- Oleh Pasha Yudha Ernowo
- Kamis, 19 Juni 2025 | 22:04 WIB
: Anggota Komisi Yudisial Joko Sasmito (Foto: Dok KY)
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Rabu, 21 Mei 2025 | 09:49 WIB - Redaktur: Untung S - 373
Jakarta, InfoPublik – Dalam upaya menjaga marwah peradilan dan mencegah pelanggaran etik, Komisi Yudisial (KY) menerima 302 permohonan pemantauan dan inisiatif pemantauan persidangan sepanjang Januari hingga April 2025. Dari jumlah itu, 225 merupakan permohonan dari masyarakat dan 77 adalah inisiatif KY sendiri.
"Pemantauan adalah langkah pencegahan penting. Kami ingin memastikan hakim menjalankan tugas secara independen, imparsial, dan menjunjung tinggi Kode Etik serta Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)," ujar Anggota KY, Joko Sasmito, saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (20/5/2025).
Jenis perkara yang paling banyak dipantau berasal dari ranah perdata (131 perkara), disusul pidana biasa (34), tindak pidana korupsi atau tipikor (31), dan praperadilan (21). Sisanya mencakup perkara TUN, anak, perdagangan manusia, lingkungan, hingga kasus ITE dan militer.
"Sebaran ini menunjukkan bahwa perhatian publik terhadap etika hakim tidak hanya pada perkara besar, tetapi juga pada proses hukum yang menyentuh banyak aspek kehidupan masyarakat," kata Joko.
Dari sisi wilayah, DKI Jakarta mencatat permohonan terbanyak (90 laporan), disusul Jawa Barat (24), Sumatera Utara (21), Jawa Timur (19), dan Jawa Tengah (18). Total permohonan tersebar di 10 provinsi utama, mencerminkan keaktifan warga dalam ikut mengawasi jalannya peradilan.
Pengadilan Negeri menjadi lembaga yang paling sering dipantau dengan 217 kasus, disusul Mahkamah Agung (39), Pengadilan Tinggi (18), serta sejumlah badan peradilan lainnya termasuk Mahkamah Syar’iyah dan Pengadilan Militer.
Dari total 302 pemantauan, KY melaksanakan 61 pemantauan langsung di ruang sidang, 38 pemantauan melalui surat, dan 126 permohonan dialihkan ke unit terkait. Fokus pemantauan meliputi perilaku hakim, pelaksanaan proses sidang, dan kondisi fisik serta fasilitas pengadilan.
“Dalam mayoritas sidang yang dipantau, hakim telah menunjukkan perilaku yang sesuai KEPPH, termasuk membuka sidang secara terbuka, menjaga jadwal sidang tepat waktu, serta mengedepankan asas praduga tak bersalah,” ungkap Joko.
KY juga melakukan pemantauan terhadap beberapa kasus penting yang menjadi sorotan publik, antara lain: Kasus suap yang melibatkan majelis hakim dan mantan pejabat MA berinisial ZR, Praperadilan Sekjen PDIP, Kasus pelecehan seksual terhadap anak penyandang disabilitas di Mataram, Pembunuhan pemilik rental mobil, Kasus korupsi impor gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan 2015–2016, dan Dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi dan wanprestasi mobil Esemka di PN Surakarta
Menurut Joko, pemantauan atas kasus-kasus tersebut menjadi bentuk konkret pengawasan terhadap kemungkinan pelanggaran etik sekaligus mencegah tekanan dari luar terhadap hakim.
“Pencegahan pelanggaran etik tidak bisa hanya menunggu laporan. Pemantauan persidangan adalah instrumen kunci agar hakim sadar bahwa mereka diawasi dan bertindak sesuai etika profesi,” tutup Joko.
Langkah KY ini menandai pergeseran pendekatan dari reaktif menjadi proaktif dalam membangun peradilan yang bersih, transparan, dan terpercaya.