:
Oleh H. A. Azwar, Kamis, 31 Maret 2016 | 20:33 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 1K
Jakarta, InfoPublik - Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 6/2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan yang telah diundangkan mulai 8 Maret 2016.
Menter Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri menyatakan, Permenaker yang merupakan salah satu peraturan turunan dari Peraturan Pemerintah No 78/2015 tentang Pengupahan ini, secara resmi menggantikan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan.
Dalam peraturan baru, pekerja dengan masa kerja minimal satu bulan kini berhak mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) yang besarannya dihitung secara proporsional dengan masa kerja, kata Hanif mengutip isi pasal 2 ayat 1 Permenaker No 6/2016 di kantor Kemnaker, Jakarta, Kamis (31/3).
Menurut Hanif, sebelumnya dalam Permenaker 4/1994, dinyatakan pembagian THR diberikan kepada pekerja dengan masa kerja minimal 3 bulan. Namun, berdasarkan Permenaker No 6/2016 yang baru, pekerja dengan masa kerja minimal 1 bulan berhak mendapat THR.
Dalam peraturan yang baru, pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih. Hal itu berlaku bagi pekerja yang memiliki hubungan kerja, termasuk yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) maupun perjanjian kerja waktu tertentu, (PKWT), ujarnya.
Ditambahkannya, dalam peraturan yang lama, ketentuan besarnya THR berdasarkan peraturan THR Keagamaan tersebut adalah bagi pekerja/buruh yang bermasa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih maka mendapat THR sebesar satu bulan upah.
Selain itu, disebutkan pula setiap pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja tiga bulan secara terus-menerus atau lebih maka berhak mendapatkan THR secara proporsional
Hanif menjelaskankan, THR Keagamaan merupakan pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan atau dapat ditentukan lain sesuai dengan kesepakatan pengusaha dan pekerja yang dituangkan dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (PKB).
Pembayaran THR bagi pekerja/buruh ini wajib diberikan sekali dalam setahun oleh perusahaan dan pembayaraannya sesuai dengan hari keagamaan masing-masing serta dibayarkan selambat-lambatnya 7 hari sebelum Hari Raya Keagamaan, jelas Hanif.
Sedangkan terkait besarnya THR berdasarkan peraturan THR Keagamaan tersebut adalah, bagi pekerja/buruh yang bermasa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih maka mendapat THR sebesar satu bulan upah.
Sedangkan pekerja/buruh yang bermasa kerja 1 bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional, dengan menghitung jumlah masa kerja dibagi 12 bulan dikali satu bulan upah.
Namun, lanjut Hanif, bagi perusahaan yang telah mengatur pembayaran THR keagamaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan ternyata lebih baik dan lebih besar dari ketentuan di atas, maka THR yang dibayarkan kepada pekerja/buruh harus dilakukan berdasarkan pada PP atau PKB tersebut.
Dalam peraturan tersebut, diatur juga mengenai pengawasan pelaksanaan pembayaran THR yang dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan serta adanya sanksi berupa denda dan sanksi admisnistratif terhadap pengusaha dan perusahaan yang melakukan pelanggaran, imbuhnya.
Dalam kesempatan ini, Hanif meminta para pengusaha agar segera menerapkan peraturan yang mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan diundangkan yaitu 8 Maret 2016.
Pihak Kemnaker sudah mulai melakukan sosialisasi mengenai peraturan THR ini dengan melibatkan lembaga kerjasama (LKS) tripartit yang didalamnya sudah termasuk asosisasi pengusaha (Apindo), serikat pekerja/serikat buruh dan perwakilan pemerintah. Jadi, kami harap aturan ini dapat dijalankan segera, pungkas Hanif.