Pemerintah Diminta Dukung Program Sejuta Nelayan BPJS Ketenagakerjaan

:


Oleh H. A. Azwar, Senin, 22 Agustus 2016 | 15:36 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 1K


Jakarta, InfoPublik - Kehadiran Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 merupakan instrumen negara untuk mewujudkan cita-cita bangsa ini guna meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Pasal 2 Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 menyatakan bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Ya bagi seluruh rakyat Indonesia, baik yang bekerja maupun yang menganggur, baik yang bekerja di sektor formal maupun informal. Oleh sebab itu nelayan juga menjadi salah satu profesi yang harus dijamin oleh jaminan sosial kita. Namun faktanya masih sangat sedikit nelayan yang sudah tercover jaminan sosial, itu pun hanya sebatas nelayan buruh yang bekerja pada perusahaan perikanan, kata Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar di Jakarta, Senin (22/8).

Timboel bahkan menilai, untuk nelayan yang bekerja sendiri apalagi nelayan tradisional masih sangat sedikit yang sudah ikut jaminan sosial. Untuk jaminan kesehatan para nelayan tradisional relatif sudah banyak tercover oleh PBI Jamkesmas ataupun PBI.

Tetapi untuk jaminan kematian, kecelakaan kerja maupun JHT masih sangat sedikit nelayan yang ikut. Padahal dari jenis pekerjaannya, nelayan termasuk yang sangat berisiko dalam bekerja. Potensi terjadinya kecelakaan kerja dan kematian sangat tinggi ketika bekerja, bebernya.

Oleh sebab itu, lanjut Timboel, yang juga Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan seharusnya terus melakukan sosialisasi atas pentingnya jaminan kematian, kecelakaan kerja dan JHT buat nelayan.

Program 1 juta nelayan yang pernah dicanangkan oleh BPJS ketenagakerjaan sepertinya belum berjalan dengan baik. Ini hal baik yang kurang didukung oleh pemerintah, kata Timboel.

Timboel menjelaskan, setelah adanya UU 40/2004 dan UU 24/2011 seharusnya nelayan diikutkan pada BPJS Ketenagakerjaan, tetapi UU Nomor 7/2016 tersebut malah menggiring nelayan ikut asuransi sosial yang diselenggarakan BUMN atau BUMD, jelas Timboel.

Ditambahkannya, pada Pasal 30 UU Nomor 7/2016 Pemerintah pusat dan pemda diberi kewenangan memberikan perlindungan kepada nelayan, pembudi daya ikan, dan petambak garam atas risiko yang dihadapi saat melakukan penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, dan usaha pergaraman.

Risiko yang dihadapi meliputi hilang atau rusaknya sarana penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, dan usaha pergaraman; kecelakaan kerja atau kehilangan jiwa bagi nelayan, pembudi daya ikan dan petambak garam.

Nah perlindungan tersebut oleh Pasal 32 UU Nomor 7/2016 diserahkan ke BUMN atau BUMD untuk mengelolanya. Seharusnya untuk jaminan kematian dan kecelakaan kerja diserahkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Bagi jaminan untuk hilang atau rusaknya sarana penangkapan ikan, budidaya ikan dan usaha penggaraman barulah bisa diserahkan ke BUMN atau BUMD, imbuhnya.

Timboel mengingatkan, kehadiran UU Nomor 7/2016 ini memang baik adanya. Dengan undang-undang ini pemerintah pusat dan pemda diberi tanggungjawab mengalokasikan dana APBN dan APBD untuk perlindungan bagi nelayan.

Jadi, seperti PBI untuk jaminan kesehatan yang dialokasikan oleh APBN atau APBD. Ya memang baik kalau skema PBI juga bisa diterapkan untuk jaminan kematian dan kecelakaan kerja bagi pekerja miskin di sektor-sektor tertentu yang berpotensi tinggi terjadinya kematian dan kecelakaan kerja. Tidak hanya untuk nelayan, para pedagang asongan juga berhak dapat PBI untuk jaminan kematian dan kecelakaan kerja, ujarnya.

Timboel menyatakan, walaupun baik, namun kehadiran UU Nomor 7/2016 bisa dinilai sebagai upaya menjauhkan nelayan dari BPJS ketenagakerjaan. Kalau pemerintah berkomitmen menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) maka seluruh pekerja diarahkan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Prinsip SJSN seperti gotong royong, nirlaba, wali amanat, keterbukaan, dan hasil pengembangan diserahkan kembali ke peserta tidak akan bisa berjalan dan terimplementasi kalau penyelenggaranya adalah BUMN/BUMD apalagi swasta, tukas Timboel.