Korupsi di Sektor Pendidikan Rugikan Negara Rp1,6 Triliun, KPK Tekankan Pembelajaran Antikorupsi

: Ilustrasi Pelajar (Foto: Dok KPK)


Oleh Pasha Yudha Ernowo, Kamis, 15 Agustus 2024 | 09:35 WIB - Redaktur: Untung S - 435


Jakarta, InfoPublik - Kasatgas II Direktorat Jejaring Pendidikan KPK, Sari Angraeni, memaparkan bahwa Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sebanyak 240 kasus korupsi di sektor pendidikan yang ditindak aparat penegak hukum sepanjang Januari 2016 hingga September 2021, menimbulkan kerugian negara sebesar Rp1,6 triliun.

“Masyarakat Indonesia saat ini semakin permisif terhadap korupsi. Menurut Indeks Perilaku Antikorupsi 2023-2024, memanfaatkan hubungan keluarga untuk kemudahan proses penerimaan siswa dan mahasiswa baru dianggap wajar oleh masyarakat,” tutur Sari dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Kamis (15/8/2024).

Sari menekankan bahwa pendekatan antikorupsi harus mencakup seluruh elemen dalam ekosistem pendidikan, tidak hanya guru atau dosen, tetapi juga rektor dan kementerian pendidikan. Keberhasilan pendidikan antikorupsi, menurutnya, dapat diukur dari seberapa banyak masyarakat yang menyadari bahwa korupsi adalah perilaku yang tidak dapat diterima.

Selain itu, ICW mencatat bahwa jumlah kasus korupsi di tingkat desa adalah yang terbesar sepanjang 2023. Meskipun jumlah kasus yang berhasil terpantau tergolong kecil jika dibandingkan dengan total 75.265 desa di seluruh Indonesia, Sari mengingatkan bahwa ini bisa jadi merupakan fenomena gunung es.

Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hepnu Nur Prihatmanto, memberikan rekomendasi untuk pencegahan korupsi di desa. Ia menekankan perlunya sistem pendeteksian dan pencegahan korupsi yang mudah dipahami oleh masyarakat desa, serta pembentukan lembaga yang melakukan audit dan monitoring atas kebijakan pencegahan korupsi secara berkelanjutan di tingkat desa.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Telkom University, Andry Alamsyah, menambahkan pentingnya penggunaan uang digital sebagai alat untuk melawan korupsi. Ia menjelaskan bahwa transparansi dan traceability—adanya catatan yang membuat semua transaksi transparan dan mudah diaudit—dapat mengurangi transaksi tunai dan shadow economy.

“Financial inclusion dan accountability, termasuk transfer bantuan sosial yang tidak melalui desa, sangat penting. Antikorupsi harus menjadi prioritas utama, dan teknologi adalah alat yang memberdayakan transparansi serta akuntabilitas, memastikan setiap transaksi bersih dan dapat dipertanggungjawabkan,” jelas Andry.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh MC PROV KALIMANTAN SELATAN
  • Minggu, 3 November 2024 | 13:24 WIB
Dies Natalis ke-32,STIE Pancasetia Luluskan 915 Wisudawan-Wisudawati
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Jumat, 1 November 2024 | 19:47 WIB
KPK Resmikan Tempat Uji Kompetensi Antikorupsi di Bank BTN
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Jumat, 1 November 2024 | 19:49 WIB
Mendikdasmen Tekankan Pentingnya PAUD dalam Membangun Generasi Unggul
  • Oleh MC KAB LUMAJANG
  • Jumat, 1 November 2024 | 12:49 WIB
Pentingnya Monitoring untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan di Lumajang
  • Oleh MC KAB LUMAJANG
  • Jumat, 1 November 2024 | 12:51 WIB
Peran Aktif Sekolah dalam Persiapan ANBK di Lumajang
  • Oleh MC KAB LUMAJANG
  • Jumat, 1 November 2024 | 12:58 WIB
Dampak ANBK terhadap Perbaikan Kualitas Pendidikan di Lumajang
  • Oleh Farizzy Adhy Rachman
  • Kamis, 31 Oktober 2024 | 18:15 WIB
Menaker Yassierli: ASN Kemnaker Wajib Tingkatkan Integritas untuk Pertahankan Opini WTP