- Oleh Farizzy Adhy Rachman
- Jumat, 22 November 2024 | 20:30 WIB
: Perilisan kajian
Oleh Farizzy Adhy Rachman, Jumat, 4 Oktober 2024 | 11:14 WIB - Redaktur: Untung S - 256
Jakarta, InfoPublik – Badan Pangan Nasional (Bapanas) atau National Food Agency (NFA) bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) merilis kajian "Analisis Kerawanan Pangan Berdasarkan Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga dan Kewilayahan Tahun 2024" di Jakarta pada Kamis (3/10/2024).
Kajian ini bertujuan mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya penghapusan kemiskinan (SDGs-1) dan pengakhiran kelaparan (SDGs-2). Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi Bapanas, Nyoto Suwignyo, menegaskan komitmen Indonesia untuk mencapai 17 target SDGs, dengan fokus pada pengentasan kemiskinan dan kelaparan.
"Indonesia berkomitmen untuk mewujudkan 17 target dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), terutama SDGs-1 untuk menghapus kemiskinan dan SDGs-2 untuk mengakhiri kelaparan,” ujar Nyoto dalam keterangan pers yang diterima InfoPublik pada Jumat (4/10/2024).
Berdasarkan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) 2023, jumlah kabupaten/kota yang rentan rawan pangan menurun dari 74 di tahun 2022 menjadi 68 pada tahun 2023. Mayoritas wilayah yang rentan tersebut berada di kawasan Indonesia Timur dan 3TP (Terdepan, Terluar, Tertinggal, dan Perbatasan).
Dalam hal pemenuhan gizi, Angka Prevalence of Undernourishment (PoU) di Indonesia juga turun dari 10,21 persen pada 2022 menjadi 8,53 persen di 2023, menunjukkan peningkatan pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Nyoto menekankan pentingnya penggunaan data spesifik kerawanan pangan berbasis karakteristik sosial ekonomi rumah tangga dan kewilayahan untuk memastikan kebijakan pengendalian kerawanan pangan berjalan efektif.
Hasil analisis ini dipublikasikan dalam bentuk peta tematik nasional dan provinsi, yang memberikan gambaran tentang kerawanan pangan di berbagai wilayah. Analisis ini juga mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kerawanan pangan, seperti kemiskinan, pendidikan rendah, dan minimnya layanan stunting.
Nyoto menegaskan bahwa penanganan kemiskinan, peningkatan pendidikan, serta layanan stunting adalah kunci dalam mengatasi kerawanan pangan. "Kami berharap analisis ini menjadi dasar bagi perumusan program intervensi yang lebih tepat sasaran untuk mengendalikan kerawanan pangan," tegasnya.
Harapan untuk Percepatan SDGs
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, menambahkan bahwa hasil analisis ini dapat menjadi masukan penting bagi kementerian, lembaga terkait, dan pemerintah daerah untuk mengawal pencapaian target SDGs. Dua indikator utama yang menjadi fokus adalah Prevalence of Undernourishment (PoU) dan Food Insecurity Experience Scale (FIES).
Ateng berharap bahwa kebijakan intervensi pangan yang diambil pemerintah bisa berjalan tepat sasaran dan memberikan dampak positif dalam mencegah kelaparan serta mendorong kemajuan bangsa. "Mari kita kawal kebijakan intervensi pangan nasional berdasarkan data dari NFA dan BPS ini," pungkas Ateng.
Acara ini juga dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), serta Dinas Pangan Provinsi se-Indonesia, baik secara luring maupun daring. Sesi diskusi panel dipandu oleh Inspektur NFA, Imron Rosjidi, dengan pembicara dari Bapanas, BPS, dan Kemenko PMK.