Ditjen Bina Adwil Matangkan Kebijakan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat
: Kantor Kementerian Dalam Negeri di Jalan Medan Merdeka Utara Nomor 7, Jakarta Pusat. Foto: Kemendagri
Oleh Eko Budiono, Rabu, 21 Agustus 2024 | 16:19 WIB - Redaktur: Untung S - 220
Jakarta, InfoPublik – Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Ditjen Bina Adwil) Kementerian Dalam Negeri, mengambil langkah penting dalam upaya penguatan pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Langkah tersebut diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan memperkuat posisi MHA dalam kerangka hukum nasional.
Hal tersebut disampaikan Direktur Toponimi dan Batas Daerah Ditjen Bina Adwil, Raziras Rahmadillah, melalui keterangan resmi, usai Rapat Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang digelar di Lantai 5 Gedung H Kemendagri, Jakarta, Rabu (21/8/2024).
Menurut Raziras, subjek hukum terkait MHA berada di bawah kewenangan Kemendagri, sementara objeknya mencakup tanah ulayat, hutan adat, dan wilayah pesisir yang berada di bawah tanggung jawab kementerian terkait, seperti Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Kemendagri juga berencana untuk meluncurkan pilot project terkait MHA, yang mencakup pengelolaan laut dan hutan dengan subjek hukum tetap berada di bawah Kemendagri.
"Penting untuk memastikan bahwa pengakuan Masyarakat Hukum Adat tidak hanya sekadar wacana, tetapi diwujudkan dalam kebijakan yang konkret dan dapat diimplementasikan, kami berupaya mempercepat proses penetapan MHA oleh kepala daerah serta mengembangkan pilot project yang dapat menjadi model dalam pengelolaan tanah ulayat, hutan, dan wilayah pesisir," ujar Raziras.
Raziras menegaskan, pihaknya juga menggarisbawahi bahwa tanah ulayat tidak dapat diputuskan selama masih terdapat konflik, dan tanah ulayat hanya akan diakui setelah disetujui sebagai tanah adat.
Pembahasan terkait batas wilayah juga menjadi perhatian, di mana beberapa perwakilan mencatat bahwa batas MHA dapat disamakan dengan batas desa, namun dapat mempengaruhi batas administrasi, mengingat sifat nomaden MHA.
Ada juga pandangan bahwa batas administrasi tidak selalu selaras dengan batas MHA, karena di beberapa tempat, wilayah MHA melampaui batas administrasi yang ada.
"Kami berkomitmen untuk menjaga sinergi antar kementerian dalam mengakui dan melindungi hak-hak Masyarakat Hukum Adat dan akan terus mendorong penerbitan keputusan-keputusan yang sesuai dengan kebutuhan MHA, termasuk memastikan batas wilayah adat yang jelas dan penerbitan kode wilayah yang akurat," ujar Raziras.
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber infopublik.id