- Oleh Wahyu Sudoyo
- Jumat, 25 Oktober 2024 | 18:14 WIB
: Para peserta Focus Group Discussion (FGD) Tematik Perpres RAN PE Tahun 2025 - 2029 bertema Ketahanan Komunitas dan Keluarga di Jakarta (Biro Perencanaan, Hukum dan Humas BNPT)
Oleh Wahyu Sudoyo, Sabtu, 20 Juli 2024 | 00:05 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 338
Jakarta, InfoPublik - Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAN PE) periode kedua mendatang akan fokus pada pembentukan resilensi nasional (national resilience) dari level terkecil yakni komunitas dan keluarga.
Demikian dikatakan Ketua Pokja Pilar I RAN PE sekaligus Direktur Perlindungan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol Imam Margono, dalam keterangannya terkait acara Focus Group Discussion (FGD) Tematik Perpres RAN PE Tahun 2025 - 2029 bertema Ketahanan Komunitas dan Keluarga di Jakarta, seperti dikutip pada Jumat (19/7/2024).
"Pembentukan national resilience dalam level terkecil yakni komunitas dan keluarga menjadi salah satu tema yang akan kita laksanakan di RAN PE periode kedua ini, saya harap kolaborasi K/L (Kementerian dan Lembaga) dan OMS (organisasi masyaraat sipil) dalam memberikan masukan konstruktif dapat memberikan gambaran jelas mengenai aksi yang akan kita lakukan tahun 2025 - 2029," jelas Direktur Perlindungan BNPT.
Imam menjelaskan, urgensi pengangkatan tema tersebut berdasarkan pemikiran bahwa komunitas dan keluarga memiliki peran sentral dalam membentengi anggotanya dari ideologi kekerasan.
"Pengangkatan tema tersebut berdasarkan pada pemikiran bahwa keluarga dan komunitas memiliki peran sentral dalam membentengi anggotanya masing-masing terhadap ancaman ekstremisme kekerasan. Maka, keluarga dan komunitas harus terus menerus diperkuat daya tangkalnya," tuturnya.
Pelaksana harian (Plh). Direktur Eksekutif Wahid Foundation, Siti Kholisoh, mengatakan, salah satu contoh program ketahanan komunitas di kalangan anak muda yang telah berjalan selama ini adalah Sekolah Damai.
Sekolah Damai ini menyasar Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Kejuruan (SMK), agar budaya toleransi berkembang di sekolah.
“Program ini model jangka panjang dalam memperkuat ketahanan masyarakat terhadap paparan intoleransi," jelas Siti
Menurut Plh Direktur Eksekutif Wahid Foundation, pihak-pihak terkait perlu mengobservasi kebutuhan komunitas sebelum melakukan rencana aksi.
"Kita perlu menggalih dan mengobservasi kebutuhan fundamental yang komunitas butuhkan, karena setiap komunitas beda kebutuhan. Kontekstualisasi intervensi ini dapat berupa hasil kajian, hasil riset dari intervensi aksi yang kita butuhkan," pungkas Plh. Direktur Eksekutif Wahid Foundation.
Adapun K/L dan OMS yang berpartisipasi dalam kegiatan ini diantaranya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), AMAN Indonesia, hingga Peace Generation Indonesia.