- Oleh Eko Budiono
- Senin, 2 Desember 2024 | 10:33 WIB
: Ketua MK, Suhartoyo saat membacakan amar putusan dalam sidang pengucapan putusan perkara nomor 63/PUU-XXII/2024 / foto: YouTube Mahkamah Kosntitusi
Oleh Mukhammad Maulana Fajri, Kamis, 26 September 2024 | 14:45 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 214
Jakarta, InfoPublik – Perkara terkait pengujian kewenangan jaksa mengajukan peninjauan kembali (PK) pada nomor perkara 63/PUU-XXII/2024 dinyatakan tidak dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
Hal itu ditegaskan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo dalam amar putusan saat sidang Pengucapan Putusan yang diselenggarakan MK pada Kamis (26/9/2024).
Perkara tersebut diajukan oleh Jovi Andrea Bachtiar yang berprofesi sebagai Jaksa. Pemohon merasa bahwa jaksa, sebagai pejabat pemerintahan yang melaksanakan fungsi penegakan hukum dalam penyidikan tindak pidana korupsi dan penuntutan, harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Namun, secara yuridis normatif, terdapat ketidakpastian hukum mengenai kewenangan jaksa dalam mengajukan Peninjauan Kembali (PK) baik dalam perkara pidana sebagai Penuntut Umum, maupun dalam perkara perdata dan tata usaha negara sebagai Jaksa Pengacara Negara.
“Menyatakan Permohonan para Pemohon berkenanaan dengan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 202 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 4316) sebagaimana telah diubah terkakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2023 tentang Mahakamah Konstitusi (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 216, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6554) tidak dapat diterima,” ujar Suhartoyo saat membacakan amar putusan.
Kemudian Suhartoyo juga menolak permohonan yang diajukan oleh pemohon.” Menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya,” ujarnya.
Sebelumnya, Pemohon memohon kepada MK untuk menyatakan Pasal 30C Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021, menyebutkan bahwa Kejaksaan memiliki berbagai kewenangan tambahan, termasuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
Namun, setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XXI/2023, kewenangan ini dinyatakan inkonstitusional tanpa persetujuan DPR, Presiden, dan Kejaksaan terkait urgensinya. Oleh karena itu, Pasal 263 ayat (3) KUHAP seharusnya dimaknai bahwa jaksa berwenang mengajukan PK terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap jika perbuatan yang didakwakan terbukti tetapi tidak diikuti pemidanaan. Jaksa juga harus dapat mengajukan PK sebagai bentuk tugas Kejaksaan dalam melindungi kepentingan keadilan, termasuk untuk negara, dengan menempatkan kewenangan jaksa secara proporsional dan seimbang (equality of arms principle) dengan hak terpidana atau ahli warisnya.