RUU Tapera dan BPJS Ketenagakerjaan Tidak Tumpang Tindih

:


Oleh H. A. Azwar, Rabu, 3 Februari 2016 | 23:24 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 494


Jakarta, InfoPublik - Pemerintah saat ini masih melakukan tahap finalisasi Rancangan Undang-undang tentang Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera.

Berbagai tanggapan pun muncul dari masyarakat. Salah satunya adalah kekhawatiran bahwa RUU Tapera akan tumpang tindih dengan program yang ada di Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Menurut Sekjen Real Estate Indonesia (REI) Hari Raharta Sudrajat, RUU Tapera tidak akan tumpang tindih dengan program BPJS Ketenagakerjaan.

Pasalnya,  RUU Tapera memiliki spesifikasi dalam persoalan perumahan. Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan memiliki cakupan yang lebih luas atas persoalan jaminan sosial ketenagakerjaan lainnya.

Tidak tumpang tindih juga, karena kan tadi dijelasin BPJS itu diperuntukkannya banyak, beda dengan Tapera yang khusus rumah, di negara lain pun beda, kata Hari, Rabu (3/2).

Dikatakannya, masyarakat Indonesia saat ini belum memiliki budaya perencanaan keuangan yang baik, khususnya untuk aset masa depan seperti rumah. Dengan adanya Tapera, masyarakat akan terbantu memiliki cadangan dana sebagai inventarisir aset rumah masa depan.

Kita ini, kalau tidak dipaksa untuk menabung apalagi nabung rumah tidak akan bisa, susah. Sekarang gini, sebulan, paling dipotong sebesar 70 sampai 80 ribu dari gaji, daripada untuk yang enggak-enggak, mending Tapera, dapat rumah lagi, kata Hari.

RUU Tapera merupakan salah satu upaya dari pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja melalui perumahan layak huni. Dengan adanya tabungan melalui Tapera, para pekerja diharapkan tidak kesusahan lagi dalam mendapatkan rumah sebagaimana yang mereka butuhkan. Saat ini RUU Tapera masih dalam proses pembahasan dan ditargetkan akan selesai Maret 2016.

Sementara Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani menyatakan, jika pemerintah ingin menyediakan program Tapera ini, sebaiknya fokus kepada pekerja non formal, bukan dari peserta BPJS Ketenagakerjaan.

RUU Tapera ini sasarannya sama kayak BPJS ketenagakerjaan, yaitu pekerja dan pekerja mandiri. BPJS Ketenagakerjaan menyediakan program bantuan uang muka perumahan dan subsidi bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang sumbernya berasal dari pagu 30 persen portofolio kelolaan Jaminan Hari Tua (JHT) Rp 180 triliun yang artinya terdapat alokasi dana sebesar Rp 54 Triliun, kata Hariyadi.

Menurutnya, kalau mau menyediakan program perumahan, sebaiknya pemerintah concern kepada pekerja non formal bukan yang dari BPJS Ketenagakerjaan.

Haryadi menambahkan, tak ada wakil dari dunia usaha dan pekerja dalam badan pengelola Tapera yang dibentuk pemerintah. Dalam badan pengelola itu hanya ada wakil dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Keuangan dan Kementerian Tenaga Kerja.

Artinya, ada indikasi dana yang dikumpulkan dari masyarakat tak bisa diawasi presiden buat komite Tapera, terus bikin badan 44 pengelola, di sana (badan pengelola) nggak ada perwakilan dari dunia usaha dan pekerja, di BPJS ada pemberi kerja dan pekerja, tapi nggak ada nih di Tapera. Ini menunjukkan kesannya ambil dana masyarakat dan nggak bisa dikontrol, pungkas Hariyadi.