibiotik secara bijak. Kegiatannya berupa membentuk tim PPRA, yang bertugas membantu direktur rumah sakit dalam penerapan PPRA,” jelas Azhar.

Kegiatan lainnya adalah melakukan penatagunaan antimikroba (PGA) secara strategis dan sistematis, serta mengoptimalkan penggunaan antimikroba, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Selain itu, penting untuk mengembangkan dan meningkatkan fungsi laboratorium mikrobiologi klinik untuk pemeriksaan kultur dan uji kepekaan.

Kedua, mencegah penyebaran mikroba resisten melalui peningkatan ketaatan terhadap prinsip Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pedoman PPI.

“Hanya lima dari 3.197 rumah sakit yang terdaftar saat ini yang melakukan pelaporan AMR berdasarkan Permenkes Nomor 8 Tahun 2015 (pelaporan manual),” kata Azhar.

Untuk mendorong pelaksanaan dan pelaporan PPRA di semua RS, program ini akan dimasukkan dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit. Sehingga, RS tidak akan lulus akreditasi jika program nasional ini tidak dilaksanakan.

Upaya lain untuk mendorong pelaporan PPRA juga akan dilakukan melalui SIRS ONLINE, yang sudah dikenal di seluruh RS di Indonesia, menggantikan sistem pelaporan manual saat ini. SIRS ONLINE adalah aplikasi sistem pelaporan RS kepada Kemenkes.

Menurut Azhar, implementasi PPRA di RS masih menghadapi tantangan. Permenkes 8/2015 menekankan pentingnya mengatasi masalah dalam pengendalian resistensi antimikroba di RS.

Salah satu tantangan adalah ketersediaan fasilitas laboratorium mikrobiologi yang memadai di RS. Selain itu, komunikasi antara berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan PPRA juga perlu ditingkatkan.

Pelayanan pemeriksaan mikrobiologi sangat penting untuk memberikan informasi tentang keberadaan mikroba dalam spesimen yang mungkin menyebabkan infeksi. Jika ada pertumbuhan mikroba yang dianggap sebagai penyebab infeksi, pemeriksaan akan dilanjutkan dengan uji kepekaan mikroba terhadap antimikroba.

“PPRA belum sepenuhnya dijalankan oleh seluruh RS di Indonesia. Tantangan pelaksanaan PPRA ini antara lain, tidak semua RS memiliki kemampuan pelayanan laboratorium mikrobiologi klinik,” ujar Azhar.

Kendala terbesar adalah kurangnya dokter spesialis yang kompeten dalam melakukan pemeriksaan kultur dan uji kepekaan. Tantangan lainnya adalah beberapa RS mengklaim bahwa pembayaran untuk penyakit infeksi, termasuk infeksi akibat resistensi antimikroba, oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dilakukan dalam bentuk paket INA CBG’s.

Sehingga, pemeriksaan laboratorium mikrobiologi dan laboratorium lainnya dalam mendukung pengobatan pasien infeksi dapat menggerus biaya paket INA CBG’s.

Sebagai upaya menghadapi tantangan ini, Azhar menyampaikan bahwa Kementerian Kesehatan sedang melaksanakan beberapa program untuk meningkatkan kemampuan pelayanan laboratorium.

“Upaya kami, yaitu melalui rujukan pemeriksaan laboratorium mikrobiologi ke rumah sakit pengampuan penyakit infeksi emerging yang telah ditetapkan oleh Menteri, atau melakukan rujukan ke laboratorium kesehatan masyarakat di setiap kabupaten/kota dan provinsi,” kata Azhar.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Putri
  • Sabtu, 14 September 2024 | 19:56 WIB
Pendidikan Pancasila di IKN Jadi Kunci Membangun SDM Masa Depan
  • Oleh Putri
  • Kamis, 12 September 2024 | 22:09 WIB
Produksi Vaksin Dalam Negeri Perkuat Ketahanan Kesehatan Nasional