- Oleh MC PROV SUMATERA BARAT
- Kamis, 2 Januari 2025 | 08:52 WIB
: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat (Permas) mengungkap area rawan korupsi dalam pengelolaan BMN dan BMD saat menghadiri Kegiatan Rapat Koordinasi Pengelolaan Barang Milik Negara dan Kerumahtanggaan Pusat dan Perwakilan Ombudsman RI Tahun 2024 (Foto: Dok KPK)
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Kamis, 24 Oktober 2024 | 18:23 WIB - Redaktur: Untung S - 396
Jakarta, InfoPublik – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat (Permas) menyoroti area rawan korupsi dalam pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) dan Barang Milik Daerah (BMD) saat menghadiri Rapat Koordinasi Pengelolaan BMN dan Kerumahtanggaan Pusat serta Perwakilan Ombudsman RI Tahun 2024. Kegiatan yang berlangsung di Golden Ballroom, Hotel Platinum Yogyakarta ini mengangkat tema "Penguatan SDM, Pencegahan Korupsi, dan Pelayanan Publik."
Analis Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, David Sepriwasa, mengungkapkan bahwa area-area rawan korupsi dalam pengelolaan BMN dan BMD meliputi berbagai tahapan penting, seperti perencanaan kebutuhan, penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, hingga pengamanan dan pemeliharaan. Selain itu, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian juga menjadi titik kritis yang rentan terhadap tindak pidana korupsi.
“Korupsi dapat terjadi karena adanya niat, kesempatan, dan daya,” ujar David dalam siaran pers yang diterima InfoPublik, Kamis (24/10/2024).
David juga memaparkan data KPK dari 2004 hingga triwulan pertama 2024, di mana jenis perkara korupsi yang paling dominan adalah penyuapan dengan total 1.012 kasus, disusul oleh kasus pengadaan barang dan jasa sebanyak 369 kasus.
“Pengelolaan BMN dan BMD harus dilakukan berdasarkan indikator kinerja yang jelas guna mencapai efisiensi penggunaan sumber daya, transparansi, serta meningkatkan kinerja organisasi. Indikator tersebut antara lain pengelolaan BMN yang akuntabel dan produktif, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, serta pengawasan dan pengendalian yang efektif,” tambah David.
David juga menjelaskan bahwa KPK memiliki tiga strategi utama dalam pemberantasan korupsi, yakni pendidikan, pencegahan, dan penindakan. Pendidikan ditujukan untuk membangun nilai-nilai integritas, sedangkan pencegahan bertujuan memperbaiki sistem, salah satunya melalui pelaporan LHKPN. “Penindakan dilakukan untuk memberikan efek jera kepada pelaku korupsi,” tuturnya.