- Oleh MC KOTA PADANG
- Jumat, 22 November 2024 | 16:19 WIB
: Nicke Widyawati selaku Direktur Utama Pertamina pada Southeast Asia-Latin American Dialouges (SALA Dialogues) yang dilaksanakan pada Rabu (16/10/2024) di INSEAD Hoffmann Institute, Singapura/ foto: Pertamina
Oleh Mukhammad Maulana Fajri, Kamis, 17 Oktober 2024 | 11:19 WIB - Redaktur: Untung S - 282
Jakarta, InfoPublik – PT Pertamina (Persero) memaparkan roadmap bisnisnya di bidang biofuels dan dekarbonisasi kepada pebisnis dan praktisi internasional di Southeast Asia-Latin American Dialogues (SALA Dialogues), yang diadakan pada Rabu (16/10/2024) di INSEAD Hoffmann Institute, Singapura. Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, memimpin diskusi dalam sesi bertajuk Fuelling the Future: Biofuels and the Decarbonization Journey.
Nicke menjelaskan bahwa Indonesia saat ini menghadapi empat tantangan utama: menjadi net importir minyak, mencapai target Net Zero Emission 2060, mencapai status negara berpenghasilan tinggi, dan menciptakan lapangan kerja. Ia menyebut bahwa biofuel dan program dekarbonisasi dapat menjadi solusi strategis bagi tantangan tersebut.
“Indonesia melalui Pertamina telah mengimplementasikan biodiesel sejak 2010, dan kini telah berhasil memproduksi serta memanfaatkan Biodiesel B35, yang terbukti sukses mensubstitusi impor solar. Sejak April 2019, Pertamina tidak lagi mengimpor solar dan avtur, serta B35 berhasil menurunkan emisi CO2 hingga 32,7 juta ton pada tahun 2023,” ujar Nicke dalam keterangan pers Pertamina pada Kamis (17/10/2024).
Nicke menyoroti keunggulan biodiesel dibandingkan biofuel lainnya, terutama dalam hal kemudahan proses pencampuran (blending) dengan bahan bakar fosil. Biodiesel dapat di-blending langsung di terminal akhir, tanpa perlu diproduksi di kilang berskala besar.
"Keistimewaan biodiesel terletak pada proses blending yang mudah dilakukan di terminal akhir bahan bakar. Pertamina memiliki lebih dari 1000 fuel terminal di Indonesia, sehingga inisiatif ini dapat mendorong pembangunan pabrik bioethanol, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan ekonomi lokal," tambah Nicke.
Pertamina berencana memperluas kesuksesan biodiesel ini ke produk gasoline untuk menurunkan impor serta memperkuat ketahanan energi nasional. Saat ini, Pertamina telah memulai produksi biofuel E5 di beberapa wilayah, termasuk Jawa Timur.
“Kami telah meluncurkan biofuel E5 di beberapa wilayah di Jawa, dan akan secara bertahap meningkatkan penggunaannya,” jelas Nicke.
Dalam SALA Dialogues ini, Nicke juga menekankan pentingnya kolaborasi internasional untuk melaksanakan transisi energi berkelanjutan. Pertamina membuka peluang kerjasama dengan negara-negara di Amerika Latin, khususnya dalam mengembangkan biodiesel dan bioethanol.
“Kami melihat potensi besar untuk kolaborasi antara Indonesia dan Brasil dalam program bioethanol. Kami ingin belajar dari Brasil tentang bagaimana mereka berhasil mengimplementasikan bioethanol secara holistik, mulai dari proses plantation hingga regulasi dan teknologi. Diharapkan, program ini dapat mendukung pencapaian target Net Zero Carbon,” ungkap Nicke.
SALA Dialogues dihadiri oleh sekitar 150 pelaku bisnis dan praktisi lintas sektor dari berbagai negara di Southeast Asia dan Latin America. Acara ini bertujuan untuk membangun kolaborasi global dalam menemukan solusi untuk tantangan Net Zero Carbon dan ketahanan pangan, yang sekaligus membuka peluang bisnis dan investasi antarnegara.
Pertamina, sebagai pemimpin transisi energi di Indonesia, berkomitmen untuk mendukung target Net Zero Emission 2060. Semua upaya yang dilakukan Pertamina, termasuk pengembangan biofuels dan inisiatif dekarbonisasi, sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis perusahaan.