- Oleh Pasha Yudha Ernowo
- Sabtu, 21 Desember 2024 | 19:19 WIB
: Komisi Yudisial (KY) telah memberikan klarifikasi secara tertulis kepada DPR soal keterangan tambahan untuk melengkapi usulan calon hakim agung dan calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) Tahun 2024 (Foto: Pasha Yudha Ernowo Infopublik.id/Yotube KY)
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Jumat, 6 September 2024 | 21:25 WIB - Redaktur: Untung S - 401
Jakarta, InfoPublik – Komisi Yudisial (KY) mengeluarkan klarifikasi tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai proses seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) untuk tahun 2024. Dalam surat yang ditandatangani oleh Ketua KY, Amzulian Rifai, pada Rabu, 4 September 2024, KY memastikan bahwa proses seleksi tersebut telah memenuhi semua persyaratan hukum yang ditetapkan.
Wakil Ketua KY, Siti Nurdjanah, menjelaskan bahwa pihaknya menghormati peran masing-masing lembaga dalam proses seleksi ini. Namun, merespons perkembangan pasca penolakan usulan KY, mereka merasa perlu menyampaikan klarifikasi resmi untuk mengatasi kesalahpahaman yang muncul terkait dugaan pelanggaran aturan dalam seleksi.
“Melalui surat ini, kami ingin meluruskan persepsi yang keliru bahwa ada pelanggaran dalam proses seleksi calon hakim. Kami berharap ini dapat memperbaiki komunikasi dengan DPR dan menjelaskan bahwa proses seleksi telah dilakukan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku,” ungkap Nurdjanah dalam kanal YouTube KY pada Jumat (6/9/2024).
Anggota KY, Sukma Violetta, menjelaskan perbedaan antara jalur karier dan nonkarier dalam seleksi calon hakim agung. Masing-masing jalur memiliki syarat yang berbeda, sesuai dengan ketentuan hukum. KY telah mengusulkan 12 nama calon hakim, termasuk di antaranya tiga calon hakim agung dari kamar Pidana, serta hakim ad hoc HAM.
Nurdjanah juga menekankan pentingnya calon hakim yang diusulkan untuk memenuhi kriteria, mengingat MA masih kekurangan hakim agung dan terjadinya penumpukan perkara.
Menanggapi kritik dari DPR terkait dua calon hakim agung yang dianggap tidak memenuhi syarat pengalaman, Anggota KY, Binziad Kadafi, menjelaskan bahwa mereka telah menjalankan proses seleksi dengan prosedur yang benar. Sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), status hakim Pengadilan Pajak sejajar dengan hakim di Pengadilan Tinggi, dan hal ini diharapkan bisa menjadi pertimbangan DPR.
Kadafi juga menyampaikan bahwa tidak ada hakim di Pengadilan Pajak yang memenuhi syarat pengalaman menjadi hakim selama 20 tahun, mengingat Pengadilan Pajak baru berdiri sejak tahun 2002. Dengan beban perkara yang tinggi di Kamar Tata Usaha Negara (TUN) MA, jelas bahwa seleksi yang cermat dan berbasis pengalaman menjadi sangat penting.
Anggota KY, Joko Sasmito, menambahkan bahwa isu serupa pernah dibahas saat seleksi hakim agung Kamar Militer, yang menunjukkan adanya fleksibilitas dalam penerapan syarat pengalaman.
“Dengan demikian, kami percaya ada jalan tengah yang dapat ditemukan antara KY dan DPR untuk memastikan bahwa hak-hak masyarakat pencari keadilan tetap terjamin,” ungkap Joko.
Sebagai penutup, Mukti Fajar, Juru Bicara KY, berharap DPR akan mempertimbangkan kembali calon-calon yang diajukan oleh KY untuk memenuhi kebutuhan akan hakim yang berkualitas dan berintegritas.