Jakarta, InfoPublik – Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Silmy Karim, menegaskan komitmen pihaknya untuk menertibkan penyalahgunaan visa dan izin tinggal terbatas (ITAS) bagi investor asing.
Menurut Silmy, berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 22 Tahun 2023 tentang Visa dan Izin Tinggal, penerbitan ITAS untuk investor kini memerlukan penyertaan modal minimal Rp10 miliar, sementara untuk izin tinggal tetap (ITAP) dibutuhkan modal Rp15 miliar.
“Kami semakin selektif dalam memberikan visa investor untuk memperketat masuknya warga negara asing ke Indonesia,” ujar Silmy dalam keterangan resminya, Kamis (26/9/2024).
Sebelum aturan baru ini diberlakukan, syarat penyertaan modal untuk ITAS investor hanya Rp1 miliar. Kebijakan ini disesuaikan dengan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 4 Tahun 2021 yang mengatur tata cara pelayanan perizinan berusaha berbasis risiko dan fasilitas penanaman modal.
Dalam rangka memperketat pengawasan, Ditjen Imigrasi gencar menertibkan pemegang visa investor yang menyalahgunakan izin tinggal mereka. Operasi pengawasan rutin dilakukan di seluruh Indonesia, terutama di Bali, untuk menindak warga negara asing (WNA) yang beraktivitas di luar izin tinggal yang diberikan.
“Pada Juni 2024, Imigrasi menindak 103 WNA asal Taiwan yang terlibat dalam kejahatan siber, beberapa di antaranya menggunakan visa investor,” jelas Silmy.
Silmy menambahkan, penerbitan visa hanya akan dilakukan setelah persyaratan pemohon terverifikasi dan hasil pengecekan catatan pencegahan serta penangkalan (cekal) telah dipenuhi.
Meskipun persyaratan telah dipenuhi, tidak semua orang asing mematuhi aturan selama tinggal di Indonesia. Beberapa melanggar izin tinggal mereka, dari berkendara ugal-ugalan hingga aktivitas ilegal lainnya.
Baru-baru ini, Imigrasi menegakkan hukum terhadap tiga WNA, yaitu dua warga Uganda berinisial RKN dan FN, serta satu warga Rusia berinisial IT, karena terlibat dalam prostitusi di Bali.
Silmy menegaskan bahwa Ditjen Imigrasi menjalankan dua fungsi utama, yaitu pelayanan dan penegakan hukum. Selain terus meningkatkan pelayanan, mereka juga memperkuat pengawasan terhadap aktivitas WNA di Indonesia.