- Oleh Mukhammad Maulana Fajri
- Sabtu, 9 November 2024 | 08:36 WIB
: Ketua KPK Nawawi Pomolango pada agenda ‘Indonesia Integrity Forum 2024’ yang diselenggarakan oleh Transparency International Indonesia (TII) (Foto: Dok KPK)
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Jumat, 11 Oktober 2024 | 20:56 WIB - Redaktur: Untung S - 366
Jakarta, InfoPublik – Momentum pergantian kepemimpinan di Indonesia tidak hanya menentukan arah kebijakan negara, tetapi juga mencerminkan harapan dan aspirasi rakyat. Saat ini, Indonesia tengah menyongsong momentum regenerasi kepemimpinan nasional, mulai dari pergantian presiden, kepemimpinan daerah, hingga pimpinan baru di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua KPK, Nawawi Pomolango, dalam acara ‘Indonesia Integrity Forum 2024’ yang diselenggarakan oleh Transparency International Indonesia (TII) di Hotel Morrissey, Jakarta, Jumat (11/10/2024).
Nawawi menegaskan bahwa masyarakat perlu memanfaatkan proses transisi ini untuk menciptakan momentum positif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia ke depan.
“Kita berharap Panitia Seleksi (Pansel) Komisioner dan Dewan Pengawas KPK benar-benar memperhatikan calon pimpinan KPK, termasuk perhatian dari Presiden. Mengingat ketentuan Pasal 43 Ayat 3 UU 31 Tahun 1999, komposisi komisioner KPK masih harus terdiri dari unsur pemerintah dan unsur masyarakat. Saya khawatir jika ke depannya unsur masyarakat ini hilang sama sekali,” ujar Nawawi.
Dalam dialog bertema “Unmask the Corrupt: Membangun Kembali Kedaulatan Hukum dan Arah Pemberantasan Korupsi”, Nawawi menekankan bahwa pemberantasan korupsi adalah salah satu harapan utama masyarakat dari kepemimpinan baru. KPK juga mengusulkan adanya forum khusus sebagai wadah untuk menyampaikan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam menjalankan tugas pemberantasan korupsi.
Nawawi juga menyoroti bahwa konflik kepentingan sering menjadi celah bagi terjadinya tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk mengelola konflik kepentingan sebagai instrumen pencegahan, dengan harapan dapat meminimalisir potensi korupsi akibat benturan kepentingan.
“KPK memiliki tugas pencegahan korupsi, namun instrumen kami masih terbatas pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan gratifikasi. Jika revisi Undang-Undang KPK dilakukan, sebaiknya conflict of interest juga dimasukkan sebagai salah satu instrumen pencegahan,” tutur Nawawi.
Sementara itu, anggota Dewan Pengurus Transparency International Indonesia (TII), Meuthia Ganie, menekankan bahwa di tengah berbagai tantangan yang dihadapi KPK, pimpinan baru perlu mendorong kebijakan yang lebih strategis.
“Misalnya, perlu membangun komunikasi politik yang efektif untuk memperkuat kerja sama dan koordinasi dengan penegak hukum lainnya. Ada persoalan dalam pendekatan yang perlu diselesaikan untuk mengembangkan kerja sama dengan level tertentu bersama penegak hukum,” jelas Meuthia.
Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Sobandi, menegaskan komitmen Mahkamah Agung dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi. “Putusan Mahkamah Agung harus memperhatikan upaya pencegahan korupsi, penindakan terhadap pelaku, dan pengembalian aset yang dirampas oleh pelaku korupsi,” ujarnya.
Di sisi lain, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Saldi Isra, menegaskan pentingnya pembatasan kekuasaan di antara lembaga-lembaga negara. Menurutnya, kekuasaan yang terlalu besar dapat mendorong terjadinya korupsi, sehingga perlu adanya pembatasan untuk mencegah hal tersebut.
Forum ini diharapkan dapat menjadi titik balik dalam upaya memperkuat integritas dan kedaulatan hukum, serta memberikan arahan baru dalam pemberantasan korupsi di era kepemimpinan yang baru. Keterlibatan semua pihak, termasuk pemerintah, lembaga hukum, dan masyarakat, menjadi kunci dalam mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi.