:
Oleh H. A. Azwar, Jumat, 1 April 2016 | 14:40 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 684
Jakarta, InfoPublik - Keinginan publik untuk lebih sehat dan berkualitas, semestinya tercermin dalam kebijakan pemerintah, sehingga senjakala industri rokok dan populasi perokok dapat diturunkan perlahan-lahan.
Widyastuti Soerojo, ahli kesehatan masyarakat yang juga salah satu pionir jaringan pengendalian tembakau di Indonesia, merasakan efek strategi memecah belah yang dilancarkan industri rokok. "Seperti strategi devide et impera. Kita dibuat berseberangan satu sama lain,” kata Widyastuti dalam acara “Media Luncheon” yang diselenggarakan Lentera Anak Indonesia dan Gerakan Muda FCTC bertema “Keterlibatan Anak Muda dalam Kampanye FCTC, Tren Menguatnya Dukungan Publik pada Isu Tembakau” di Resto Sere Manis Lt. 3 (Ruang Privat) Jl. H. Agus Salim No.16, Gondangdia Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (1/4).
Ia melihat tren di lapangan dan keengganan pemerintah menerapkan regulasi, kondisi senjakala industri rokok tidak mungkin tercapai dalam tempo setengah abad, apalagi besok. Mungkin sunset itu akan datang 100, 120, 150 tahun atau dua abad lagi. Yang jelas, senjakala itu tak akan terjadi tiba-tiba seperti kekhawatiran hiperbolik yang selalu disuarakan industri.
Menurut Widyastuti, di berbagai negara, publik berhadapan langsung dengan industri rokok dalam soal pengendalian rokok. Negara hadir sebagai penengah, baik dalam bentuk pengadilan dan upaya legislasi di berbagai level. "Lain halnya di Indonesia. Di sini, industri bersembunyi tangan. Mereka invisible, tak terlihat, tapi menggerakkan berbagai kelompok masyarakat untuk saling berhadapan," ujarnya.
Lanjutnya, Negara yang diharapkan menjadi penengah dan menjaga kepentingan publik, sayangnya, diam dan membiarkan kelompok-kelompok masyarakat terpecah.
Industri, sebagaimana disebut peneliti Yale University, Brownell dan Warner, dalam makalahnya The Perils of Ignoring Industry, menggunakan seluruh perangkat public relations sebagai senjata.
Mereka menggunakan petani dan buruh sebagai juru bicara di media, menyatakan kerisauan atas nasib mereka jika regulasi diterapkan. “Ini senja utama mereka untuk menetralkan opini public dan mementahkan rencana intervensi” tulis Brownell,
Lisda Sundari, Ketua Lentera Anak Indonesia, menegaskan, kendati tak akan terjadi esok hari, harus diakui bahwa senjakala industri rokok adalah sebuah keniscayaan sebagai bagian dari kehendak alam.
Perlahan, industri rokok akan berhadapan dengan dorongan publik yang terus menguat; publik yang tak ingin terperangkap dalam tembok perokok pasif; publik yang tak ingin anak dan remaja mencandu rokok terlalu cepat; publik yang lelah menanggung ongkos kesehatan yang mahal lantaran efek rokok, aktif maupun pasif.